Co-Founder Bukalapak Fajrin Rasyid.
JAKARTA, DDTCNews – Pelaku usaha menawarkan skema berbagi data agregat dalam pemajakan transaksi e-commerce. Tawaran ini muncul setelah pemerintah menarik kembali beleid perlakuan pajak e-commerce yang seharusnya berlaku mulai 1 April 2019.
Co-Founder Bukalapak Fajrin Rasyid mengatakan berbagi data menjadi opsi masuk akal sebagai pintu masuk untuk memajaki pelaku usaha digital. Hal tersebut, menurutnya, akan menjadi pembahasan pascaditariknya PMK 210/2018.
“Ke depan kita lihat lagi mungkin kita bisa sedikit banyak share data agregat. Jadi bukan data per merchant, melainkan data agregat,” katanya di Menara Rajawali, Kamis (4/4/2019).
Data agregat yang dimaksud adalah seberapa banyak pelapak di Bukalapak yang masuk kategori pengusaha kena pajak (PKP) atau yang mempunyai omzet di atas Rp4,8 miliar. Data tersebut dinilai akan berguna untuk menyusun kebijakan perpajakan bagi pelaku ekonomi digital.
Pasalnya, pemerintah mempunyai alat untuk mengukur kapasitas ekonomi pemain di ranah digital. Hal inilah yang menurut dia terlewat dari PMK 210/2018.
“Misalnya dari 4 juta lebih UKM di Bukalapak sebenarnya berapa sih yg omsetnya di atas Rp4.8 miliar karena dia harusnya PKP, misalkan. Bila dari data itu ada yang belum bayar pajak maka bisa kita dorong untuk bayar pajak dengan benar,” tandasnya.
Pembicaraan dengan otoritas fiskal, lanjutnya, tetap akan berlanjut setelah PMK 210/2018 ditarik lagi oleh Menkeu Sri Mulyani. Oleh karena itu, pengaturan dalam aspek perpajakan bagi pelapak online idealnya merujuk kepada data agregat tersebut.
“Pengaturan lebih lanjut tergantung bagaimana hasil data dari pelaku e-commerce. Jadi, masih terlalu dini kalau kita sampaikan kapan waktu yang tepat [pemajakan e-commerce] karena kita tidak tahu datanya seperti apa,” imbuhnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.