JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah kembali mengubah petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2018 yang terbit 19 Februari 2018.
PMK No.19 tersebut merupakan perubahan kedua atas PMK No.70/PMK.03/2017 per 2 Juni 2017, yang 10 hari kemudian direvisi oleh PMK No.73/PMK.03/2017 yang terbit 12 Juni 2017. Secara total, terdapat 20 pokok perubahan pada PMK No.19 ini.
Beberapa pokok perubahan dalam PMK 19 itu antara lain, Pertama, digantinya istilah ‘dimiliki oleh’ menjadi ‘dipegang oleh’ (held by) dalam konteks rekening keuangan. Perubahan ini terlihat di seluruh pasal, antara lain Pasal 1, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 19.
Dengan penggantian istilah tersebut, kewajiban pelaporan rekening keuangan atas satu wajib pajak tertentu oleh lembaga keuangan ke Ditjen Pajak bisa mencakup lebih dari satu rekening, selama rekening tersebut dipegang oleh (held by) wajib pajak bersangkutan.
Kedua, format laporan AEoI. Laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis, baik yang disampaikan untuk pelaksanaan perjanjian internasional maupun untuk kepentingan perpajakan disusun berdasarkan Standar Pelaporan Umum (Common Reporting Standard/ CRS)
Ketentuan standardisasi format ini dijelaskan pada Pasal 2. CRS sendiri adalah standar yang berisi pelaporan, prosedur identifikasi rekening keuangan, dan pertukaran informasi yang dirujuk atau diatur dalam perjanjian internasional untuk pertukaran informasi antarnegara.
Ketiga, penegasan status kontrak investasi kolektif (KIK) sebagai lembaga keuangan pelapor. Namun, kewajiban pelaporannya dilaksanakan oleh manajer investasi (MI) yang mengelola portofolio investasi kolektif tersebut. Ketentuan baru ini ditambahkan melalui Pasal 7 ayat (1a).
Keempat, kesempatan melakukan pembetulan. Ketentuan ini ditegaskan melalui Pasal 7 ayat (11). Dengan penegasan ini, lembaga keuangan pelapor dapat membetulkan laporan AEoI-nya nya jika terdapat kekeliruan dalam pengisiannya.
Kelima, perluasan rekening keuangan orang pribadi yang wajib dilaporkan. Jika ketentuan sebelumnya hanya mencakup subjek pajak dalam negeri dari yurisdiksi tujuan pelaporan, kini kewajiban itu termasuk warisan yang belum terbagi orang pribadi terkait yang sudah meninggal.
Keenam, penegasan kewajiban lembaga keuangan pelapor atas penerbitan rekening keuangan baru, yaitu meminta pernyataan diri (self certification), mengklarifikasi kewajaran pernyataan itu, dan menentukan negara domisili pemegang rekening berdasar pernyataan tersebut.
Ketujuh, kewajiban memenuhi prosedur identifikasi rekening keuangan oleh agen penjual, dalam hal rekening keuangan yang dikelola lembaga pelapor terkait aset keuangan yang dijual melalui agen penjual. Hal ini diatur melalui ketentuan baru, yaitu Pasal 9 ayat (5,6,7).
Dengan ketentuan tersebut, agen penjual juga wajib menyerahkan dokumen prosedur identifikasi itu kepada lembaga keuangan pelapor baik yang mengelola aset berupa KIK, maupun yang bertindak sebagai lembaga kustodian dalam hal asetnya bukan unit penyertaan KIK. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.