Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. (DDTCNews- Instagram @beacukairi)
JAKARTA, DDTCNews – Regulasi teranyar terkait impor barang kiriman diklaim mampu menutup celah praktik pemecahan atau splitting yang biasa dilakukan untuk menikmati pembebasan bea masuk.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.04/2018, menurut Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi, ada ketentuan nilai akumulatif barang kiriman yang mendapat pembebasan bea masuk. Ambang batas nilai pembebasan bea masuk juga turun dari US$100 menjadi US$75.
“Sebelum PMK 112 ini semua transaksi di bawah US$ 100 bebas bea masuk dan pajak. Selain itu, tidak diperhitungkan volume transaksinya dalam satu hari,” katanya di ruang pers Kemenkeu, Senin (17/9/2018).
Dengan aturan yang lama, ungkapnya, banyak pihak yang memanfaatkan celah untuk tidak membayar kewajiban perpajakan. Dengan demikian, tindakan ini berisiko merugikan pelaku usaha dalam negeri dan menghilangkan potensi penerimaan negara.
Heru pun memaparkan kasus yang melibatkan satu importir dalam 400 kali transaksi per hari. Importir ini menggunakan fasilitas pembebasan bea masuk dan PPh pasal 22 impor melalui invoice barang dengan nilai di bawah US$100. Sebagian besar impor merupakan barang konsumsi, seperti arloji, pelindung ponsel, tas, dan baju.
Dalam ranah kepabeanan, praktik ini sering disebut sebagai modus splitting barang kiriman. Modus ini dijalankan dengan membuat dokumen barang dengan nilai yang tidak melebihi ambang batas pembebasan bea masuk.
“Satu kasus itu dalam satu hari nilai transaksi totalnya mencapai US$20.300. Ini pasti bukan untuk konsumsi karena tidak lazim ganti 75 sarung handphone dalam satu hari. Ini pasti untuk tujuan dagang bukan konsumsi,” jelas Heru.
Dalam beleid yang efektif berlaku per 10 Oktober 2018 ini, sambungnya, diberlakukan akumulasi untuk transaksi. Kegiatan impor barang kiriman dan yang melebihi US$75 akan dilakukan identifikasi importir berdasarkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Heru memberi contoh salah satu importir melakukan tiga kali transaksi US$ 75, US$ 25 dan US$100 dalam satu hari dengan total nilai sebesar US$200. Importir tersebut punya jatah bebas perpajakan untuk transaksi maksimal hingga US$75.
Nilai barang yang melewati ambang batas tersebut akan dikenakan beban perpajakan berupa bea masuk 7,5%, PPN Impor 10%, dan PPh Impor 10%.
“Pemerintah ingin agar pembebasan perpajakan ini memang untuk barang kiriman untuk keperluan pribadi. PMK ini ditujukan untuk menekan modus importasi barang yang tidak membayar bea masuk dan PDRI,” imbuh Heru. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.