KEMAJUAN teknologi membawa beragam dampak positif di antaranya seperti mengakselerasi perkembangan industri farmasi. Menipisnya batas antarnegara dalam perdagangan internasional pun mempermudah pemasukan dan peredaran produk obat ke berbagai negara.
Terkait dengan pemasukan obat, pemerintah Indonesia menetapkan obat ke dalam komoditas yang terkena larangan dan pembatasan (lartas). Hal ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari pemasukan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan.
Oleh karena itu, impor obat harus memenuhi berbagai persyaratan. Secara ringkas, obat yang masuk ke wilayah Indonesia untuk diedarkan harus memiliki izin edar, memenuhi ketentuan impor, serta mengantongi surat keterangan impor (SKI) untuk obat-obatan.
Namun, dalam kondisi tertentu, obat yang belum memiliki izin edar dapat dimasukkan melalui mekanisme jalur khusus (special access scheme). Lantas, apa itu special access scheme (SAS)?
Ketentuan mengenai SAS obat di antaranya diatur dalam Peraturan BPOM No. 30/2022. Merujuk Pasal 1 angka 4 beleid tersebut, SAS adalah pemasukan obat yang tidak/belum memiliki izin edar atau bahan obat untuk keperluan tertentu yang sangat dibutuhkan ke dalam wilayah Indonesia melalui jalur khusus.
SAS diberikan di antaranya berdasarkan pertimbangan: untuk penelitian; pengembangan produk dan/atau ilmu pengetahuan; donasi; sampel untuk pendaftaran izin edar; program pemerintah; kepentingan nasional yang mendesak; dan/atau penggunaan khusus untuk pelayanan kesehatan yang belum dapat diproduksi dalam negeri.
Pemasukan obat dan bahan obat melalui SAS wajib mendapat persetujuan dari Kepala BPOM atau menteri kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat (1) Peraturan BPOM No. 30/2022).
Lebih lanjut, SAS yang wajib mendapat persetujuan dari Kepala BPOM meliputi: SAS produk biologi; SAS obat penelitian, dan SAS bahan obat. Produk biologi adalah produk yang mengandung bahan biologi yang berasal dari manusia, hewan atau mikroorganisme yang dibuat dengan cara konvensional atau melalui metode bioteknologi.
Sementara itu, SAS yang wajib mendapat persetujuan dari menteri keuangan meliputi: SAS obat donasi; SAS obat program pemerintah; dan SAS obat penggunaan khusus untuk pelayanan kesehatan.
Agar memperoleh persetujuan SAS, pemohon harus memenuhi beragam persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, obat dan/atau bahan obat yang dimasukkan melalui SAS juga harus memenuhi berbagai kriteria. Perincian syarat dan kriteria tersebut diatur dalam Peraturan BPOM No. 30/2022.
Namun, tidak semua pemasukan obat SAS harus mendapat persetujuan dari BPOM atau Menteri Kesehatan. Sebab, kewajiban tersebut dikecualikan bagi pemasukan obat SAS untuk keperluan penggunaan sendiri/pribadi.
Misal, obat bawaan penumpang dari penerbangan internasional yang tidak untuk diperjualbelikan dan dalam jumlah terbatas sesuai dengan kebutuhan, tidak perlu mengurus penerbitan SAS melalui BPOM.
Namun, penumpang tersebut harus melaporkannya ke petugas Bea dan Cukai di bandara kedatangan. Selain itu, penumpang tersebut wajib mengisi formulir pemberitahuan pemasukan obat dan makanan bawaan penumpang untuk keperluan pribadi.
Sementara itu, apabila pemasukan obat tersebut dimaksudkan untuk diperjualbelikan atau melebihi jumlah kewajaran kebutuhan pribadi maka harus mengurus penerbitan SAS di BPOM atau balai POM terdekat.
Selain obat dan bahan obat, mekanisme SAS juga berlaku untuk alat kesehatan. Ketentuan pemasukan alat Kesehatan melalui mekanisme SAS diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 51/2014. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.