BERITA PAJAK HARI INI

Aturan Pajak Warisan dan Laba Ditahan Masuk ke Revisi UU PPh

Redaksi DDTCNews | Senin, 09 Juli 2018 | 09:34 WIB
Aturan Pajak Warisan dan Laba Ditahan Masuk ke Revisi UU PPh

JAKARTA, DDTCNews – Awal pekan ini, Senin (9/7), kabar datang dari pemerintah yang berencana memasukkan laba ditahan (retained earnings) dan warisan sebagai objek pajak penghasilan (PPh). Rencana ini tengah disosialisasikan dan kabarnya akan tertuang pada revisi UU PPh.

Upaya pemajakan warisan dan laba ditahan itu mendapat sorotan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang menyatakan ketidaksetujuannya dalam hal tersebut. Baik warisan maupun laba ditahan dianggap bukan menjadi hal yang patut untuk dipajaki.

Selain itu, kabar datang dari Ditjen Pajak yang menilai data yang tercatat di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) terkait jumlah pelaku UMKM sebanyak 60 juta, tidak seluruhnya bisa mendapatkan keringanan tarif PPh final 0,5%.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Berikut ringkasannya:

  • Laba Perusahaan dan Warisan Orang Kaya akan Dipajaki:

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Rofyanto mengatakan pajak laba ditahan bertujuan untuk mengurangi uang pasif dan mendorong dana tersebut tetap diinvestasikan, sedangkan pajak atas warisan bertujuan untuk pemerataan sekaligus mengurangi ketimpangan. Menurutnya pajak laba ditahan tidak akan langsung dikenakan, hanya berlaku pada laba yang tidak diinvestasikan bertahun-tahun. Untuk pajak warisan, dia menilai pemerintah hanya memajaki orang superkaya dengan nilai kekayaan tertentu, sehingga tidak semua warisan maupun masyarakat dipajaki.

  • Apindo Tak Setuju Warisan dan Laba Ditahan Dipajaki:

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan pemajakan laba ditahan tidak dibenarkan, karena perusahaan yang menahan laba biasanya menggunakan dana itu untuk perluasan usaha yang akan meningkatkan penjualan dan pendapatan, hingga akhirnya meningkatkan penerimaan pajak pula. Begitu pun halnya warisan, menurutnya warisan baru bisa dipajaki hanya pada saat diperjualbelikan saja.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini
  • Hanya Omzet Maksimal Rp4,8 Miliar Dapat Tarif 0,5%:

Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan pelaku UMKM yang tercatat sebanyak 60 juta (data Kemenkop UKM) berbeda dengan parameter dengan yang masuk kriteria perpajakan. Menurutnya angka 60 juta itu berisi pengusaha dengan peredaran usaha terkecil sampai Rp50 miliar per tahun. Sedangkan pengusaha yang boleh memanfaatkan tarif PPh final 0,5% hanyalah pengusaha dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar per tahun.

  • Jumlah Hakim Minim, Pertimbangan Hakim Agung Bisa Terpengaruh:

Jumlah hakim agung di Mahkamah Agung (MA) sangat minim, padahal institusi ini menjadi pintu terakhir dalam penyelesaian masalah perpajakan yang diadili oleh Pengadilan Pajak. Pengamat Pajak DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan dalam paket kebijakan ekonomi, terdapat sejumlah paket yang berkaitan dengan perpajakan, mulai dari tax amnesty, penurunan tarif dan kewajiban setor data pajak, yang seluruhnya rawan menimbulkan sengketa di pengadilan pajak hingga ke tingkat Peninjauan Kembali (PK). Minimnya jumlah hakim pajak dikhawatirkan mempengaruhi waktu penetapan putusan PK yang diajukan wajib pajak. Lamanya waktu tunggu bisa membuat ketidakpastian hukum semakin bertambah. Terlebih, pertimbangan hukum dari hakim agung bakal terpengaruh.

  • Operasional OSS Dikabarkan Berjalan:

Setelah sekian kalinya tertunda, Staf Khusus Menko Perekonomian Edy Putra Irawadi mengatakan Online Single Submission (OSS) bisa berjalan terlebih dulu seiring menunggu waktu kosong Presiden RI Joko Widodo untuk secara resmi melakukan peluncuran OSS. Pelaksanaan OSS lebih dulu dibanding peresmian oleh presiden menjadi pilihan pemerintah untuk segera mengimplementasikan kebijakan baru tersebut. Edy berharap Senin (9/7) atau Selasa (10/7) bisa menerapkan OSS di luar seremonial peresmian. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Senin, 23 Desember 2024 | 09:08 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?