Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pelaku UMKM yang bahan bakunya diambil dari luar negeri pasti akrab dengan kegiatan impor. Masyarakat yang kerap berbelanja produk dari luar negeri juga tentunya familiar dengan aktivitas impor.
Terkadang, ada barang impor yang disita oleh otoritas Bea dan Cukai. Anda pernah mengalaminya? Ternyata, ada sejumlah ketentuan yang membuat barang impor disita oleh Kantor Bea Cukai.
"Setiap barang impor harus memenuhi kewajiban kepabeanan," tulis Bea Cukai Tanjung Perak dalam keterangannya, Sabtu (3/6/2023).
Kewajiban kepabeanan yang dimaksud adalah pelunasan pungutan negara dan pemenuhan terhadap aturan tata niaga impor/larangan pembatasan (lartas). Kemudian, atas barang impor yang tidak kena pungutan negara dan tidak termasuk larangan/pembatasan dapat langsung dikeluarkan.
Namun, apabila pungutan tidak dilunasi atau aturan tata niaga impor/larangan pembatasan tidak dipenuhi maka atas barang impor tersebut dilakukan penyitaan oleh Bea Cukai.
"Bukan diambil dan dibawa pulang petugas ya, barang Anda masih di gudang Bea Cukai," kata DJBC.
Perlu dipahami, pungutan negara di bidang impor dikenakan untuk melindungi produk lokal yang serupa.
Sementara itu, kebijakan larangan pembatasan disusun oleh instansi teknis terkait lainnya. Misalnya, produk obat-obatan oleh BPOM, alat kesehatan oleh Kemenkes, dan senjata oleh Polri.
Sebagai informasi, impor barang kiriman telah diatur melalui PMK 199/2019. Sesuai ketentuan tersebut, terdapat beberapa mekanisme pengenaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) dalam prosedur impor barang kiriman.
Pungutan bea masuk tidak dikenakan terhadap barang kiriman dengan nilai barang maksimal US$3. Pungutan bea masuk sebesar 7,5% baru akan dikenakan terhadap barang kiriman dengan nilai US$3 hingga US$1.500, sedangkan untuk yang bernilai di atas US$1.500 dikenakan tarif sesuai buku tarif kepabeanan Indonesia (BTKI).
Bea masuk juga dikenakan terhadap barang dengan ketentuan tertentu, seperti tekstil, tas, sepatu, dan buku.
Selain bea masuk, atas barang kiriman juga dikenakan PDRI. PDRI dapat berupa PPN sebesar 11%, PPh untuk barang kiriman dengan nilai lebih dari US$1.500 USD dan barang dengan ketentuan tertentu, serta PPnBM dengan tarif 10% hingga 200%.
Terdapat beberapa cara untuk membayar pungutan tersebut. Untuk barang dengan nilai mencapai US$1.500, pembayaran bea masuk dan PDRI dapat dilakukan melalui penyelenggara pos atau langsung oleh penerima.
Sedangkan untuk barang dengan nilai lebih dari US$1.500 USD per PIB/PIBK, pembayaran harus dilakukan langsung oleh penerima menggunakan kode billing. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.