JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Senin (30/10), kabar datang dari Ditjen Pajak yang menyatakan akan tetap menyelesaikan proses bukti permulaan (Bukper) sebagai bentuk penegakan hukum pajak, namun tidak akan keluar dari koridor perundang-undangan.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi berjanji bagi peserta tax amnesty tidak akan diperiksa kewajiban pajaknya hingga tahun 2015. Menurutnya, penegakan hukum adalah hal biasa dan sudah otoritas pajak lakukan sebelumnya.
Sikap Ken menjadi antiklimaks atas ketakutan pengusaha terhadap langkah law enforcement Ditjen Pajak yang kerap menerbitkan Bukper. Ia mengimbau kepada wajib pajak patuh untuk tidak takut khawatir dengan kebijakan ini. "Tidak ada namanya obral Bukper lalu dibatalkan. Tidak ada itu. Pasti diselesaikan," ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (27/10).
Berita lainnya mengenai tingkat kepatuhan pajak yang melonjak usai amnesti. Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Tingkat Kepatuhan Pajak Melonjak Usai Amnesti
Kepatuhan wajib pajak menyerahkan SPT tahun ini meningkat menjadi 11,78 juta WP. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan realisasi kepatuhan pajak sebesar 94,65% lebih tinggi dari tahun lalu yang tingkat kepatuhan pajaknya hanya sekitar 89%. Dan peningkatan kepatuhan pajak terjadi setelah program amnesti. Berkat tumbuhnya kepercayaan, kenaikan kepatuhan pajak ini pula yang membuat realisasi penerimaan pajak hingga September 2017 meningkat dari lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, tanpa menghitung penerimaan dari amnesti pajak.
- Direktur Penegakan Hukum Ditjen Pajak Mendadak Mundur Diduga Terkait Temuan Ratusan Faktur Fiktif
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi memang mengaku hingga saat ini belum menerima pengunduran diri dari Dadang Suwarna, Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Namun, dua dari sumber memastikan Dadang mundur dari jabatannya. Sayangnya, sumber tersebut tak menyebutkan siapa yang menekan Dadang, apakah dari wajib pajak atau dari pejabat internal Ditjen Pajak. Yang jelas, menurut cerita sumber yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani minta agar bukti permulaan atas 100 perusahaan itu diserahkan ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
- Pajak Penulis Dituding Hambat Pertumbuhan Literasi di Indonesia
Kebijakan pemerintah menerapkan pajak sebesar 15% terhadap royalti para penulis buku dituding dapat menghambat pertumbuhan literasi di Indonesia, demikian disampaikan CEO Mizan Yadi Saeful Hidayat. "Menurut saya ini (pajak penulis) harus menjadi concern pemerintah, kenapa tempat hiburan tidak dikenai pajak, anehnya penulis yang justru memperkaya anak-anak dalam mempersiapkan generasi muda dikenai pajak," kata Yadi di Bogor, Minggu. Yadi mengatakan pajak penulis dinilai cukup besar, hal ini yang membuat beberapa penulis seperti Tere Liye dan Dee Lestari bersuara karena kebijakan tersebut mencekik penulis. Menurut Yadi sejumlah penerbit dan penggiat literasi telah menyuarakan soal kebijakan tersebut. Bahkan sudah bertemu dengan Menteri Keuangan serta Dirjen Pajak untuk merevisi aturan tersebut agar lebih adil.
- Sektor Industri Sudah Setor Pajak Rp224,9 Triliun
Industri merupakan salah satu sektor strategis karena berperan penting dalam pembangunan nasional dan turut memacu pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya sebagai penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB), manufaktur juga mampu memberikan kontribusi tertinggi melalui setoran pajak. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, industri pengolahan non-migas memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB nasional pada triwulan II tahun 2017 dengan mencapai 17,94%. Sumbangan sektor lainnya, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya sekitar 13,92%, konstruksi 10,11%, serta pertambangan dan penggalian 7,36%. Pada semester I tahun 2017, ekspor industri pengolahan non-migas mencapai USD59,78 miliar atau naik 10,05% dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar USD54,32 miliar. Ekspor industri pengolahan non-migas ini memberikan kontribusi sebesar 74,76% dari total ekspor nasional pada semester I/2017 yang mencapai USD79,96 miliar.