Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara.
JAKARTA, DDTCNews – Formulasi pemberian insentif super tax deduction untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) masih digodok Kementerian Keuangan. Otoritas belum menemukan metode paling ideal untuk memberikan fasilitas untuk kegiatan research and development (R&D).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan otoritas masih berdiskusi dengan kementerian/lembaga terkait untuk menentukan metode paling pas dalam memberikan insentif pajak kegaiatan Litbang. Berbagai usul tengah ditimbang.
"Kami di Kemenkeu masih belum menentukan bagaimana [formula] insentif untuk R&D ini. Makanya, kami banyak bertanya ke Kantor Menko Perekonomian, Menristekdikti, dan universitas,” katanya dalam acara Apindo bertajuk 'Arah Baru Perdagangan dan Investasi Indonesia untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Lebih Tinggi', Selasa (15/10/2019).
Suahasil menuturkan salah satu opsi yang muncul terkait ukuran pemberian insetif adalah berdasarkan hak paten yang dihasilkan. Otoritas fiskal akan memberikan potongan pajak terkait biaya yang dikeluarkan pelaku usaha untuk bisa mendapatkan suatu paten.
Namun demikian, lanjut Suahasil, metode berbasis paten ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, tidak ada waktu pasti berapa lama suatu inovasi dapat dipatenkan. Kedua, mekanisme penghitungan biaya akan sangat rumit mulai dari tahap awal hingga paten dihasilkan.
“Kalau ukurannya paten maka akan sangat lama untuk bisa mendapatkan insentif. Oleh karena itu, kita tanya ke banyak pihak termasuk swasta bagaimana usulan insentif R&D dan bagaimana outputnya,” paparnya.
Kemenkeu, sambung dia, tidak akan tergesa-gesa dalam merumuskan kebijakan relaksasi pajak yang relatif baru ini. Dia memastikan belum ada target pasti kapan aturan main terkait tata cara insentif kegiatan litbang akan dirilis kepada publik.
“Kita mau [insentif R&D] ini ada standar yang baik jadi kami terus diskusikan dengan banyak pihak dalam perumusan kebijakan,” imbuh Suahasil.
Seperti diketahui, skema insentif super tax deduction diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2019. Dalam aturan tersebut, pelaku usaha dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbang tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.