Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah hingga akhir Mei 2024 mencapai Rp8.353,02 triliun, turun 0,17% dari bulan sebelumnya.
Kementerian Keuangan menyatakan rasio utang hingga Mei 2024 mencapai 38,71%. Posisi utang ini secara nominal maupun rasio mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya, yaitu Rp8.338,43 triliun atau 38,64% PDB.
"Rasio utang per akhir Mei 2024 yang mencapai 38,71%, tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Keuangan Negara, dan menunjukkan tren penurunan dari angka rasio utang terhadap PDB," bunyi laporan APBN Kita, dikutip pada Senin (1/7/2024).
Pada 2021, rasio utang tercatat 40,74%. Tahun berikutnya, rasio utang secara bertahap turun menjadi 39,7% dan 39,21% pada 2023. Kinerja rasio utang pemerintah sejauh ini masih sejalan dengan Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 pada kisaran 40%.
Di sisi lain, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Pada akhir Mei 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) adalah 8 tahun.
Lebih lanjut, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,12%. Capaian ini sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Sementara itu, berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 87,96%. Pasar SBN yang efisien akan meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan.
Dengan aktivitas pembiayaan utang melalui penerbitan SBN tersebut, pemerintah turut mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik.
Guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah terus berupaya mewujudkan pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid.
Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDG Bond dan Blue Bond).
"Peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung dengan sistem online juga tak kalah penting, mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi makin efektif dan efisien, serta kredibel," jelas Kementerian Keuangan. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.