BERITA PAJAK HARI INI

Diberi Keringanan Pajak, Tarif PPh Untuk Freeport Turun

Redaksi DDTCNews | Selasa, 03 Oktober 2017 | 09:16 WIB
Diberi Keringanan Pajak, Tarif PPh Untuk Freeport Turun

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (3/10) berita datang dari negosiasi antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia yang masih alot. Selain menolak skema divestasi saham 51% yang ditawarkan pemerintah, Freeport menuntut perjanjian stabilitas investasi untuk keberlangsungan tambangnya.

Demi mengakomodasi keinginan Freeport, pemerintah menyiapkan payung hukum berupa rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait stabilitas investasi. Calon beleid ini sudah masuk dalam sekretariat negara.

Dalam bab VII Pasal 14 disebutkan bahwa tarif pajak penghasilan badan PT Freeport hanya 25%. Angka tersebut turun dibandingkan yang diatur sebelumnya dalam rezim Kontrak Karya (KK) yakni 35%. Namun, Freeport menanggung bagian pemerintah pusat sebesar 4% dari keuntungan bersih pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan bagian pemerinta daerah 6%.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Berita lainnya mengenai kalangan perusahaan migas yang merasa khawatir dengan adanya peraturan pajak akan memberatkan pelaku usaha hulu migas. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Perusahaan Migas Khawatir Pajak Kontrak Bagi Hasil Beratkan Pelaku Usaha

Pembahasan aturan Pajak untuk Kontrak Bagi Hasil Gross Split terus bergulir. Namun, ada kekhawatiran dari kalangan perusahaan migas, adanya peraturan pajak akan memberatkan pelaku usaha hulu migas. Indonesia Petroleum Association (IPA) menyampaikan kekhawatiran pada Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, SKK Migas, hingga Ditjen Migas, mengenai rencana penerapan pajak dengan norma penghitungan khusus atau Deemed Profit.

Pasalnya, dengan diterapkan metode deemed profit, akan berpotensi meningkatkan beban ekonomi kontraktor, karena prosentasenya tidak dapat menggambarkan seluruh karakteristik unit Wilayah Kerja (WK) migas. Selain itu, metode ini juga bisa berdampak pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang harus membayar pajak meski masih pada posisi merugi.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran
  • Kenaikan Setoran Bea Cukai Kian Terkikis

Kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) jelang akhir tahun ini kurang menggembirakan. Dengan pertumbuhan penerimaan yang minim, maka potensi tidak tercapainya target semakin besar. DJBCmembukukan penerimaan dari bea dan cukai sebesar Rp104,24 triliun hingga 29 September 2017. Realisasi penerimaan tersebut mencapai 55,11% dari target Rp189,14 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017. Terjadi penurunan setoran cukai dari etil alkohol dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA), serta kontraksi pada pendapatan cukai lainnya sepanjang delapan bulan ini.

  • Daya Saing Naik, Produk Industri Semakin Kompetitif

Usulan keringanan pajak yang diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nyatanya tak berbuah manis. Pasalnya, Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan sebaiknya OJK tidak meminta keringanan pajak kepada Kementerian Keuangan. Hal ini, menurutnya akan menjadi tidak adil dengan institusi-institusi lainnya yang bayar pajak, seperti BUMN dan swasta juga membayar pajak apabila OJK mendapat keringanan pajak sementara yang lain tidak.

  • Ditjen Pajak: Tidak Wajib Isi NIK Untuk E-Faktur

Ditjen Pajak menyatakan bahwa dalam rangka penyempurnaan dari aplikasi e-faktur versi 2.0, Pengusaha Kena Pajak hanya diimbau untuk memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor paspor pembeli yang tidak memiliki NPWP. Hestu Yoga Saksama mengatakan pengisian NIK tersebut sifatnya tidak wajib, sehingga tidak dipaksakan untuk mengisi NIK. Hal ini lantaran untuk melindungi Pengusaha Kena Pajak Penjual maupun pihak pembeli atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibayar oleh pembeli dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual.


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN