UJI MATERIIL

Digugat Pekerja, Sidang Uji Materiil UU Cipta Kerja Digelar Besok

Muhamad Wildan | Selasa, 03 November 2020 | 15:39 WIB
Digugat Pekerja, Sidang Uji Materiil UU Cipta Kerja Digelar Besok

Gedung Mahkamah Konstitusi. (foto: Antara)

JAKARTA, DDTCNews – Sidang uji materiil oleh kelompok buruh dari Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa atas UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK) bakal digelar Rabu, 4 November 2020.

Gugatan Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) diwakili oleh Deni Sunarya selaku ketua umum dan Muhammad Hafidz selaku sekretaris umum.

"Pemohon dengan ini hendak mengajukan permohonan pengujian Pasal 81 angka 15, angka 19, angka 25, angka 29, dan angka 44 UU Cipta Kerja ... terhadap Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945," bunyi dokumen permohonan FSPS, dikutip Selasa (3/11/2020).

Baca Juga:
Ahli Pemerintah Sebut Tarif 40-75% untuk Jasa Spa Tidak Diskriminatif

Menurut FSPS, ketentuan pada Pasal 81 angka 15 UU No. 11/2020 tidak lebih baik bila dibandingkan dengan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan justru menghilangkan pengaturan jangka waktu, batas perpanjangan, dan pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Pasal 81 angka 15 UU No. 11/2020 juga tidak mengakomodasi Putusan MK No. 7/PUU-XII/2014 dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

"Jika tidak diberikan batasan waktu, pemberi kerja dapat memperjanjikan pekerja dengan perpanjangan dan/atau pembaruan PKWT berkali-kali sehingga maksud dari adanya pengaturan jenis dan sifat atau kegiatan tertentu yang sangat erat hubungannya dengan waktu tertentu menjadi kehilangan makna dan dapat diimplementasikan secara menyimpang," sebut FSPS dalam dokumen permohonan.

Baca Juga:
Pajak Hiburan 40-75% Tak Ada di Naskah Akademik, Ahli: Tidak Saintifik

Pasal 81 angka 25 UU No. 11/2020 yang menyisipkan Pasal 88D dalam UU No. 13/2003 dipandang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2). Pasal tersebut mengatur mengenai penetapan upah minimum yang menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi 'atau' inflasi, bukan pertumbuhan ekonomi 'dan' inflasi seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2015 tentang Pengupahan.

Menurut Dewan Pimpinan Pusat FSPS, hal ini menunjukkan pembuat UU berniat mengatur ulang rumusan formula upah minimum dengan nilai yang lebih rendah dari UU No. 13/2003 dan PP No. 78/2015.

"Apabila variabel penghitungan upah minimum dalam UU Cipta Kerja ini kembali diatur ulang dan tetap dipertahankan, bahkan variabelnya nyata-nyata lebih dari PP, maka kita sedang lari dari kenyataan bahwa dengan keringan para pekerja/buruh maka roda perekonomian ini bergerak," tulis Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa.

Baca Juga:
Hiburan Malam Kena Pajak Lebih Tinggi, Saksi Ahli: Cederai Konstitusi

Secara keseluruhan, Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa selaku pemohon meminta kepada Majelis Hakim MK untuk mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan Pasal 81 angka 15, angka 19, angka 29 UU No. 11/2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Frasa 'atau' pada Pasal 88D ayat (2) juga perlu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai 'dan'. FSPS pun meminta variabel upah minimum tetap berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi, bukan pertumbuhan ekonomi atau inflasi. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja