Paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (22/2/2022).
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan bea dan cukai hingga akhir Januari 2022 mencapai Rp24,9 triliun atau tumbuh 99% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan realisasi tersebut setara dengan 10,2% dari target Rp245,0 triliun. Menurutnya, penerimaan kepabeanan dan cukai makin menunjukkan pemulihan yang kuat dari pandemi Covid-19.
"Cerita di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, penerimaan kepabeanan dan cukai juga merupakan cerita yang sangat kuat mengenai pemulihan," katanya pada konferensi pers APBN Kita, dikutip pada Rabu (23/2/2022).
Sri Mulyani mengatakan kinerja penerimaan positif terjadi pada seluruh komponen kepabeanan dan cukai. Menurutnya, penerimaan cukai mengalami pertumbuhan 97,9% karena dipengaruhi sejumlah faktor.
Dia menyebut realisasi cukai hasil tembakau mencapai Rp17,54 triliun atau naik 99%. Menurutnya, kenaikan tersebut disebabkan efek limpahan pelunasan cukai asal 2021 yang lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sementara itu, pada cukai minuman mengandung etil alkohol, realisasinya mencapai Rp432,8 miliar atau naik 76% didorong pelunasan cukai berkala asal Desember 2021 dan pembukaan kembali daerah tujuan wisata.
Pada bea masuk, lanjut menkeu, realisasi penerimaan mencapai Rp3,32 triliun atau tumbuh 44%. Pertumbuhan itu dipengaruhi membaiknya kinerja impor nasional, terutama pada sektor perdagangan dan sektor industri.
Untuk bea keluar, realisasi penerimaan mencapai Rp3,63 triliun atau naik 226%. Menurut menkeu, realisasi bea keluar yang tinggi tersebut didorong peningkatan volume ekspor dan harga komoditas tembaga, terutama produk kelapa sawit dan tembaga.
"Suplai dan permintaan terhadap kelapa sawit memang luar biasa tinggi. Dua produsen utama yaitu Indonesia dan Malaysia harus menjaga kebutuhan dalam negerinya versus permintaan global yang meningkat," ujar Sri Mulyani.
Menkeu menambahkan peningkatan ekspor tembaga dipengaruhi oleh berkurangnya produksi China karena alasan pengurangan emisi dan kebutuhan industri mobil listrik. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.