Ilustrasi. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah Australia akhirnya mencabut bea masuk antidumping (BMAD) sebesar 28,3% atas impor produk trafo daya asal Indonesia setelah pemerintah RI mengajukan banding sejak 6 November 2019.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebut keputusan pencabutan BMAD ditetapkan berdasarkan laporan akhir dari Anti Dumping Review Panel (ADRP) Australia yang dirilis pada 14 September 2020.
"Tentu kami menyambut baik keputusan Australia mencabut BMAD bagi salah satu eksportir trafo daya Indonesia ini. Peluang mengisi pasar di Australia makin terbuka," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (21/9/2020).
Agus menuturkan produk trafo daya asal Indonesia yang sempat dimasalahkan Australia yaitu perangkat listrik pasif yang mentransfer energi dari satu rangkaian listrik ke rangkaian lainnya atau beberapa rangkaian.
Trafo paling sering digunakan untuk meningkatkan tegangan listrik rendah pada arus tinggi atau menurunkan tegangan listrik tinggi ke arus rendah dalam aplikasi tenaga listrik, serta untuk menggabungkan tahapan rangkaian pemrosesan sinyal elektromagnetik.
Agus berharap pencabutan BMAD ini dapat berkontribusi terhadap kenaikan ekspor RI ke Australia. Menurutnya, peningkatan kinerja ekspor itu sangat dibutuhkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Sementara itu, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Didi Sumedi menambahkan pencabutan BMAD tersebut tidak lepas dari kerja keras pemerintah dan eksportir Indonesia dalam memperjuangkan hambatan dagang tersebut.
"Sejak penyelidikan, baik pemerintah maupun eksportir selalu bersikap kooperatif. Indonesia mengajukan banding ke ADRP karena tidak terdapat bukti yang mendukung dilanjutkannya perpanjangan pengenaan BMAD tersebut," ujarnya.
Semula, Australia berencana memperpanjang penerapan BMAD dengan tarif 28,3% selama 5 tahun ke depan. Pemerintah Indonesia lantas merespons dengan menempuh berbagai upaya, di antaranya melalui upaya diplomatis tingkat pejabat tinggi (high level officials).
Meski demikian, penghentian pengenaan BMAD itu hanya diberikan kepada perusahaan eksportir yang mengajukan banding ke ADRP. Saat ini, ekspor produk trafo daya ke Australia hanya dilakukan oleh satu atau dua perusahaan nasional.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor trafo daya Indonesia ke Australia cenderung menurun setelah dikenakan BMAD dengan besaran 28,3% pada 2014.
Pada 2015, nilai ekspor produk tersebut ke Australia sebesar US$7,4 juta, tetapi turun drastis menjadi US$797.000 pada 2018, dan terus menurun hingga US$667.000 pada 2019.
Pada tingkat global, ekspor trafo daya Indonesia mengalami pasang surut. Pada 2015, kinerja ekspor produk tersebut mencapai US$42 juta. Namun, turun menjadi US$9,7 juta pada 2016 dan US$4,6 juta pada 2017.
Kinerja ekspor kembali membaik pada 2018 menjadi senilai mencapai US$14,11 juta, dan naik menjadi US$ 22,3 juta pada 2019. Pasar global produk trafo daya diprediksi mencapai US$31,5 miliar pada 2025.
Saat ini, tren permintaan trafo daya secara global terus meningkat seiring dengan lonjakan investasi pada pembangkit listrik baru, terutama untuk trafo yang hemat energi dan ramah lingkungan. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.