AUSTRALIA

Anggur Kena Tarif Bea Masuk 218%, WTO Diminta Investigasi China

Dian Kurniati | Senin, 28 Juni 2021 | 13:30 WIB
Anggur Kena Tarif Bea Masuk 218%, WTO Diminta Investigasi China

Ilustrasi.

CANBERRA, DDTCNews – Pemerintah Australia meminta Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) melakukan investigasi terhadap China yang mengenakan tarif atas impor anggur asal Australia hingga 218%.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan WTO bertanggung jawab untuk memastikan semua ketentuan perdagangan internasional berjalan baik. Selain itu, ia juga berharap aturan dari WTO dapat diperbarui.

"WTO yang menjalankan fungsinya dengan baik...menetapkan aturan yang jelas, menengahi perselisihan secara obyektif dan efisien serta menghukum perilaku buruk ketika itu terjadi," katanya, dikutip Senin (27/6/2021).

Baca Juga:
AS Kenakan Bea Masuk 25 Persen atas Baja, Uni Eropa Siapkan Balasan

Permintaan investigasi kepada WTO bermula dari sikap China yang mengumumkan pengenaan tarif hingga 218% atas impor anggur asal Australia. China beralasan Australia mengeskpor anggurnya ke pasar China dengan harga lebih murah.

Akibat kebijakan tersebut, ekspor anggur Australia anjlok hingga miliaran dolar. Importir China pun memilih untuk menghentikan pemesanan anggur dari Australia sehingga penjualan anggur Australia ke luar negeri merosot.

Selain soal anggur, China juga berupaya menahan impor gandum Australia. Pada Mei lalu, China mengumumkan pengenaan 73,6% bea masuk antidumping dan 6,9% bea masuk penyeimbang atas impor gandum Australia.

Baca Juga:
Gebrakan Kebijakan Bea Masuk Presiden AS Donald Trump

Keputusan membawa persoalan tarif tambahan kepada WTO itu berselang 6 bulan setelah Australia juga menyerukan penyelidikan independen mengenai asal usul Covid-19 yang dilaporkan pertama di China. China menilai sikap Australia tersebut memiliki motif politik.

Kedutaan China di Canberra menyayangkan sikap Australia terhadap negaranya tersebut. Sikap tersebut dinilai akan menyebabkan kerusakan dalam hubungan bilateral dan pada akhirnya dapat merugikan Australia.

"Ini menunjukkan Pemerintah Australia tidak memiliki kesungguhan dalam meningkatkan hubungan China-Australia," katanya seperti dilansir dari Tax Notes International. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 12 Februari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Gebrakan Kebijakan Bea Masuk Presiden AS Donald Trump

Rabu, 12 Februari 2025 | 09:27 WIB KURS PAJAK 12 FEBRUARI 2025 - 18 FEBRUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Selasa, 11 Februari 2025 | 17:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Mulai Besok! AS Kenakan Bea Masuk 25% untuk Baja dan Aluminium

BERITA PILIHAN
Rabu, 12 Februari 2025 | 19:30 WIB KELAS PPH PASAL 21 (7)

Dasar Pengenaan-Pemotongan PPh 21 Pasca Tarif Efektif Rata-Rata (TER)

Rabu, 12 Februari 2025 | 19:21 WIB KABUPATEN BANYUMAS

Optimalkan Penerimaan, Pemda Adakan Pemutihan Pajak Bumi dan Bangunan

Rabu, 12 Februari 2025 | 17:37 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Tiga Jurus Bahlil Naikkan Lifting Minyak, Termasuk Aktifkan Sumur Tua

Rabu, 12 Februari 2025 | 17:17 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Beri Asistensi, DJBC Harap Perusahaan Bisa Pertahankan Status AEO

Rabu, 12 Februari 2025 | 17:01 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Masih Terkendala, Batas Upload Faktur Pajak Tetap Tanggal 15

Rabu, 12 Februari 2025 | 17:00 WIB PMK 7/2025

Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah, Download di Sini

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:30 WIB KABUPATEN PROBOLINGGO

Sebar SPPT Lebih Cepat, Pemkab Imbau WP Segera Bayar Tagihan PBB

Rabu, 12 Februari 2025 | 15:00 WIB KABUPATEN BANGKA BELITUNG

Pemda Ini Tegaskan Tambang Ilegal Tetap Harus Bayar Pajak Daerah