WEBINAR SERIES DDTC

Akademisi: Penataan Regulasi PPN Tidak Bisa Setengah Hati

Redaksi DDTCNews | Selasa, 04 Agustus 2020 | 13:06 WIB
Akademisi: Penataan Regulasi PPN Tidak Bisa Setengah Hati

Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Priandhita Sukowidyanti Asmoro saat memberikan paparan dalam webinar bertajuk 'Arah dan Aspek Reformasi PPN di Indonesia', Selasa (4/8/2020).

JAKARTA, DDTCNews—Penataan regulasi pajak pertambahan nilai (PPN) dinilai tidak bisa dilakukan setengah hati oleh pemerintah. Pembenahan harus dilakukan secara paralel baik dari sisi kebijakan dan administrasi.

Sekretaris Program Studi S1 Perpajakan FIA Universitas Brawijaya Priandhita Sukowidyanti Asmoro mengatakan penataan dalam ranah kebijakan dan administrasi menjadi kesatuan sebagai syarat terciptanya sistem PPN yang ideal.

"Jadi reformasi kebijakan dan administrasi PPN harus dilakukan secara bersamaan," katanya saat menjadi pembicara dalam webinar bertajuk 'Arah dan Aspek Reformasi PPN di Indonesia', Selasa (4/8/2020).

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Dosen yang biasa disapa Dita ini menyatakan terdapat dua persoalan krusial perihal PPN yang perlu ditinjau ulang pemerintah pada aspek kebijakan. Pertama, masih banyaknya barang yang mendapatkan pengecualian untuk dipungut PPN.

Saat ini, Indonesia masuk urutan kedua di kawasan Asean yang royal memberikan fasilitas PPN dengan 37 item barang dan jasa. Jumlah tersebut hanya lebih tinggi dari Filipina dengan 59 item barang dan jasa yang mendapatkan fasilitas PPN.

“Sementara itu Thailand hanya 35 item, Vietnam dengan 25 item dan Malaysia dengan 14 item yang mendapatkan fasilitas PPN,” ujarnya.

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

Kedua, masih tingginya penetapan ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) sebesar Rp4,8 miliar per tahun. Dita menyebutkan threshold PPN yang tinggi berpotensi menaikkan risiko terjadinya penghindaran pajak.

Selain itu, kondisi tersebut berpotensi mendistorsi sistem perekonomian lantaran konsumen cenderung melakukan transaksi barang dan jasa kepada pelaku usaha nonPKP. Adapun ambang batas PKP di Indonesia terbilang tinggi di negara-negara Asean.

Melihat kompleksitas dimensi kebijakan PPN, Dita menilai setiap agenda penataan regulasi PPN tak hanya sebatas kalkulasi ekonomi dampak kebijakan seperti penentuan tarif, ambang batas pengusaha kena PPN, fasilitas serta objek dan subjek PPN.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Menurutnya, penataan juga wajib dikemas dengan penataan administrasi dengan memperkuat kualitas fiskus dan sistem teknologi informasi untuk menampung data dan informasi sehingga upaya mengejar sistem PPN yang ideal bisa lebih dekat.

“Untuk reformasi PPN yang masih kurang saat ini adalah tersedianya data dan informasi yang memadai. Hal ini penting untuk menghitung secara presisi besaran dan pola konsumsi masyarakat terutama yang dilakukan secara digital,” tutur Dita. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP