PMK 115/2024

Sri Mulyani Terbitkan Aturan Baru soal Penagihan Utang Bea dan Cukai

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 07 Januari 2025 | 13:00 WIB
Sri Mulyani Terbitkan Aturan Baru soal Penagihan Utang Bea dan Cukai

Tampilan awal salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 115/2024.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan peraturan baru mengenai penagihan utang kepabeanan dan cukai. Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 115/2024.

Beleid tersebut diundangkan pada 31 Desember 2024 dan berlaku 30 hari setelahnya. Artinya, PMK 115/2024 berlaku efektif mulai 30 Januari 2025. Berlakunya PMK 115/2024 mencabut ketentuan terdahulu, yaitu PMK 111/2013 s.t.d.d PMK 169/2017 dan Pasal 21 huruf b PMK 106/2022.

“Pada saat peraturan menteri ini berlaku: a. PMK 111/2013 s.t.d.d PMK 169/2017...; dan b. Ketentuan Pasal 21 huruf b PMK 106/2022..., dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” bunyi Pasal 87 PMK 115/2024, dikutip pada Selasa (7/1/2025).

Baca Juga:
Menkeu Sesuaikan Aturan Soal Balai Laboratorium Kepabeanan dan Cukai

Revisi peraturan tersebut bertujuan untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, dan meningkatkan kemanfaatan terhadap pelaksanaan tindakan penagihan utang kepabeanan dan cukai. Hal ini dilakukan melalui penyesuaian proses bisnis pada setiap tahapan penagihan.

Apabila dibandingkan dengan beleid terdahulu, PMK 115/2024 turut mengatur penagihan utang bea keluar. Hal ini di antaranya terlihat dari perubahan terminologi utang bea masuk dan/atau cukai menjadi utang kepabeanan dan cukai.

Utang kepabeanan dan cukai adalah pajak berupa bea masuk, bea keluar, dan/atau tagihan cukai yang masih harus dibayar termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, sanksi administrasi berupa denda, biaya pengganti penyediaan pita cukai, dan/atau bunga yang berasal dari dokumen dasar penagihan.

Baca Juga:
Soal Target Pendapatan Negara 2025, Ini Kata Wamenkeu Anggito

PMK 111/2013 s.t.d.d PMK 169/2017 tidak mengatur penagihan atas utang bea keluar. Sementara itu, Pasal 21 huruf b PMK 106/2022 hanya mengatur penagihan utang bea keluar jika terdapat kekurangan pembayaran bea keluar akibat putusan keberatan, banding, atau peninjauan kembali.

Terminologi penanggung bea masuk dan/atau cukai juga diubah menjadi penanggung utang. Selain itu, PMK 115/2024 juga tidak lagi menyebut istilah Surat Teguran Di Bidang Cukai (STCK-2). Adapun istilah yang digunakan hanya surat teguran.

Perubahan mencolok lainnya adalah perihal pejabat yang ditunjuk oleh menteri keuangan untuk melaksanakan penagihan kepabeanan dan cukai. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) PMK 115/2024, pejabat tersebut meliputi Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC), dan Kepala Kanwil.

Baca Juga:
Tak Ada Kenaikan Tarif, DJBC Sebut Pelunasan Cukai Kembali ke 2 Bulan

Pada aturan sebelumnya, yaitu Pasal 2 PMK 111/2013, pejabat yang ditunjuk menteri keuangan untuk melaksanakan penagihan utang bea masuk dan/atau cukai hanyalah kepala kantor pelayanan. Kepala kantor yang dimaksud ialah dari KPU bea cukai, KPPBC madya, dan KPPBC pratama.

Dengan demikian, PMK 115/2024 menambahkan kepala kanwil sebagai pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan penagihan. Namun, PMK 115/2024 membedakan wewenang yang dimiliki oleh kepala KPU, kepala KPPBC, dan kepala Kanwil, dalam pelaksanaan penagihan.

Kepala KPU dan kepala KPPBC berwenang untuk: mengangkat dan memberhentikan jurusita; serta menerbitkan surat teguran, surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan; surat permintaan pemblokiran, dan surat permintaan pencabutan pemblokiran.

Baca Juga:
DEN Ungkap Alasan Diskon Listrik Diberikan Saat Ada Kenaikan Tarif PPN

Selain itu, kepala KPU dan kepala KPPBC juga berwenang untuk menerbitkan: surat pencabutan sita; surat penentuan harga limit; pengumuman lelang; pembatalan lelang; surat perintah Penyanderaan; dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan

Sementara itu, kepala kanwil memiliki 2 wewenang dalam pelaksanaan penagihan, yaitu: (i) surat lain yang diperlukan untuk penagihan; dan (ii) melakukan pendampingan, asistensi, monitoring, dan evaluasi.

PMK 115/2024 juga memperjelas ketentuan mengenai penanggung utang serta dokumen yang menjadi dasar penagihan. Adapun penanggung utang serta dokumen yang menjadi dasar penagihan sangat diperinci dan diatur dalam bab tersendiri. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 08 Januari 2025 | 15:00 WIB APBN 2025

Soal Target Pendapatan Negara 2025, Ini Kata Wamenkeu Anggito

Rabu, 08 Januari 2025 | 13:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Tak Ada Kenaikan Tarif, DJBC Sebut Pelunasan Cukai Kembali ke 2 Bulan

Rabu, 08 Januari 2025 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DEN Ungkap Alasan Diskon Listrik Diberikan Saat Ada Kenaikan Tarif PPN

BERITA PILIHAN
Rabu, 08 Januari 2025 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Beri Diskon Pajak Kendaraan dan BBNKB

Rabu, 08 Januari 2025 | 15:30 WIB KANWIL DJP JAWA TENGAH I

Gara-Gara Tak Setor PPN Rp3,4 Miliar, Direktur PT Ditahan Kejaksaan

Rabu, 08 Januari 2025 | 15:00 WIB APBN 2025

Soal Target Pendapatan Negara 2025, Ini Kata Wamenkeu Anggito

Rabu, 08 Januari 2025 | 14:30 WIB LITERATUR PAJAK

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Menurut OECD, Simak Detailnya

Rabu, 08 Januari 2025 | 14:00 WIB PMK 135/2024

Pemerintah Lanjutkan PPnBM DTP untuk Mobil Listrik CBU dan CKD

Rabu, 08 Januari 2025 | 13:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Tak Ada Kenaikan Tarif, DJBC Sebut Pelunasan Cukai Kembali ke 2 Bulan

Rabu, 08 Januari 2025 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PERTANAHAN

Tanah Sitaan Korupsi akan Dibangun Rumah bagi Warga Penghasilan Rendah

Rabu, 08 Januari 2025 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DEN Ungkap Alasan Diskon Listrik Diberikan Saat Ada Kenaikan Tarif PPN