BERITA PAJAK HARI INI

Diprotes Pengusaha, Pemerintah Kaji Ulang Aturan PPN Pascapanen

Redaksi DDTCNews | Kamis, 19 Oktober 2017 | 09:41 WIB
Diprotes Pengusaha, Pemerintah Kaji Ulang Aturan PPN Pascapanen

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Kamis (19/10) berita datang dari pelaku industri yang mengeluhkan adanya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penerapan teknologi pascapanen. Namun, Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih akan mengkaji hal tersebut.

Pengenaan PPN dinilai membuat investor menjadi tidak tertarik lagi untuk berbisnis di industri penanganan cabai pascapanen. Padahal, pascapanen menjadi tahap penting karena cabai sangat dipengaruhi musim dan penyakit.

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahya Widayanti mengaku pemerintah masih mengkaji lebih lanjut mengenai PPN cabai pascapanen. Sebab menurutnya, ada juga beberapa komoditi yang tidak kena PPN.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Tjahya mengatakan pengenaan PPN itu lantaran cabai pascapanen sudah melalui pascaproduksi. Tentunya akan ada nilai tambah setelah panen cabai. Berita lainnya mengenai Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengajukan permohonan uji materi terkait dengan pajak penerangan jalan. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Pengusaha Gugat UU Pajak Daerah Ke MK
    APINDO mengajukan permohonan uji materi Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan pajak penerangan jalan yang dirasa tidak adil. Adapun pasal-pasal yang dipermasalahkan adalah Pasal 1 angka 28, Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), dan Pasal 55 ayat (3) UU PDRD. Kuasa hukum APINDO Rafly Harun, mengatakan salah satu keberatan yang diajukan yakni perusahaan yang menggunakan generator atau pembangkit listrik mandiri untuk kegiatan produksi tetap dikenakan pajak penerangan jalan.
  • RAPBN 2018 Dinilai Tidak Realistis, Ini Sebabnya
    Rancangan Anggaran dan Penerimaan Negara (RAPBN) 2018 dinilai tidak realistis. Dari sisi target penerimaan pajak hingga belanja infrastruktur dan bantuan sosial. Terdapat sejumlah poin yang menjadi catatan. Salah satunya dari sisi penerimaan, dimana target pendapatan negara 2018 yang dipatok sebesar Rp1.894,7 triliun atau meningkat 9,14% dibanding tahun 2017 masih dinilai realistis. Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati mengatakan pemerintah perlu melakukan berbagai strategi untuk bisa mengejar target penerimaan di 2018. Salah satunya adalah dengan menyasar wajib pajak baru, serta membuat stimulus agar dunia usaha dapat bergerak.
  • DJBC dan Ditjen Pajak Blokir 739 Impor Berisiko
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak hingga akhir triwulan II-2017 tercatat telah melakukan 739 blokir terhadap impor berisiko tinggi. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menyebutkan blokir tersebut merupakan hasil kolaborasi yang dilakukan untuk meningkatkan pengawasan fiskal terhadap para importir. Hingga Oktober 2017, terdapat peningkatan rata-rata devisa (tax base) sebesar 39,4%per dokumen impor dan peningkatan pembayaran pajak impor (bea masuk dan PDRI) sebesar 49,8% per dokumen impor.
  • Ditjen Pajak dan Pemprov Jabar Teken MoU Soal Integrasi Kartin
    Ditjen Pajak dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat menandatangani nota kesepahaman tentang kerja sama dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak pusat, pajak daerah, dan retribusi daerah, serta pemanfaatan NPWP. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, nota kesepahaman antara Ditjen Pajak dan Pemprov Jabar ini terkait dengan kartu identitas (Kartin), yaitu satu kartu pintar yang bisa memuat berbagai data dan dibina secara manual menggunakan alat dan aplikasi.
  • Sektor Ekonomi Kreatif Mampu Jadi Kekuatan Ekonomi Baru
    Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf mencatat bahwa ekonomi kreatif berhasil memberikan kontribusi sebesar 7,38% dengan total PDB sebesar Rp852,24 triliun. Namun dalam pengembangan ekonomi kreatif masih ada beberapa hambatan dan kendala. Salah satunya adalah kendala dari ekosistem bisnis dan investasi.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini