KAMUS INTERNASIONAL

Apa Itu Carbon Pricing?

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 12 Oktober 2022 | 18:30 WIB
Apa Itu Carbon Pricing?

INDONESIA selaku Presidensi G-20 menerima paket kebijakan dan komunike dari Civil-20 (C-20). Paket kebijakan dan komunike C-20 memuat beragam usulan kebijakan dari perwakilan organisasi masyarakat sipil (civil society) dari negara-negara anggota G-20.

Usulan tersebut di antaranya adalah penerapan pajak karbon yang efektif, transparan, dan akuntabel. Pemerintah harus memastikan pajak karbon ditanggung secara adil baik oleh produsen maupun oleh konsumen.

Secara umum, pajak karbon adalah pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil. Pajak karbon ini merupakan salah satu bentuk instrumen dari carbon pricing. Lantas, apa itu carbon pricing?

Baca Juga:
Update 2025, Apa Itu Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain?

Definisi
MERUJUK laman World Bank, carbon pricing adalah instrumen yang menangkap biaya eksternal dari emisi gas rumah kaca (GRK) dan mengikatnya ke sumber GRK melalui pemberian harga yang biasanya dalam bentuk harga karbon dioksida (CO2) yang dipancarkan.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) mendefinisikan carbon pricing sebagai instrumen yang membatasi emisi GRK dengan mengenakan biaya untuk emisi dan/atau menawarkan insentif untuk mengurangi emisi.

Sementara itu, Carbon Pricing Leadership Coalition (CPLC) mengartikan carbon pricing sebagai suatu pendekatan untuk mengurangi emisi karbon (disebut juga sebagai emisi GRK) dengan menggunakan mekanisme pasar untuk membebankan biaya emisi ke penghasil emisi.

Baca Juga:
Mengenal Pajak Minimum Global: dari Kesepakatan hingga Implementasi

Carbon pricing dalam Bahasa Indonesia disebut juga sebagai nilai ekonomi karbon (NEK). Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden No.98/2021. NEK adalah nilai terhadap setiap unit emisi GRK yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi.

GRK adalah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah. Sementara itu, emisi GRK berarti lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu.

Menurut laman World Bank, carbon Pricing atau NEK ini dapat diterapkan dalam beragam bentuk, di antaranya pajak karbon, emission trading system (ETS), crediting mechanism, results-based climate finance (RBCF), dan internal carbon pricing.

Baca Juga:
Trump segera Umumkan Bea Masuk Resiprokal, Beberapa Negara Jadi Target

Sementara itu, mengacu laman Badan Kebijakan Fiskal (BKF) carbon pricing terdiri atas dua mekanisme, yaitu instrumen perdagangan dan instrumen nonperdagangan.

Instrumen perdagangan terdiri atas perdagangan izin emisi serta offset emisi, sedangkan instrumen nonperdagangan mencakup pungutan atas karbon dan pembayaran berbasis kinerja (Result Based Payment/RBP). Berikut perincian definisi dari setiap mekanisme carbon pricing atau NEK.

  1. Instrumen Perdagangan Karbon
  • Perdagangan Izin Emisi, yaitu mekanisme transaksi sertifikat izin emisi antara entitas yang memerlukan tambahan izin emisi dengan entitas lain yang memiliki kelebihan izin emisi. Secara umum, jenis perdagangan izin emisi meliputi cap-and-trade dan baseline-and-credit system.
  • Offset Emisi, yaitu bentuk kompensasi dari suatu entitas yang telah menghasilkan emisi GRK dengan cara melakukan aksi mitigasi untuk menurunkan emisi di tempat lain.
  1. Instrumen non-Perdagangan
  • Pungutan atas karbon, yaitu merupakan bentuk kompensasi dari suatu entitas yang telah menghasilkan emisi GRK dengan cara melakukan aksi mitigasi untuk menurunkan emisi di tempat lain.
  • RBP, yaitu mekanisme pembayaran yang diberikan atas keberhasilan dalam menurunkan emisi GRK melalui aksi mitigasi tertentu yang telah disepakati antara pelaksana program dan penyedia dana, dan diversifikasi oleh Sekretariat UNFCCC maupun tim teknis yang ditunjuk oleh UNFCCC. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 10 Februari 2025 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Update 2025, Apa Itu Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain?

Senin, 10 Februari 2025 | 15:00 WIB KELAS PAJAK MINIMUM GLOBAL

Mengenal Pajak Minimum Global: dari Kesepakatan hingga Implementasi

Senin, 10 Februari 2025 | 11:33 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump segera Umumkan Bea Masuk Resiprokal, Beberapa Negara Jadi Target

Senin, 10 Februari 2025 | 10:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Bakal Kenakan Bea Masuk 25 Persen atas Impor Baja dan Aluminium

BERITA PILIHAN
Selasa, 11 Februari 2025 | 15:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Permohonan KSWP Lewat Coretax DJP

Selasa, 11 Februari 2025 | 14:30 WIB PMK 13/2025

Aturan Insentif PPN DTP atas Penyerahan Rumah Tapak, Download di Sini

Selasa, 11 Februari 2025 | 14:16 WIB CORETAX DJP

Di Depan Investor, Sri Mulyani: Kami Terus Usaha Benahi Coretax

Selasa, 11 Februari 2025 | 14:00 WIB PMK 8/2025

Indonesia Kenakan Bea Masuk Tambahan untuk Dua Produk Wol Ini

Selasa, 11 Februari 2025 | 13:13 WIB PERBANAS INSTITUTE

Yuk Daftar! Perbanas Gelar Seminar soal Outlook Hukum dan Ekonomi 2025

Selasa, 11 Februari 2025 | 13:00 WIB PMK 11/2025

Ada PMK Omnibus, Tarif PPN Mobil Bekas Tetap 1,1 Persen

Selasa, 11 Februari 2025 | 12:30 WIB CORETAX SYSTEM

Menu Impor Faktur Keluaran Coretax Lagi Perbaikan, Cek secara Berkala

Selasa, 11 Februari 2025 | 12:00 WIB KERJA SAMA INTERNASIONAL

Adopsi Standar-Standar OECD, Pemerintah Buka Opsi Siapkan Omnibus Law

Selasa, 11 Februari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

7 Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Jadi Petugas Pemeriksa Pajak Daerah