Ilustrasi pita cukai.
JAKARTA, DDTCNews—Pusat Kajian Gizi Regional Universitas Indonesia (PKGR-UI) meminta pemerintah pusat untuk mewajibkan pemerintah daerah mengalokasikan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) untuk menangani masalah gizi kronis akibat asupan gizi yang kurang dalam waktu lama (stunting).
Peneliti senior PKGR UI Grace Wangge mengatakan kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok, dan memberikan ruang penggunaan DBHCHT untuk penanganan stunting sudah tepat.
Namun demikian, lanjutnya, Kementerian Keuangan juga perlu memastikan pemerintah daerah patuh memasukkan DBHCHT untuk menangani stunting dalam sistem penyusunan anggaran secara elektronik.
“Hingga kini alokasi anggaran DBHCHT belum diimplementasikan secara maksimal dalam program pencegahan dan promosi penanganan stunting,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (20/2/2020).
Menurut Grace, penanganan stunting dengan menggunakan DBHCHT sudah tepat lantaran dalam kajiannya menyimpulkan bahwa stunting terhadap anak-anak juga bisa disebabkan efek rokok dan produk tembakau lainnya.
Hasil kajian menunjukkan anak dari keluarga perokok 5,4 kali lebih rentan stunting ketimbang anak dari keluarga tanpa rokok. Apalagi, data survei lain juga menyebutkan 32,1% anak sekolah berusia 10-18 tahun pernah mengisap rokok.
Oleh karena itu, Grace berharap pemerintah memprioritaskan penggunaan pajak dan cukai yang diperoleh dari produk tembakau untuk penanganan stunting di pelbagai daerah di Indonesia.
Selain anggaran, kata Grace, sosialisasi secara dini juga dibutuhkan untuk mencegah stunting. Misalnya dengan mengintegrasikan materi mengenai bahaya rokok bagi kesehatan dan gizi ke dalam kurikulum pendidikan anak paling lambat di bangku SMP.
Tak hanya itu, ia juga meminta pemerintah menerapkan kawasan bebas rokok di sekolah sebagai salah satu indikator kinerja dinas pendidikan, guru, dan kepala sekolah. Berbagai upaya juga harus dibarengi dengan perbaikan gizi anak sekolah.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.7/PMK.07/2020 yang memperluas cakupan penggunaan DBHCHT untuk kegiatan di bidang kesehatan.
Sri Mulyani mengatur penggunaan DBHCHT pada kegiatan di bidang kesehatan harus mengutamakan upaya menurunkan angka prevalensi stunting yang mencapai 27,6% pada 2019. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.