Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Penetapan tarif emisi karbon atau carbon pricing diperlukan untuk menghindari dampak buruk dari pemanasan global. Apalagi, peningkatan tarif carbon tax diprediksi kurang efektif untuk mengatasi persoalan tersebut.
Wakil Ketua Working Group I The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Panmao Zhai mengatakan peningkatan suhu 1,5 derajat Celcius saja dapat berdampak pada perubahan lingkungan yang permanen.
Peningkatan suhu 1 derajat Celcius saja, sambungnya, dapat menyebabkan naiknya permukaan laut, cuaca lebih ekstrim, hingga berkurangnya es di laut Arktik. Sementara, aktivitas manusia berpotensi meningkatkan 1,5 derajat Celcius antara 2030-2052.
“Maka penentuan tarif emisi karbon harus dilakukan untuk mengurangi dampak itu,” katanya, seperti dilansir dariTax Notes International, Kamis (18/10/2018).
Pembatasan pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius dapat diidentifikasi dalam cakupan berbagai asumsi tentang pertumbuhan ekonomi, perkembangan teknologi, hingga gaya hidup. Namum, kurangnya kerjasama global dan meningkatnya konsumsi sumber daya yang intensif merupakan hambatan utama.
Penentuan harga karbon yang tinggi pada emisi sangat diperlukan untuk menahan peningkatan suhu mencapai 1,5 derajat Celcius secara konsisten. Meskipun demikian, carbon pricing juga harus dilengkapi dengan kebijakan lain.
Meskipun telah lama muncul perdebatan atas penetapan harga karbon, baik melalui pajak maupun skema cap-and-trade, ada kumpulan studi yang berfokus pada kombinasi pendekatan kebijakan untuk mengurangi emisi karbon.
Kepemilikan mobil, penggunaan mobil, hingga emisi gas rumah kaca di Singapura, Stockholm, dan London telah menurun karena adanya kebijakan carbon pricing. Pendapatan negara dari sektor ini pun meningkat sejalan dengan adanya dampak positif yang dialami warga.
Selain itu, The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) baru-baru ini menyimpulkancarbon pricing cukup efektif untuk memotong emisi, meskipun akan timbul kesenjangan.
Kepala Unit Pajak dan Lingkungan Divisi Kebijakan Pajak dan Statistik OECD Kurt Van Dender menyebut kesenjangan itu akan timbul dari segi perbedaan antara tarif emisi karbon yang efektif di suatu negara dengan tarif karbon yang dijadikan standar.
Dender menegaskan perkembangan dalam penerapan carbon pricing ini terbilang lambat karena perubahan iklim bukan menjadi hal yang diprioritaskan oleh banyak pemerintah. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.