INDONESIA merupakan negara yang termasyhur akan kekayaan sumber daya alamnya. Tidak hanya flora dan fauna, Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan potensi cadangan sumber daya mineral yang tinggi.
Sumber daya mineral merupakan kekayaan alam yang tidak terbarukan, tetapi berperan penting bagi hajat orang banyak. Untuk memanfaatkannya, kegiatan penambangan diperlukan lantaran sumber daya mineral terkandung di dalam kerak atau perut bumi.
Oleh karena itu, pengelolaan dan kegiatan penambangan sumber daya mineral diatur sedemikian rupa oleh negara. Terdapat beragam jenis sumber daya mineral, di antaranya adalah mineral bukan logam dan batuan.
Kegiatan pengambilan sumber daya mineral bukan logam dan batuan ini turut menjadi sasaran pajak daerah. Pajak tersebut disebut dengan pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB). Lantas, apa itu pajak MBLB dalam UU HKPD?
Pajak MBLB adalah pajak atas kegiatan pengambilan MBLB dari sumber alam di dalam dan/atau di permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Sementara itu, MBLB adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.
Merujuk pada Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri ESDM No. 5/2017, mineral bukan logam adalah mineral yang unsur utamanya terdiri atas bukan logam, misal bentonit, kalsit (batu kapur/gamping), pasir kuarsa, dan lain-lain.
Sementara itu, pada Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri ESDM No. 5/2017, mendefinisikan batuan sebagai massa padat yang terdiri atas satu jenis mineral atau lebih yang membentuk kerak bumi, baik dalam keadaan terikat (massive) maupun lepas (loose).
Namun, Peraturan Menteri ESDM No. 5/2017 telah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Menteri ESDM No. 25/2018 s.t.d.t.d Peraturan Menteri ESDM 17/2020. Akan tetapi, beleid tersebut tidak secara eksplisit menerangkan pengertian mineral bukan logam dan batuan.
Secara lebih terperinci, berdasarkan UU HKPD, jenis mineral bukan logam dan batuan yang termasuk objek pajak MBLB meliputi asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonite, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, dan mika.
Selain itu, marmer, nitrat, obsidian, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat, talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatom, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolite, basal, trakhit, belerang, MBLB ikutan dalam suatu pertambangan mineral; dan MBLB lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila dibandingkan dengan UU PDRD, belerang dan MBLB ikutan dalam suatu pertambangan mineral merupakan objek baru yang belum tercantum dalam UU PDRD. Pajak MBLB ini merupakan perubahan dari pajak pengambilan bahan galian golongan C yang semula diatur dalam UU No.18/ 1997 dan UU No.34/2000 tentang PDRD.
Kendati nomenklaturnya berubah, mineral bukan logam dan batuan yang menjadi objek pajak MBLB pada dasarnya serupa dengan bahan galian golongan C. Istilah bahan galian golongan C sendiri mengalami perubahan.
Hal ini dikarenakan sebelumnya penggolongan bahan galian di Indonesia berdasarkan pada UU No.11/1967. Dalam UU tersebut, bahan galian dibagi menjadi 3 golongan.
Pertama, bahan galian golongan A atau golongan bahan galian yang strategis. Bahan galian strategis digolongkan untuk kepentingan pertahanan, keamanan negara, dan perekonomian negara. Contohnya minyak bumi, batubara, gas alam.
Kedua, bahan galian golongan B atau golongan bahan galian yang vital. Bahan galian vital digolongkan untuk dapat menjamin hajat hidup orang banyak. Contohnya besi, mangan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, platina, perak.
Ketiga, bahan galian C atau bahan galian yang tidak termasuk golongan A dan B. Contoh bahan galian C adalah nitrat, fosfat, asbes, talk, grafit, pasir kuarsa, kaolin, feldspar, marmer, pasir. Namun, UU No. 11/1967 telah diganti dengan UU No.4/2009 s.t.d.d. UU No.3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Secara lebih terperinci, Pasal 34 UU No.4/2009 s.t.d.d. UU No.3/2020 membagi usaha pertambangan menjadi pertambangan mineral dan pertambangan batubara. Adapun pertambangan mineral dibagi menjadi 4 golongan.
Empat golongan pertambangan mineral tersebut meliputi: pertambangan mineral radioaktif, pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam, dan pertambangan batuan. Meski telah berubah, istilah bahan galian C terkadang masih digunakan.
Lebih lanjut, MBLB sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Misal, sebagai bahan peralatan rumah tangga, bangunan, obat, kosmetik, alat tulis, barang pecah belah, sampai kreasi seni.
Hal tersebut membuat pengambilan dan pemanfaatan MBLB banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Meski demikian, pajak MBLB tidak mutlak diberlakukan pada setiap kabupaten/kota yang ada di Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan Pasal 6 ayat (2) UU HKPD memberikan ruang untuk pemerintah daerah tidak memungut suatu jenis pajak apabila potensinya kurang memadai dan/atau pemerintah daerah menetapkan kebijakan untuk tidak memungut.
Pajak MBLB merupakan salah satu jenis pajak yang wewenang pemungutannya berada di pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan UU HKPD, pemerintah kabupaten/kota dapat menetapkan tarif pajak MBLB paling tinggi sebesar 20%.
Batas maksimal tarif MBLB tersebut lebih rendah dibandingkan dengan ketentuan UU PDRD yang menetapkan maksimal 25%. Penyesuaian batas maksimal tarif ini sehubungan dengan adanya ketentuan mengenai opsen pajak MBLB. (rig)
.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.