KEBIJAKAN FISKAL

Chatib Basri: Insentif Pajak Sebaiknya Ditahan Dulu

Dian Kurniati | Sabtu, 17 Oktober 2020 | 06:01 WIB
Chatib Basri: Insentif Pajak Sebaiknya Ditahan Dulu

Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri dalam webinar Bincang APBN 2021, Selasa (13/10/2020). (Foto: Dik/DDTCNews/Youtube BKF)

JAKARTA, DDTCNews - Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyarankan pemerintah sementara ini menahan pemberian insentif pajak dan mengalihkan anggarannya untuk program perlindungan sosial.

Chatib menilai perekonomian nasional masih akan mengalami perlambatan sepanjang masih ada pandemi Covid-19. Dengan kondisi tersebut, menurutnya, anggaran pemerintah sebaiknya difokuskan untuk melindungi masyarakat yang paling rentan terdampak pandemi.

"Saya paham ada keterbatasan pada fiskal kita dan harus ada prioritas. Begitu juga insentif pajak, begitu ekonomi berjalan, ini bisa diberikan. Tapi saat ini, mungkin difokuskan pada hal yang dibutuhkan sekali oleh masyarakat," katanya dalam webinar Bincang APBN 2021, Selasa (13/10/2020).

Baca Juga:
PMK Baru, Menkeu Bisa Nilai Kesesuaian KUA-PPAS Pemda dengan KEM PPKF

Chatib mengatakan situasi pandemi yang diikuti kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menyebabkan pelaku usaha sulit berekspansi. Walaupun ada insentif pajak dan kini berlaku pelonggaran PSBB, kegiatan bisnis belum sepenuhnya pulih.

Menurut dia, kondisinya tidak bisa langsung membaik jika pemerintah menyasar investasi baru masuk di tengah masa pandemi Covid-19. "Ngapain menambah investasi baru, kalau yang ada underutilized?" ujarnya.

Chatib menilai ekonomi akan pulih jika pandemi Covid-19 telah benar-benar berakhir. Pada fase pemulihan itulah pelaku usaha membutuhkan berbagai stimulus, termasuk insentif pajak.

Baca Juga:
Kemenkeu Akan Kembangkan Platform Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional

Sebelum fase itu tiba, menurutnya, masyarakat paling membutuhkan stimulus berupa bantuan uang tunai. Pemerintah pun memiliki berbagai instrumen bantuan yang telah tersalur, seperti program keluarga harapan (PKH), bantuan langsung tunai (BLT), hingga subsidi gaji.

Dia menyebut bantuan-bantuan soal itu masih akan terus dibutuhkan masyarakat hingga setidaknya tahun depan. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan bantuan sosial hingga kasus aktif Covid-19 melandai dan vaksin antivirus Corona ditemukan.

Secara bersamaan, dia menilai pemberian bantuan juga bisa menahan masyarakat yang bekerja secara informal untuk tetap di rumah.

Baca Juga:
Jelang Tutup Buku, Wamenkeu Suahasil Percaya Diri ‘APBN Prima’

"Sangat sulit membayangkan bahwa menerapkan PSBB tanpa menyiapkan bantuan sosial atau BLT. Orang disuruh tinggal di rumah tanpa bantuan sosial, makanya dia harus pergi keluar," imbuhnya.

Andai vaksin Covid-19 ditemukan pun, Chatib menyebut, pemerintah masih perlu waktu panjang untuk melakukan vaksinasi nasional kepada seluruh masyarakat.

Misalnya pemerintah menargetkan vaksinasi rampung dalam setahun atau periode 2021, berarti penyuntikan vaksin harus dilakukan kepada 48.000 orang per hari, tanpa mempertimbangkan hari libur Lebaran atau Natal. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

17 Oktober 2020 | 23:32 WIB

Saya sangat setuju terkait pendapat Pak Chatib Basri. Insentif pajak bisa dialihkan kearah program BLT dengan bantuan uang tunai kepada masyarakat rentan yang membutuhkan. Karena dengan itu, kita juga bisa menahan masyarakat untuk tidak keluar rumah karena harus mencari nafkah. Hal ini tentu bisa membantu pelaksanaan PSBB agar berjalan dengan maksimal. Ini akan berdampak pada berkurangnya penyebaran virus sehingga penyebaran bisa segera diatasi. Mengingat terus melonjaknya kasus pasien Covid-19, hal ini bisa menjadi salah satu strategi untuk mengurangi penyebaran.

17 Oktober 2020 | 18:53 WIB

Selain itu juga, Realisasi dari pemberian insentif yang sudah berjalan pun masih banyak yang tidak terserap pagu anggaran yang disediakan sehingga diperlukan penyesuaian lebih lanjut.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 18:00 WIB PMK 101/2024

PMK Baru, Menkeu Bisa Nilai Kesesuaian KUA-PPAS Pemda dengan KEM PPKF

Jumat, 13 Desember 2024 | 14:45 WIB PMK 93/2024

Kemenkeu Akan Kembangkan Platform Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional

Jumat, 29 November 2024 | 09:15 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jelang Tutup Buku, Wamenkeu Suahasil Percaya Diri ‘APBN Prima’

Selasa, 19 November 2024 | 14:30 WIB PENERIMAAN PERPAJAKAN

Tax Ratio 2045 Ditarget 18%-22%, Bappenas: Untuk Kestabilan Ekonomi

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?