KAMUS PERPAJAKAN

Apa Itu Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)?

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 29 Mei 2020 | 17:56 WIB
Apa Itu Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)?

BARU-BARU ini pemerintah memutuskan untuk mengenakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atas impor produk tirai (termasuk gorden), kerai dalam, kelambu tempat tidur, kain, dan benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial.

Pengenaan BMTP tersebut dilakukan lantaran berdasarkan laporan akhir hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) terbukti ada ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri akibat lonjakan jumlah impor produk sejenis.

Karena itu, untuk melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk impor, Kementerian Keuangan mengenakan BMTP atas produk-produk tersebut mulai 27 Mei 2020 sampai 8 November 2022. Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan BMTP?

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Definisi
MENURUT Pasal 23A UU No.17 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Kepabeanan, BMTP merupakan pungutan yang dapat dikenakan terhadap barang impor apabila terjadi lonjakan jumlah barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang produksi dalam negeri sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.

Secara lebih terperinci, BMTP dapat dikenakan apabila lonjakan barang impor tersebut dapat menyebabkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut dan/atau barang yang secara langsung bersaing.

Selain itu, BMTP juga dapat dikenakan apabila lonjakan barang impor tersebut dapat menimbulkan ancaman terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dan/atau barang yang secara langsung bersaing.

Baca Juga:
Keterangan Tertulis DJP soal Penyesuaian Tarif PPN, Unduh di Sini

Menurut laman resmi KPPI, yang dimaksud kerugian serius adalah kerugian menyeluruh yang signifikan dan diderita industri dalam negeri. Sementara itu, ancaman kerugian serius adalah kerugian serius yang jelas akan terjadi dalam waktu dekat pada industri dalam negeri yang penetapannya didasarkan atas fakta-fakta dan bukan tuduhan, dugaan, atau perkiraan.

Terdapat 8 indikator yang membuat suatu temuan dapat dikategorikan sebagai kerugian serius atau ancaman kerugian serius. Pertama, tergerus atau tidak tergerusnya pangsa pasar industri dalam negeri. Kedua, turun atau naiknya penjualan. Ketiga, turun atau naiknya produksi.

Keempat, turun atau naiknya produktivitas. Kelima, turun atau naiknya kapasitas terpakai. Keenam, laba atau rugi. Ketujuh, berkurang atau tidaknya jumlah tenaga kerja. Kedelapan, turun atau naiknya persediaan.

Baca Juga:
Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 23B UU No.17 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Kepabeanan, BMTP dapat dikenakan paling tinggi sebesar jumlah yang dibutuhkan untuk mengatasi kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri.

BMTP ini merupakan tambahan dari bea masuk yang dipungut berdasarkan bea masuk umum (Most Favoured Nation) atau bea masuk preferensi. Hal ini berarti, barang impor yang dikenakan BMTP akan menanggung beban bea yang lebih tinggi.

Berdasarkan penjelasan dari laman resmi KPPI, BMTP dikenakan dengan tujuan agar produsen/industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan.

Baca Juga:
Lengkap, 17 Poin Keterangan Tertulis DJP Hari Ini Soal PPN 12%

Untuk itu, BMTP diterapkan selama beberapa tahun dengan pertimbangan jangka waktu yang dibutuhkan oleh produsen/industri yang terdampak untuk berbenah. Dengan demikian, diharapkan produsen/industri tersebut sudah mampu bersaing saat BMTP tidak lagi berlaku.

Adapun BMTP ditetapkan berdasarkan hasil penyelidikan dari KPPI. KPPI sendiri adalah sebuah komite di bawah Kementerian Perdagangan yang bertugas melaksanakan penyelidikan dalam rangka tindakan pengamanan atas permohonan tindakan pengamanan (safeguards).

Lebih lanjut, permohonan tindakan pengamanan itu dapat diajukan oleh produsen/industri dalam negeri yang menderita kerugian serius dan/atau mengalami ancaman terjadinya kerugian serius akibat melonjaknya impor barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.

Baca Juga:
Jasa Pendidikan Indonesia Bebas PPN, Bagaimana Negara Lain di Asean?

Permohonan tersebut dapat diajukan secara tertulis kepada KPPI untuk dilakukan penyelidikan. Permohonan itu harus dilengkapi dengan bukti awal dan didukung dengan dokumen mengenai adanya lonjakan jumlah barang impor dan kerugian serius atau ancaman kerugian serius.

Sebelum ditetapkan untuk dikenakan BMTP, selama masa penyelidikan KPPI dapat memberikan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan untuk mengenakan tindakan pengamanan sementara yang dilakukan dalam bentuk pengenaan BMTP sementara (BMTPs).

Hal ini berarti BMTPs dapat diartikan sebagai pungutan negara yang dilakukan selama proses penyelidikan KPPI tengah berlangsung. BMTPs ini dikenakan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kondisi lebih parah yang sulit untuk dipulihkan atau diperbaiki.

Baca Juga:
Barang Kebutuhan Pokok Indonesia Bebas PPN, Bagaimana di Asean?

Simpulan
BMTP adalah bea masuk tambahan yang ditujukan untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius yang diderita oleh industri dalam negeri akibat adanya lonjakan barang impor sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.

BMTP ini dapat dikenakan apabila berdasarkan hasil penyelidikan KPPI terjadi lonjakan jumlah barang impor terhadap barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing dan terbukti menimbulkan ancaman atau kerugian serius terhadap industri dalam negeri. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Senin, 23 Desember 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Keterangan Tertulis DJP soal Penyesuaian Tarif PPN, Unduh di Sini

Sabtu, 21 Desember 2024 | 19:12 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra