Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Coretax administration system (CTAS) sudah bisa digunakan secara terbatas oleh beberapa wajib pajak. Hal ini merupakan bagian dari program edukasi coretax yang dijalankan oleh Ditjen Pajak (DJP). Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (26/8/2024).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan pemberian edukasi tahap pertama ini masih dilakukan secara terbatas melalui jaringan intranet. Prioritasnya pun baru mencakup wajib pajak besar di tiap kantor pelayanan pajak (KPP). Melalui penggunaan terbatas ini, wajib pajak bisa menjajal beberapa aplikasi yang tersedia pada coretax.
"Edukasi tahap I ini masih harus dilakukan dengan environment intranet sehingga cakupan edukasi masih terbatas pada wajib pajak besar di tiap KPP," kata Dwi.
Dwi menuturkan terdapat beberapa aplikasi pada coretax yang sudah dapat dicoba wajib pajak di antaranya taxpayer account management, membuat faktur pajak, membuat bukti potong, melakukan pembayaran, serta melaporkan SPT.
DJP, lanjutnya, juga sedang mengembangkan metode edukasi melalui simulasi aplikasi yang berbasis internet. Harapannya, cakupan wajib pajak teredukasi menjadi lebih luas karena dapat digunakan kapan saja dan di mana saja.
Selain wajib pajak besar, edukasi coretax juga menyasar wajib pajak badan dengan status pengusaha kena pajak (PKP) dengan metode hands on atau pembelajaran praktis.
Edukasi coretax dilaksanakan secara serentak di seluruh unit kerja sejak 12 Agustus 2024. Hingga 20 Agustus 2024, sudah lebih dari 3.000 wajib pajak telah memperoleh edukasi tersebut. Rencananya, coretax akan mulai diterapkan pada akhir tahun ini.
Selain ulasan mengenai edukasi coretax, ada pula ulasan lainnya terkait dengan modus baru penipuan pajak. Kemudian, ada juga pembahasan mengenai penerbitan surat kurang bayar oleh kantor pajak, rasio utang RI yang meningkat, hingga kabar mengenai penurunan penjualan e-commerce.
Kementerian Keuangan mengeklaim pengembangan coretax oleh DJP tergolong cepat. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan DJP hanya membutuhkan waktu 4 tahun untuk membangun coretax, sedangkan waktu persiapan sistemnya hanya membutuhkan waktu 3 tahun.
"Kita kan 4 tahun pembangunannya, kalau dengan persiapan dan aturannya 7 tahun. Negara lain pembangunannya bisa 7 tahun," ujar Iwan.
Iwan mengatakan banyak negara yang memerlukan waktu 7 tahun hingga 11 tahun hanya untuk membangun sistem administrasi pajak yang baru. (DDTCNews)
Hati-hati! Ada modus penipuan baru yang mengatasnamakan otoritas pajak.
Baru-baru ini, DJP menemukan modus penipuan verifikasi/konfirmasi perubahan data penanggung pajak. Modus ini dilakukan melalui aplikasi berbagi pesan Whatsapp. Untuk itu, wajib pajak diimbau untuk waspada.
"DJP tidak pernah menugasi Tim Pengkaji melakukan verifikasi/konfirmasi perubahan data melalui pesan Whatsapp atau pesan melalui media sosial," cuit DJP. (DDTCNews)
DJP mencatat adanya kenaikan nilai ketetapan dalam surat ketetapan pajak kurang bayar dan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKB/SKPKBT) yang diterbitkan pada tahun lalu.
Pada 2023, nilai ketetapan kurang bayar dalam SKPKB/SKPKBT untuk mata uang rupiah mencapai Rp64,65 triliun, naik 24,23% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, nilai ketetapan kurang bayar untuk mata uang asing mencapai US$429,05 juta, naik 34,8%.
"Pada 1 Januari 2023 sampai dengan 31 Desember 2023, [total] SKPKB/SKPKBT yang terbit sebanyak 230.040 surat," sebut DJP dalam Laporan Keuangan DJP 2023. (DDTCNews)
Pemerintah mengeklaim utang sudah dikelola secara cermat dan terukur dengan memperhatikan risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengatakan rasio utang pemerintah ditargetkan turun melalui optimalisasi pendapatan dan reformasi pajak setelah sempat naik drastis akibat pandemi Covid-19.
"Kami terus mengupayakan penurunan rasio utang melalui optimalisasi pendapatan negara, berupa efektivitas reformasi perpajakan, reformasi pengelolaan SDA dan barang milik negara, serta insentif fiskal yang terukur," katanya. (DDTCNews)
Pelaku UMKM mulai mengeluhkan adanya penurunan penjualan melalui platform niaga elektronik (e-commerce). Dilansir Harian Kompas, merosotnya penjualan e-commerce ini diduga ada kaitannya dengan anjloknya daya beli masyarakat.
Sejumlah pelaku UMKM mengaku penurunan penjualan mulai terasa sejak Mei 2024 dengan kisaran angka 20%.
Sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), memang ada tren perlambatan konsumsi rumah tangga. Dalam 3 kuartal terakhir, konsumsi masyarakat tumbuh di bawah 5%. Sementara itu, kontribusi konsumsi terhadap pembentukan PDB sangat dominan, yakni 54.53%, di atas penggerak pertumbuhan lain seperti investasi, ekspor, dan konsumsi pemerintah. (Harian Kompas) (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.