Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Melalui pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system, wajib pajak nantinya bisa memantau secara real time seluruh proses bisnis pelayanan Ditjen Pajak (DJP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (6/5/2024).
Ketika coretax system diimplementasikan, wajib pajak bisa melihat progres pelayanan perpajakan yang diajukannya, bahkan perkembangan pemeriksaan yang dijalani.
“Anda bisa melihat update situasi terkini. Proses pemeriksaan sampai di mana, proses pelayanan sampai di mana, sesuatu yang sang diminta sampai di mana, bisa kita lihat real time setiap saat," kata Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Seperti diketahui, pembaruan sistem ini telah diamanatkan dalam Perpres 40/2018. Beleid itu menyebut pengembangan sistem informasi untuk pembaruan sistem administrasi perpajakan paling sedikit meliputi sistem inti dan/atau sistem pendukung operasional administrasi perpajakan.
Nantinya, ada 21 proses bisnis yang akan berubah dengan adanya sistem inti yang baru.
Selain pemberitaan tentang coretax system, ada pula bahasan mengenai penelitian DJP pascapelaporan SPT Tahunan, pembaruan daftar lembaga penerima zakat, ketentuan penyimpanan dokumen pembukuan, hingga pengiriman surat tagihan pajak jika wajib pajak terlambat lapor SPT Tahunan.
Guna memastikan penerapan coretax system berjalan lancar, DJP akan melakukan uji coba terlebih dahulu dengan wajib pajak yang ditunjuk. Piloting ini akan melibatkan wajib pajak yang terdaftar di kantor wilayah (kanwil) dan kantor pelayanan pajak (KPP).
Suryo Utomo menegaskan adanya perubahan atau perbaikan proses bisnis bertujuan untuk menjaga keadilan.
“Tujuannya untuk jaga fairness sebetulnya, enggak ada yang lain. Fairness, mudah, cepat, sederhana, hemat, akuntabel, enggak bisa diakses oleh orang lain, secure [adalah] segala macam yang kita inginkan menjadi guidance pada waktu bangun sistem ini. (DDTCNews)
DJP akan melaksanakan penelitian terhadap SPT Tahunan 2023 yang telah disampaikan oleh wajib pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan institusinya telah menerima 14,19 juta SPT Tahunan 2023 dari wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Nantinya, DJP bakal meneliti kebenaran, kelengkapan, dan kejelasan SPT Tahunan tersebut.
"SPT Tahunan harus disampaikan secara benar, lengkap, dan jelas. Untuk itu, penelitian atas SPT Tahunan yang telah disampaikan wajib pajak akan dilakukan terhadap ketiga aspek tersebut," katanya. (DDTCNews)
DJP kembali memperbarui daftar badan/lembaga yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.
Pembaruan ini dilakukan melalui penerbitan PER-3/PJ/2024 yang merupakan perubahan ketiga dari PER-04/PJ/2022. Salah satu dasar pembaruan daftar tersebut adalah Surat Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor B.41/Dt.III.IV.1/HM01/01/2024 tertanggal 31 Januari 2024.
“Terdapat usulan penetapan badan atau lembaga yang telah diterbitkan surat keputusan perizinan dan perpanjangan izin dari Kementerian Agama … sebagai badan atau lembaga penerima zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto,” bunyi salah satu pertimbangan PER-04/PJ/2022. (DDTCNews)
Wajib pajak perlu menyimpan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan. Hal ini diatur dalam Pasal 28 UU KUP.
Selain buku dan catatan, dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara online juga wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia.
Merujuk pada bagian penjelasan Pasal 28 UU KUP, penyimpanan buku, catatan, dan dokumen pembukuan atau pencatatan dimaksudkan agar apabila dirjen pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan. (DDTCNews)
DJP akan mengirimkan surat tagihan pajak (STP) kepada wajib pajak yang terlambat mengirimkan SPT Tahunan 2023.
Dwi Astuti mengatakan STP diterbitkan untuk menagih denda karena terlambat menyampaikan SPT Tahunan. Hal itu juga telah diatur dalam UU KUP.
"Bagi wajib pajak yang terlambat melaporkan SPT Tahunan maka berdasarkan Pasal 7 UU KUP dikenai sanksi keterlambatan yang akan ditindaklanjuti melalui mekanisme penerbitan STP," katanya. (DDTCNews) (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.