JAKARTA, DDTCNews – Harga komoditas yang membaik tahun depan, beriring dengan kenaikan belanja sektor swasta yang didukung kebijakan pemangkasan suku bunga diyakini akan mengerek pertumbuhan ekonomi RI 2017 ke level 5,1%.
Economic Advisor & Oxford Economics Lead Economist (ICAEW) Priyanka Kishore mengatakan situasi itu akan diperkuat oleh prospek ekonomi ASEAN yang cukup positif, terlepas dari kondisi ekonomi global yang pasang surut serta ketidakstabilan politik.
“Di ASEAN, Indonesia adalah satu-satunya negara yang merasakan inflasi pada harga grosir tahunan, yang masih berada di wilayah positif. Daya penetapan harga seharusnya dapat pulih pada kuartal-kuartal berikutnya berkat biaya energi yang lebih stabil” ujarnya di Jakarta, Kamis (8/12).
Priyankan menjelaskan daya penetapan harga seharusnya mampu meningkat secara perlahan pada kuartal pertama tahun 2017. Hal ini disebabkan karena biaya sektor energi yang lebih stabil dan deteksi awal kenaikan harga di Cina yang merupakan pasar tujuan ekspor utama Indonesia.
Data terbaru menunjukkan adanya peningkatan pada perdagangan pada sejumlah ekonomi seperti Vietnam dan Singapura, dan memungkinkan apabila bank-bank sentral ASEAN dapat meringankan kebijakannya masing-masing untuk mendukung pertumbuhan tersebut.
Risiko eksternal utama bagi pertumbuhan ASEAN untuk beberapa tahun ke depan adalah potensi melambatnya pertumbuhan kredit di Tiongkok. Hal ini dapat melemahkan permintaan global atas bahan mentah yang merupakan ekspor utama bagi Indonesia dan Malaysia.
Adapun, permintaan Tiongkok akan barang impor dari Vietnam pun akan mengkhawatirkan, begitu juga arus wisatawan Tiongkok ke Thailand serta aktivitas Singapura sebagai pusat transportasi dan logistik pada sektor-sektor tersebut.
Sebagai pusat daerah perdagangan, ekonomi ASEAN pun akan sangat terpengaruh oleh kontroversi kebijakan perdagangan di Amerika Serikat, mengikuti inagurasi Presiden Donald Trump. Namun, di sisi yang lebih positif, secara relatif ASEAN tidak akan terpengaruhi efek messy Brexit oleh Inggris.
Ekonomi negara-negara ASEAN pun menjadi rapuh dengan adanya perlambatan umum pada globaliasi atau erosi atas luasnya konsensus yang memihak kepada perdagangan bebas.
Banyak negara di kawasan ASEAN seperti Indonesia yang sudah sukses bergerak ke atas pada rantai ekonomi global, berkat kesempatan-kesempatan yang dihadirkan oleh perdagangan bebas dan arus investasi.
Priyanka menyatakan hal tersebut akan mendukung kepercayaan diri bisnis manufaktur. Dengan begitu, bisnis-bisnis pun tetap harus waspada atas berbagai risiko permintaan, terutama dengan menurunnya pertumbuhan di Tiongkok.
Menurut laporan Control Risks Economic and Political Risk Evaluator oleh Oxford Economics, kawasan ASEAN menunjukan kinerja yang cukup baik pada langkah-langkah dalam mengatasi politik, ekonomi, nilai tukar kurs dan risiko nilai kredit jika dibandingkan dengan pasar berkembang terkemuka lainnya.
Namun, sebagian besar negara ASEAN jatuh ke peringkat rendah dalam hal business environment ranks, terutama Indonesia yang masih lemah dan kesulitan dalam menegakkan kontrak. (Amu/Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.