KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Buntut Tarif Minimum Global, Pemerintah Tinjau Ulang Insentif Pajak

Muhamad Wildan | Senin, 01 November 2021 | 15:30 WIB
Buntut Tarif Minimum Global, Pemerintah Tinjau Ulang Insentif Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan meninjau ulang insentif pajak yang selama ini bertujuan untuk menarik investasi dan diberikan kepada korporasi multinasional.

Dengan diaturnya ketentuan pajak korporasi minimum global dengan tarif sebesar 15% pada Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE), maka insentif pajak yang menimbulkan pengenaan pajak lebih rendah dari tarif minimum tak bisa diberikan.

"Sebab, kalaupun mengenakan tarif pajak lebih rendah dari tarif minimum tadi, negara lain akan mengenakan pajak tambahan hingga mencapai tarif minimum," tulis Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam keterangan resminya, Senin (1/11/2021).

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Meski harus mengubah insentif, Pilar 2 diperkirakan akan meningkatkan penerimaan pajak. BKF memandang Pilar 2 akan membantu Indonesia meningkatkan penerimaan pajak yang sebelumnya terhambat oleh penghindaran pajak dan adanya tarif pajak yang rendah.

Berkat Pilar 2, OECD memperkirakan seluruh yurisdiksi yang tergabung dalam Inclusive Framework dan menyetujui proposal tersebut akan mendapatkan tambahan penerimaan pajak senilai US$150 miliar per tahun.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, salah satu insentif pajak yang perlu dirancang ulang akibat disetujuinya Pilar 2 oleh 136 anggota Inclusive Framework adalah tax holiday.

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Dengan adanya pajak korporasi minimum global, tax holiday dengan tarif pajak efektif 0% tak dapat diberikan kepada korporasi multinasional. Kalaupun tetap diberikan, maka yurisdiksi domisili akan mengenakan pajak tambahan atas penghasilan yang dipajaki tersebut.

Oleh karena itu, pemerintah saat ini sedang mempertimbangkan skema insentif lain yang bisa menggantikan tax holiday. "Kami sedang bahas dan memikirkan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk bisa menjadi pengganti tax holiday. Namun, jangan kita sampaikan strateginya sekarang," ujar Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Rabu (27/10/2021).

Bahlil mengatakan kebijakan yang dirancang pemerintah untuk menarik investasi ke depan nantinya akan tetap menguntungkan bagi investor dan negara.

Baca ulasan DDCNews terkait konsensus pajak global di artikel Selangkah Lagi Mencapai Konsensus Global Pajak Digital. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?