PEREKONOMIAN INDONESIA

Bappenas: Indonesia Terjebak dalam Middle Income Trap Selama 30 Tahun

Redaksi DDTCNews | Rabu, 29 Maret 2023 | 12:00 WIB
Bappenas: Indonesia Terjebak dalam Middle Income Trap Selama 30 Tahun

Pekerja melintasi pelican crossing di Jakarta, Senin (6/2/2022). Badan Pusat Statik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV tahun 2022 mencapai 5,31 persen secara tahunan (yoy), angka tersebut sesuai dengan target APBN 2022 yang dipatok pemerintah sebesar 5,1-5,3 persen (yoy). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Indonesia sudah terperangkap dalam jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap) selama 30 tahun terakhir. Fakta ini disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Kepala Bappenas) Suharso Monoarfa dalam rapat terbatas yang digelar bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Suharso mengungkapkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 20 tahun terakhir masih di level 4,01%. Setelah sempat terkontraksi akibat pandemi Covid-19, ekonomi Indonesia baru bisa bangkit dengan pertumbuhan di atas 5% pada 2022 lalu.

"Dalam skenario yang disusun Bappenas, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 6% agar mampu secara graduasi keluar dari middle income trap, karena kita sudah 30 tahun di middle income trap," kata Suharso dilansir Sekretariat Kabinet, dikutip pada Rabu (29/3/2023).

Baca Juga:
Tumbuhkan Ekonomi 8 Persen, RI Butuh Investasi Rp13.000 Triliun

Berdasarkan evaluasi, Bappenas mengidentifikasi sejumlah faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. Dua di antaranya yang paling utama adalah rendahnya produktivitas faktor total sebagai salah satu parameter kualitas pertumbuhan ekonomi, serta ketimpangan per kapita antarprovinsi yang masih tinggi.

Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Suharso menilai pemerintah perlu memanfaatkan momentum demografi untuk menaikkan produk domestik bruto (PDB) per kapita secara cepat.

"Bonus demografi itu dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh setiap negara bangsa untuk melepaskan diri dari GNI per kapitanya yang rendah," kata Suharso.

Baca Juga:
Prabowo Akui Ekonomi Indonesia Belum Tumbuh Secara Merata

Indonesia bisa saja belajar dari Korea Selatan dalam menggenjot pendapatan per kapita dengan memanfaatkan bonus demografi. Ketika memasuki periode bonus demografi pascaperang Korea, yakni sekitar 1960-an, pendapatan per kapita Korea Selatan hanya US$3.530. Kini, angkanya melonjak menjadi US$35.000. Bonus demografi Korea Selatan sendiri diprediksi akan berakhir pada 2028.

Dengan beragam tantangan tersebut, pemerintah mulai menyusun Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Melalui RPJPN tersebut, Indonesia harus melakukan tranformasi untuk mendorong pembangunan yang lebih baik dan mencapai visi Indonesia Emas 2045: Negara Maritim yang Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan.

"Kami telah menyampaikan kerangka pikirnya, kami telah menyampaikan kisi-kisi yang dibahas, yang akan nanti menjadi naskah akademik di dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional," ujarnya.

Baca Juga:
Tingkatkan Peran KEK, Airlangga: RI Perlu Contoh China dan Vietnam

RPJPN ini, lanjut Suharso, akan menjadi panduan seluruh komponen bangsa dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.

"Kita juga telah melakukan review terhadap capaian pembangunan selama 2 dekade sebelumnya. Kita juga memperhitungkan megatren global dan apa yang kita miliki sebagai modal dasar pembangunan, dan tentu tantangan-tantangan yang harus kita jawab ke depan dengan paradigma baru, terobosan baru, imperatif dan kohesif," imbuhnya.

Di dalam ratas, ujar Suharso, Presiden Jokowi mengingatkan jajarannya untuk memilih strategi besar dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.

“RPJP itu sendiri adalah strategic direction yang menjadi pedoman untuk semua stakeholder tetapi memang diperlukan sebuah strategi besar yang kita akan pilih dalam rangka melakukan itu. Nah yang ditawarkan oleh Bappenas adalah transformasi sosial ekonomi dan tata kelola,” kata Jokowi. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Tumbuhkan Ekonomi 8 Persen, RI Butuh Investasi Rp13.000 Triliun

Kamis, 19 Desember 2024 | 13:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Prabowo Akui Ekonomi Indonesia Belum Tumbuh Secara Merata

Selasa, 10 Desember 2024 | 16:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tingkatkan Peran KEK, Airlangga: RI Perlu Contoh China dan Vietnam

Selasa, 10 Desember 2024 | 09:30 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Prabowo Minta Kerja Sama Pengendalian Inflasi Dilanjutkan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak