PERTUMBUHAN EKONOMI RI

Begini Proyeksi Sektor Komoditas 2017

Redaksi DDTCNews | Jumat, 09 Desember 2016 | 10:30 WIB
Begini Proyeksi Sektor Komoditas 2017

JAKARTA, DDTCNews – Harga komoditas yang membaik tahun depan, beriring dengan kenaikan belanja sektor swasta yang didukung kebijakan pemangkasan suku bunga diyakini akan mengerek pertumbuhan ekonomi RI 2017 ke level 5,1%.

Economic Advisor & Oxford Economics Lead Economist (ICAEW) Priyanka Kishore mengatakan situasi itu akan diperkuat oleh prospek ekonomi ASEAN yang cukup positif, terlepas dari kondisi ekonomi global yang pasang surut serta ketidakstabilan politik.

“Di ASEAN, Indonesia adalah satu-satunya negara yang merasakan inflasi pada harga grosir tahunan, yang masih berada di wilayah positif. Daya penetapan harga seharusnya dapat pulih pada kuartal-kuartal berikutnya berkat biaya energi yang lebih stabil” ujarnya di Jakarta, Kamis (8/12).

Baca Juga:
Tumbuhkan Ekonomi 8 Persen, RI Butuh Investasi Rp13.000 Triliun

Priyankan menjelaskan daya penetapan harga seharusnya mampu meningkat secara perlahan pada kuartal pertama tahun 2017. Hal ini disebabkan karena biaya sektor energi yang lebih stabil dan deteksi awal kenaikan harga di Cina yang merupakan pasar tujuan ekspor utama Indonesia.

Data terbaru menunjukkan adanya peningkatan pada perdagangan pada sejumlah ekonomi seperti Vietnam dan Singapura, dan memungkinkan apabila bank-bank sentral ASEAN dapat meringankan kebijakannya masing-masing untuk mendukung pertumbuhan tersebut.

Risiko eksternal utama bagi pertumbuhan ASEAN untuk beberapa tahun ke depan adalah potensi melambatnya pertumbuhan kredit di Tiongkok. Hal ini dapat melemahkan permintaan global atas bahan mentah yang merupakan ekspor utama bagi Indonesia dan Malaysia.

Baca Juga:
Prabowo Akui Ekonomi Indonesia Belum Tumbuh Secara Merata

Adapun, permintaan Tiongkok akan barang impor dari Vietnam pun akan mengkhawatirkan, begitu juga arus wisatawan Tiongkok ke Thailand serta aktivitas Singapura sebagai pusat transportasi dan logistik pada sektor-sektor tersebut.

Sebagai pusat daerah perdagangan, ekonomi ASEAN pun akan sangat terpengaruh oleh kontroversi kebijakan perdagangan di Amerika Serikat, mengikuti inagurasi Presiden Donald Trump. Namun, di sisi yang lebih positif, secara relatif ASEAN tidak akan terpengaruhi efek messy Brexit oleh Inggris.

Ekonomi negara-negara ASEAN pun menjadi rapuh dengan adanya perlambatan umum pada globaliasi atau erosi atas luasnya konsensus yang memihak kepada perdagangan bebas.

Baca Juga:
Tingkatkan Peran KEK, Airlangga: RI Perlu Contoh China dan Vietnam

Banyak negara di kawasan ASEAN seperti Indonesia yang sudah sukses bergerak ke atas pada rantai ekonomi global, berkat kesempatan-kesempatan yang dihadirkan oleh perdagangan bebas dan arus investasi.

Priyanka menyatakan hal tersebut akan mendukung kepercayaan diri bisnis manufaktur. Dengan begitu, bisnis-bisnis pun tetap harus waspada atas berbagai risiko permintaan, terutama dengan menurunnya pertumbuhan di Tiongkok.

Menurut laporan Control Risks Economic and Political Risk Evaluator oleh Oxford Economics, kawasan ASEAN menunjukan kinerja yang cukup baik pada langkah-langkah dalam mengatasi politik, ekonomi, nilai tukar kurs dan risiko nilai kredit jika dibandingkan dengan pasar berkembang terkemuka lainnya.

Namun, sebagian besar negara ASEAN jatuh ke peringkat rendah dalam hal business environment ranks, terutama Indonesia yang masih lemah dan kesulitan dalam menegakkan kontrak. (Amu/Gfa)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Tumbuhkan Ekonomi 8 Persen, RI Butuh Investasi Rp13.000 Triliun

Kamis, 19 Desember 2024 | 13:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Prabowo Akui Ekonomi Indonesia Belum Tumbuh Secara Merata

Kamis, 12 Desember 2024 | 10:00 WIB KINERJA FISKAL

Meski Terkontraksi 4 Persen, Kinerja PNBP Sudah Lampaui Target

Selasa, 10 Desember 2024 | 16:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tingkatkan Peran KEK, Airlangga: RI Perlu Contoh China dan Vietnam

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?