KEBIJAKAN BEA MASUK

Bea Masuk Antidumping atas Impor Serat Polyester Diperpanjang

Dian Kurniati | Selasa, 06 Desember 2022 | 10:00 WIB
Bea Masuk Antidumping atas Impor Serat Polyester Diperpanjang

Tampilan awal salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 176/2022.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memperpanjang pengenaan bea masuk antidumping atas impor serat polyester staple (polyester staple fiber/PSF) asal India, China, dan Taiwan seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 176/2022.

Melalui PMK 176/2022, pemerintah melanjutkan pengenaan bea masuk antidumping terhadap impor produk PSF. Pengenaan bea masuk tambahan diperpanjang lantaran masih ditemukan kerugian di dalam negeri akibat praktik dumping di ketiga negara tersebut.

"Hasil penyelidikan Komite Antidumping Indonesia telah membuktikan masih terjadi kerugian industri dalam negeri sebagai akibat adanya praktik dumping," bunyi salah satu pertimbangan dalam PMK 176/2022, dikutip pada Selasa (6/12/2022).

Baca Juga:
Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Merujuk pada Pasal 2 ayat (1) PP 34/2011, barang impor selain dikenakan bea masuk dapat pula dikenakan bea masuk antidumping jika harga ekspor dari barang yang diimpor lebih rendah dari nilai normalnya dan menyebabkan kerugian.

Bea masuk antidumping pun dikenakan terhadap barang impor berupa produk PSF asal India, China, dan Taiwan sejak 2010.

Bea masuk antidumping ini dikenakan atas produk PSF dengan uraian serat staple sintetik, tidak digaruk, disisir, atau diproses secara lain untuk dipintal, yang termasuk dalam pos tarif 5503.20.10 dan 5503.20.90.

Baca Juga:
AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Pasal 2 beleid itu memerinci daftar perusahaan eksportir produk PSF yang dikenakan bea masuk antidumping dengan besaran tarif yang bervariasi. Dari India, bea masuk antidumping dikenakan terhadap produk yang diekspor 3 perusahaan dengan tarif 5,82% dan 16,67%.

Sementara itu, bea masuk antidumping atas impor PSF asal China, dikenakan pada 2 perusahaan eksportir dengan tarif 13% dan 16,1%. Adapun dari Taiwan, bea masuk antidumping atas impor PSF dikenakan pada 1 eksportir dengan tarif 28,47%.

Pengenaan bea masuk antidumping merupakan tambahan dari bea masuk umum (most favoured nation) atau bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang telah dikenakan.

Baca Juga:
Kenakan BMAD, Sri Mulyani: Lindungi Industri dari Impor Barang Murah

Dalam hal ketentuan dalam perjanjian atau kesepakatan internasional tidak terpenuhi, pengenaan bea masuk antidumping atas importasi dari negara yang termasuk dalam perjanjian atau kesepakatan internasional merupakan tambahan dari bea masuk umum.

Besaran bea masuk antidumping tersebut berlaku terhadap barang impor PSF yang: dokumen pemberitahuan pabean impornya telah mendapat nomor pendaftaran dari kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean jika penyelesaian kewajiban pabean dilakukan dengan pengajuan pemberitahuan pabean; atau tarif dan nilai pabeannya ditetapkan oleh kantor pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean jika penyelesaian kewajiban pabean dilakukan tanpa pengajuan pemberitahuan pabean.

Terhadap pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga:
Seluruh K/L Diminta Usulkan Revisi Belanja Paling Lambat 14 Februari

PMK 176/2022 berlaku selama 5 tahun terhitung sejak tanggal PMK berlaku. "Peraturan menteri ini mulai berlaku setelah 10 hari terhitung sejak tanggal diundangkan [pada 2 Desember 2022]," bunyi Pasal 5 ayat (2) PMK 176/2022.

Bea masuk antidumping atas barang impor PSF asal India, China, dan Taiwan pertama kali dikenakan pada 2010 selama 5 tahun berdasarkan PMK 198/2010. Melalui PMK 73/2016 dan PMK 114/2019, bea masuk antidumping tersebut 2 kali diperpanjang masing-masing selama 3 tahun dan seharusnya berakhir tahun ini. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 10:51 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bangun Sistem Pajak Berkeadilan, Civil Society Perlu Pahami Isu Pajak

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP