AMERIKA SERIKAT

Bukan TCJA-nya Trump, Ini yang Bikin Amazon Bayar Pajak 0%

Redaksi DDTCNews | Rabu, 27 Februari 2019 | 14:29 WIB
Bukan TCJA-nya Trump, Ini yang Bikin Amazon Bayar Pajak 0%

Ilustrasi. (foto: BGR)

JAKARTA, DDTCNews – Reformasi pajak Presiden Amerika Serikat Donald Trump bukan menjadi faktor paling dominan yang membuat Amazon tidak membayar pajak ke otoritas. Regulasi-regulasi yang sudah ada sejak lama justru yang membuat retailerterbesar di dunia ini tidak harus menyetor pajak.

Amazon mengambil keuntungan jangka panjang dengan mengurangi beban pajak. Pengurangan ini karena perusahaan membayar karyawannya dalam bentuk saham, pembangunan gedung baru, serta penggunaan keringanan pajak ketika perusahaan sedang tidak menguntungkan.

Perusahaan ini mendapatkan manfaat yang biasanya digunakan oleh perusahaan teknologi yakni pengurangan untuk membayar karyawan dalam saham dan penghapusan (write-offs) bagi perusahaan yang sangat bergantung pada pembangunan infrastruktur fisik.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Kredit penelitian dan pengembangan yang sejak awal dirancang untuk mendorong inovasi di Negeri Paman Sam juga menghasilkan potongan pajak hingga US$419 juta untuk Amazon. Selain itu, ada tambahan ratusan juta dolar dalam kerugian yang dimiliki perusahaan bertahun-tahun sebelum untung.

Hal inilah yang membuat perusahaan tersebut tidak membayar pajak federal pada 2018 maupun 2017. Tidak mengherankan jika kondisi ini memunculkan kekesalan publik karena perusahaan yang dipimpin orang terkaya didunia, Jeff Bezos, menghasilkan pendapatan lebih dari US$232 miliar.

Meskipun memiliki ratusan miliar pendapatan, perusahaan hanya membukukan laba sekitar US$9,4 miliar pada 2018. Dengan demikian, basis yang dipakai jauh lebih kecil untuk pajak dan kredit pajak. Amazon menegaskan perusahaannya membayar pajak yang diperlukan.

Baca Juga:
Trump Janji Hentikan Pemajakan Berganda Atas Warga AS di Luar Negeri

“Pajak perusahaan didasarkan pada laba, bukan pendapatan. Laba kami tetap modest, mengingat ritel adalah bisnis yang sangat kompetitif, marginnya rendah,” jelas Amazon dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip pada Rabu (27/2/2019).

Kekesalan publik muncul di New York karena Amazon membatalkan rencana membangun markas keduanya padahal sudah mendapatkan tawaran insentif pajak US$3 miliar. Tawaran insentif ini sebelumnya ditentang keras oleh politisi dan aktivis.

“Saya melihat ada rasa frustrasi di sana, tetapi itu tidak seperti mereka melalukan sesuatu yang ilegal. Begitulah cara hukum pajak bekerja,” ujar Brian Yarbrough, seorang analis ekuitas senior di Edward Jones.

Baca Juga:
Minta Perusahaan Bangun Pabrik di AS, Trump Rancang Bea Masuk Tinggi

Adapun, pengurangan pajak perusahaan dari 35% menjadi 21% dalam Tax Cuts and Jobs Act (TCJA) yang diprakarsai Presiden Donald Trump tidak berdampak besar dalam kasus Amazon. Instrumen-instrumen lama yang tidak berubah di undang-undang baru masih menjadi penyebab utama.

Salah satu faktor terbesar bukanlah perubahan yang substantif. Pengurangan untuk kompensasi berbasis saham berjumlah hampir US$1,1 miliar pada 2018. Hal ini sekarang lebih jelas ditampilkan karena perubahan aturan akuntansi.

“Undang-undang perpajakan tidak mengubah sedikitpun. Ini semua masalah presentasi,” kata Robert Willens, seorang konsultan pajak yang berbasis di New York, seperti dilansir Chicago Tribune.

Atas kondisi ini, pemerintah AS masih mendapatkan hasil positif karena karyawan Amazon akhirnya membayar lebih banyak pajak dar ipada yang bisa dihapuskan oleh perusahaan. Karyawan harus membayar pajak atas pendapatan yang mereka terima dari saham-saham itu dengan tarif yang berada di atas 37%. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Kamis, 17 Oktober 2024 | 19:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Janji Hentikan Pemajakan Berganda Atas Warga AS di Luar Negeri

Rabu, 16 Oktober 2024 | 16:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Minta Perusahaan Bangun Pabrik di AS, Trump Rancang Bea Masuk Tinggi

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

Hingga September, Setoran Pajak Sektor Digital Tembus Rp28,91 Triliun

BERITA PILIHAN
Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:00 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Opsen Pajak Berlaku Mulai Tahun Depan, Program Sengkuyung Digencarkan

Kamis, 24 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Penegakan Hukum Bidang Pajak, Andalan Prabowo untuk Tambah Penerimaan

Kamis, 24 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kepada Sri Mulyani, Prabowo Tekankan Penggunaan APBN Harus Teliti

Kamis, 24 Oktober 2024 | 08:47 WIB PROFESI KONSULTAN PAJAK

Ruston Tambunan Terpilih Jadi Presiden AOTCA Periode 2025-2026

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:30 WIB PERPRES 132/2024

Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kabinetnya Gemuk, Prabowo Minta Menteri Pangkas Kegiatan Seremonial

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:00 WIB UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Awas! Ada Sanksi Blacklist bagi Peserta USKP yang Tidak Datang Ujian

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:30 WIB KEMENTERIAN KEUANGAN

Daftar Lengkap Menteri Keuangan dari Masa ke Masa, Apa Saja Jasanya?

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:00 WIB KABUPATEN MALUKU TENGAH

Pajak Hiburan 45%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Maluku Tengah