KEBIJAKAN BEA MASUK

Aturan Bea Masuk Barang Asean Diubah, DJBC Jelaskan Implementasinya

Dian Kurniati | Rabu, 14 Desember 2022 | 09:30 WIB
Aturan Bea Masuk Barang Asean Diubah, DJBC Jelaskan Implementasinya

Ilustrasi. Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai. (foto: beacukai.go.id)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memperbarui ketentuan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk barang impor berdasarkan skema Asean Trade In Goods Agreement (ATIGA) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2022.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Hatta Wardhana mengatakan ATIGA merupakan free trade agreement (FTA) pertama yang berlaku di Indonesia, yaitu sejak 17 Mei 2010. Persetujuan tersebut mengatur pembentukan kawasan perdagangan bebas untuk perdagangan barang antara 10 negara anggota Asean.

"Namun, seiring berjalannya waktu, banyak hal yang perlu diperbaiki, baik dari segi tarif barang maupun proseduralnya," katanya, dikutip pada Rabu (13/12/2022).

Baca Juga:
Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Hingga saat ini, lanjut Hatta, ATIGA menempati posisi kedua dari 15 skema perjanjian perdagangan internasional yang paling banyak dimanfaatkan eksportir dan importir Indonesia.

Skema kerja sama itu juga terbukti membawa dampak positif bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi negara-negara yang terikat di dalamnya.

Pada pertemuan AFTA Council ke-35 pada 8 September 2021, negara Asean sepakat untuk mengamendemen ATIGA dengan melakukan perubahan pada operational certification procedures (OCP) ATIGA, Form D, dan Overleaf Notes Form D. Kesepakatan inilah yang menjadi dasar menteri keuangan menerbitkan PMK 81/2022 untuk merevisi PMK 131/2020.

Baca Juga:
AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Ketentuan dalam PMK 81/2022 telah diimplementasikan sejak 1 Mei 2022 dengan masa transisi untuk penggunaan format SKA baru selama 6 bulan.

Dalam perubahan OCP, Hatta menjelaskan ATIGA telah mengakomodasi skema back-to-back. Pada skema back to back sebelumnya didasarkan pada prove of origin (POO) dari negara anggota pengekspor pertama saja. Dengan ketentuan yang baru, skema tersebut didasarkan pada satu atau lebih POO dari negara anggota pengekspor pertama.

Kemudian, diberlakukan format baru SKA Form D, yaitu terdapat penyesuaian redaksi pada lembar SKA Form D dan Overleaf Notes. Pada SKA Form D yang terbit setelah tanggal pengapalan, akan muncul keterangan import risk analysis (IRA). Sebelumnya, IRA baru muncul 3 hari sejak tanggal pengapalan.

Baca Juga:
Kenakan BMAD, Sri Mulyani: Lindungi Industri dari Impor Barang Murah

Format baru SKA Form D juga tidak lagi mencantumkan Asean Industrial Cooperation (AICO) Scheme dan terdapat penambahan keterangan customs authority.

Hatta menambahkan terdapat sejumlah penyesuaian kesepakatan lainnya seperti ketentuan terkait dengan minor discrepancies, ketentuan retroactive check yang semula sejak tanggal pengiriman permintaan menjadi sejak tanggal diterimanya permintaan, serta pemenuhan dokumen pembuktian direct consignment.

Dengan berbagai perubahan tersebut, ia menyebut DJBC terus berupaya menyosialisasikan ketentuan baru ATIGA melalui unit-unit vertikal di berbagai daerah.

"Diharapkan ketentuan ini dapat mendukung cara kerja dan sistem kerja DJBC di lapangan sehingga semakin baik dan optimal, serta meningkatkan performa Indonesia dalam perdagangan internasional," ujar Hatta. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 10:51 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bangun Sistem Pajak Berkeadilan, Civil Society Perlu Pahami Isu Pajak

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP