PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

APBD Drop, Bantuan Keuangan Terancam Nol

Redaksi DDTCNews | Selasa, 20 Desember 2016 | 11:31 WIB
APBD Drop, Bantuan Keuangan Terancam Nol

BALIKPAPAN, DDTCNews - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017 Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terjun bebas. Dari kesepakatan pemprov dan Banggar DPRD Kaltim pekan lalu, rancangan APBD tahun depan sebesar Rp8,098 triliun. Nominal tersebut terendah dalam tujuh tahun terakhir.

Pada 2011, APBD Kaltim menyentuh angka Rp11,47 triliun. Kemudian meningkat pada 2012 menjadi Rp14,74 triliun. Puncaknya, terjadi di APBD 2013 sebesar Rp15,13 triliun. Namun sejak saat itu, anomali APBD mulai terjadi. Angkanya terus menurun. Jika pada tahun lalu APBD 2016 Rp10, 2 triliun, maka tahun depan diperkirakan hanya Rp8,098 triliun.

Menurut pengamat ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Aji Sofyan Effendi, melorotnya APBD Kaltim dalam lima tahun terakhir tidak terlepas dari campur tangan pusat. Dia menuturkan, konfigurasi pendapatan APBD Kaltim terdiri dari transfer APBN dalam bentuk dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam (SDA). “Itu yang paling besar jumlahnya,” ujarnya, Senin (19/12).

Baca Juga:
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kemudian, di urutan kedua ada pendapatan dari DBH pajak. Di posisi ketiga ada penerimaan dari pendapatan asli daerah (PAD). Pada saat ini, tutur Sofyan, kontribusi PAD dalam APBD adalah 48%. Sementara dana perimbangan 52%. “Masih besar dana perimbangan dalam membentuk APBD Kaltim. Nah, dalam 52% itu, dana perimbangan yang terbesar adalah DBH SDA terutama migas (minyak dan gas),” ungkapnya.

Sofyan mengatakan, khusus DBH migas, Kaltim pernah menerima transfer dari pusat sebesar Rp5 triliun–Rp 6 triliun. “Tapi, sekarang drop,” imbuhnya. Turunnya DBH migas yang menjadi tulang punggung APBD tidak terlepas dari turunnya harga minyak mentah dunia atau International Crude Price (ICP). Hal itu diikuti oleh produksi migas di Kaltim yang lagi menurun dalam beberapa tahun terakhir.

“Itu faktor utama penyebab DBH turun. Nah, dalam situasi seperti ini, pemerintah pusat juga tidak fair,” katanya.

Baca Juga:
9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Pasalnya, sambung dia, pada saat harga migas tinggi dan kuota produksi berlebih, Kaltim justru tidak mendapat apa-apa. Kelebihan kuota ekspor dan harga tetap masuk ke negara. Sementara Kaltim masuk pada kuota tertentu yang diperhitungkan melalui dana perimbangan. Terdiri dari 15,5% minyak dan 30,5% gas yang diatur dalam UU 23/2004.

Yang disesalkan Sofyan, ketika negara mendapat pemasukan dari kelebihan itu, pemerintah justru tidak mau tahu. “Tapi, ketika harga minyak rendah, Kaltim terkena dampak langsung seperti saat ini. Mestinya, ada formula perhitungan baru,” ujarnya.

Dia pun menawarkan skema perhitungan baru yang disebut alokasi dasar migas. Pada saat alokasi DBH migas turun seperti saat ini, maka alokasi penerimaan Kaltim sebagai penghasil migas justru tetap.

Baca Juga:
Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Dia mencontohkan, ketika produksi migas berlebih dan harganya tinggi, Kaltim mendapat DBH sebesar Rp1.000. Namun, saat harga migas turun seperti kondisi saat ini, Kaltim mendapat DBH sebesar Rp 500. “Tapi ketika lebih, Kaltim hanya mendapat Rp 1.000. Bukan Rp 1.500. Mestinya ada alokasi dasar. Ketika harga migas turun, Kaltim tetap mendapat Rp 1.000,” ungkapnya.

Akibatnya, terang Sofyan, struktur APBD Kaltim ikut goyah. Pembiayaan pembangunan tidak berjalan semestinya. Padahal, APBD berfungsi dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan. “Jadi, dengan APBD yang terus turun, itu mengancam pembangunan kita dalam jangka panjang,” jelasnya.

Bantuan Keuangan Terancam Nol

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Sofyang menambahkan pemerintah daerah melakukan penyesuaian akibat APBD defisit yang terjadi. Penyesuaian itu dilakukan dalam bentuk berhentinya berbagai macam proyek.Hingga berujung tidak adanya rencana pembangunan di luar proyek yang dibiayai dalam kontrak tahun jamak atau multi-years contract (MYC).

Dampak lainnya ketika APBD terus melorot, ucap Sofyan, adalah terancamnya bantuan keuangan (bankeu) provinsi kepada kabupaten/kota. “Bahkan bankeu bisa hilang ke-10 daerah di Kaltim,” imbuhnya.

Padahal, jumlahnya bankeu relatif besar. Bahkan satu daerah bisa mendapat jatah hingga Rp400 miliar. “Namun, sekarang akan dipotong hingga hanya berapa puluh miliar rupiah. Masih bersyukur kalau ada bankeu. Karena bisa saja pada tahun depan bankeu bisa nol,” katanya.

Baca Juga:
Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Dikarenakan tidak ada kewajiban, pemprov membantu apabila kondisi APBD tidak memungkinkan. “Namanya juga bantuan. Kalau ada, bisa bantu, kalau tidak ada, maka tidak bisa. Dampaknya luar biasa,” terangnya.

Terlebih bagi daerah yang APBD-nya hanya Rp2 triliun–Rp 3 triliun. “Bahkan Bontang, hanya sekitar Rp800 miliar. Tidak sampai Rp 1 triliun. Bayangkan, semua pembangunan akan terganggu. Untuk itulah, mestinya negara hadir,” kritiknya seperti dikutip dari Kaltim.prokal.co.

Ia mengatakan agar pembiayaan tidak terganggu, opsi meminjam uang kepada pihak ketiga pun dilirik beberapa daerah di Kaltim. Salah satunya Pemkab Kutai Kartanegara.

Terhadap hal ini, Sofyan menyarankan agar kepala daerah berpikir cermat. Meskipun dasar hukumnya dibolehkan, jangan sampai membebani pemerintah periode selanjutnya. “Boleh saja kalau mau meminjam uang. Tidak masalah, asal usia pinjaman tidak melebihi usia jabatan kepala daerah bersangkutan,” tandasnya. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?