ROUND UP FOKUS AKHIR TAHUN

Bersiap Menyongsong Implementasi Sistem Inti Pajak yang Baru

Redaksi DDTCNews | Kamis, 22 Desember 2022 | 13:10 WIB
Bersiap Menyongsong Implementasi Sistem Inti Pajak yang Baru

Ilustrasi. 

BAYAR pajak semudah beli pulsa. Harapan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Indrawati itu sempat viral pada medio 2019. Konteksnya, reformasi perpajakan juga menyentuh tataran administrasi sehingga mempermudah pembayaran pajak.

Dalam peringatan Hari Pajak 2022, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan otoritas terus menyederhanakan administrasi dengan digitalisasi. Pembayaran pajak dipermudah, terlebih sudah banyak lembaga dan bank persepsi yang menyediakan saluran pembayaran pajak.

Namun, sebelum membayar, ada proses penghitungan yang biasanya tidak mudah. Apalagi, Indonesia menganut sistem self assessment. Solusinya, secara paralel, DJP akan menyampaikan informasi pemotongan/pemungutan pajak yang didapat dari pihak lain.

Baca Juga:
Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Skema yang dikenal dengan prepopulated tersebut sebenarnya sudah mulai berjalan. Hal itu bisa terlihat saat wajib pajak mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Biasanya, sistem dari DJP akan menyajikan data yang sudah diperoleh. Wajib pajak hanya perlu mengonfirmasi data tersebut.

Dengan adanya reformasi perpajakan, terutama terkait dengan pilar teknologi informasi dan database, skema tersebut terus diperkuat. Terlebih, kolaborasi DJP dengan pihak ketiga akan makin erat dengan adanya pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax system.

Interoperabilitas

DALAM wawancara eksklusif dengan DDTCNews, Suryo Utomo mengatakan interoperabilitas dengan para pihak tidak bisa dihindari. Interoperabilitas merupakan kemampuan berbagai jenis komputer, aplikasi, sistem operasi, dan jaringan untuk bertukar informasi dengan cara yang bermanfaat dan bermakna.

Baca Juga:
Istri Pilih ‘Hanya Registrasi’ di Coretax, Perlu Lapor SPT Sendiri?

Dengan adanya coretax dan implementasi penuh NIK sebagai NPWP mulai 2024, pertukaran data dan informasi bisa berlangsung real time. Suryo mengibaratkan jika bisa menggunakan selang (skema host-to-host), penyampaian data dan informasi tidak perlu pakai jasa pos.

“[Sistem] terhubung. Jadi, lebih bagus kita sambung daripada kita kirim-kirim. Pokoknya data apa saja kita ambil, tapi yang penting parameter identitas harus sama. Makanya, di UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), kita pakai NIK,” jelas Suryo.

Selain digunakan untuk mempermudah penghitungan pajak, data-data yang didapat dari berbagai pihak juga akan digunakan untuk berbagai keperluan bisnis lainnya, termasuk pengawasan. Intinya, tujuan yang ingin dicapai terkait dengan peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Baca Juga:
Faktur Pajak Approved Tapi Tidak Muncul di Coretax, Harus Bagaimana?

Menurut International Monetary Fund (IMF) dalam Use of Technology in Tax Administrations 1, otoritas pajak harus mengingat tujuan utamanya adalah meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta mengadopsi teknologi baru secara sistematis yang mendukung arah bisnis dan inisiatif kepatuhan.

Dalam publikasi IMF tersebut, interoperabilitas menjadi salah satu tahapan reformasi administrasi pajak yang mempertemukan antara otoritas pajak, pembayar pajak, dan pihak lain melalui sarana teknologi informasi.

Beberapa proses bisnis bisa masuk dalam tahap ini. Misalnya, penentuan pajak dari sistem akuntansi yang terkait dengan prepopulated SPT. Kemudian, ada e-tax audit dan e-crosscheck, yakni mengotomatiskan proses penegakan (enforcement) ketentuan sehingga lebih transparan.

Baca Juga:
Ajukan SKB Hibah dari Orang Tua ke Anak, Harus Pakai Akun Coretax

Ada pula e-invoicing atau e-faktur dengan menyelaraskan pajak dan platform transaksi komersial. Kemudian, ada jendela tunggal (single window) di seluruh entitas pemerintahan untuk menyederhanakan berbagai proses yang berhubungan dengan warga negara.

Perlakuan Wajib Pajak

DENGAN adanya coretax, ada sekitar 21 proses bisnis di DJP yang akan berubah. Salah satu proses bisnis yang penting terkait dengan wajib pajak adalah adanya taxpayer account management.

Sederhananya, taxpayer account adalah aplikasi yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengakses data perpajakannya sendiri, seperti riwayat aktivitas pembayaran pajak, riwayat aktivitas pelaporan SPT, utang pajak, atau piutang pajak.

Baca Juga:
Ayo Ingat Lagi! Enam Solusi untuk Wajib Pajak yang Lupa EFIN

Taxpayer account dikembangkan dengan pendekatan personalised user-centred sesuai dengan pengalaman, preferensi, dan kebiasaan wajib pajak. Terlebih, bersamaan dengan coretax system, DJP juga akan memasang compliance risk management (CRM) dan business intelligent (BI).

Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP Dasto Ledyanto menyebut CRM dan BI sudah dapat menjalankan fungsi untuk prediktif dan preskriptif, sebagai posisi data analytics yang tertinggi. Dengan teknologi ini, DJP dapat memberikan perlakuan kepada wajib pajak secara berbeda-beda, sesuai dengan profil kepatuhannya.

"Kalau nanti ini [selesai dikembangkan], mudah-mudahan lebih fokus dan bisa memberikan treatment yang pas kepada wajib pajak kita," ujarnya.

Baca Juga:
Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Meski demikian, Dasto menegaskan pengembangan CRM dan BI akan dilakukan secara terus menerus, seperti yang dilakukan banyak negara-negara lain. Di sisi lain, pengembangan sebuah CRM memang memerlukan waktu yang panjang.

Sebagai informasi kembali, pada tahun ini, DJP akan mengintegrasikan 9 jenis CRM, yakni CRM pemeriksaan dan pengawasan, ekstensifikasi, penagihan, transfer pricing, edukasi perpajakan, penilaian, penegakan hukum, pelayanan, dan keberatan.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pengembangan CRM dan BI untuk menuju data-driven organization. Pengembangan CRM akan mendukung optimalisasi penerimaan sekaligus mengubah perspektif hubungan DJP dengan wajib pajak.

Baca Juga:
PMK Baru! Aturan Soal Restitusi Dipercepat Direvisi, Sesuaikan Coretax

"DJP tentu perlu instrumen yang bisa memastikan yang diberikan ke wajib pajak itu treatment-nya paling tepat. Yang diperiksa, tentu yang berisiko, sedangkan yang sudah patuh diberikan pelayanan prima," jelas Yon.

Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) sekaligus Founder DDTC Darussalam mengatakan sesuai dengan strategi kepatuhan yang diperkenalkan OECD (2004) dapat disimpulkan perlunya treatment yang berbeda bagi tiap kelompok wajib pajak.

Untuk kelompok wajib pajak patuh, otoritas bisa memberikan ‘karpet merah’ dari sisi pelayanan. Kemudian, terhadap kelompok wajib pajak ingin patuh, otoritas bisa terus memberikan bimbingan dan arahan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Baca Juga:
Coretax Nyambung dengan Data Perbankan, DJP Rilis Imbauan Soal SPT

Sementara terhadap wajib pajak yang mencoba tidak patuh, otoritas bisa senantiasa mengingatkan. Lalu, untuk kelompok wajib pajak yang sudah berniat untuk tidak patuh, otoritas bisa melakukan tindakan tegas.

Pada saat ini, menurut dia, ada kemungkinan atas wajib pajak dengan profil risiko yang berbeda justru diperlakukan sama (mismatch treatment). Akibatnya, memunculkan ketidakpastian dan menciptakan ketidakpatuhan.

“Dengan adanya CRM yang akan ditopang PSIAP, kepastian bagi wajib pajak menjadi lebih mudah terwujud,” ujarnya, dikutip dari Perspektif berjudul Menanti Era Baru Sistem Pajak Berbasis Teknologi.

Baca Juga:
Modernisasi Pelayanan Pajak, DJP Komitmen Optimalkan Coretax System

Sumber Daya Manusia

UNTUK mewujudkan data-driven organization, reformasi tidak cukup dengan penyediaan teknologi informasi terbaru. Hal tersebut ditegskan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Technologies for Better Tax Administration: A Practical Guide for Revenue Bodies.

OECD menegaskan perlunya membangun data-driven culture. Transformasi kultur itu tidak bicara mengenai penggunaan teknologi terbaru dalam proses bisnis yang sudah ada saat ini (existing), tetapi mengubah pola pikir dan kebiasaan sumber daya manusia (SDM).

Hal tersebut juga diamini Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Dia mengatakan ada task force khusus di DJP yang bukan hanya memikirkan instalasi program, melainkan juga perubahan cara berpikir dan cara bekerja.

Baca Juga:
Alasan Coretax Tidak Diimplementasikan secara Bertahap, Ini Kata DJP

“Kemudian, yang jauh lebih penting adalah change management-nya. Dari bekerja dengan sistem sekarang, nanti secara bertahap berpindah ke sistem yang baru. Keseluruhan sistem diurai. Kalau sekarang bekerja secara bagian [terpisah], nanti dia dalam satu sistem coretax akan tersambung,” katanya.

Suryo Utomo juga mengatakan akan ada perubahan pengalokasian SDM di DJP dengan adanya coretax. Hal inilah yang akan terus dikerjakan pada 2023 beriringan dengan penajaman berbagai proses bisnis untuk tetap mengamankan tanggung jawab pengumpulan penerimaan pajak.

“Jadi, reform pajak tidak hanya mengganti aplikasi. Reform isn’t just setting atau implementing aplikasi. Aspek yang lebih penting adalah menyiapkan SDM, orangnya. Lalu kebutuhan sistemnya. [Penataan SDM] harus gradual,” kata Suryo.

Baca Juga:
Faktur yang Ditandatangani Melonjak, Kapasitas Unggah Coretax Naik

Nantinya, dengan adanya coretax system, alokasi SDM paling besar akan berada di fungsi pengawasan. Oleh karena itulah, DJP berencana menambah SDM pada fungsi tersebut sekaligus memperkuat kapasitasnya.

Namun demikian, dia mengatakan pengawasan akan tetap dilakukan berdasarkan profil risiko masing-masing wajib pajak. Dengan adanya coretax system yang memuat CRM dan BI, pengawasan akan lebih berkualitas. Selain itu, jumlah wajib pajak yang ditangani untuk tiap fiskus juga bisa lebih banyak.

“Jadi, di 2023, itu yang menjadi PR (pekerjaan rumah) saya sebetulnya. Menyelesaikan coretax sendiri. Coretax itu kan baru sistem inti ya. Nanti saya siapin yang diperlukan sekelilingnya [termasuk SDM],” ujar Suryo.

Baca Juga:
Keterangan Lengkap Terkini DJP Soal Penerbitan Faktur Pajak di Coretax

Dari keseluruhan aspek yang diulas dari awal, teknologi memungkinkan otoritas pajak untuk memodernisasi cara pengelolaan sistem pajak dan interaksinya dengan wajib pajak. Dari interaksi tatap muka tradisional dan berbasis kertas, otoritas makin beralih ke interaksi yang lebih digital.

Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan otoritas pada 2023, sebelum implementasi coretax system dan penggunaan NIK sebagai NPWP. Bukan hanya terkait aspek fisik dari teknologi, melainkan juga urusan SDM serta skema interaksi dengan wajib pajak dan pihak lain.

Bagaimana dengan wajib pajak? Dengan adanya transformasi digital di tubuh otoritas, wajib pajak juga harus bersiap dengan perubahan, termasuk dari sisi interaksi dengan kantor pajak. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Istri Pilih ‘Hanya Registrasi’ di Coretax, Perlu Lapor SPT Sendiri?

Rabu, 29 Januari 2025 | 15:30 WIB CORETAX SYSTEM

Faktur Pajak Approved Tapi Tidak Muncul di Coretax, Harus Bagaimana?

Selasa, 28 Januari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan SKB Hibah dari Orang Tua ke Anak, Harus Pakai Akun Coretax

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Entitas Dana Investasi yang Dikecualikan Pajak Minimum Global