PMK 72/2023

Ada Pembaruan Aturan Penyusutan, Ditjen Pajak Beri Pernyataan Resmi

Redaksi DDTCNews | Selasa, 01 Agustus 2023 | 17:09 WIB
Ada Pembaruan Aturan Penyusutan, Ditjen Pajak Beri Pernyataan Resmi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 72/2023 yang memperbarui ketentuan tentang penghitungan penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud untuk keperluan perpajakan.

Beleid yang terbit dan berlaku mulai 17 Juli 2023 tersebut merupakan amanat dari Pasal 21 ayat (10) dan Pasal 22 ayat (5) Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022. Menyusul dirilisnya PMK 72/2023, Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan pernyataan resmi yang menjelaskan secara terperinci pokok-pokok aturan yang tertuang dalam beleid tersebut.

"Peraturan tersebut terbit untuk memberikan kepastian hukum sesuai UU HPP dan melakukan simplifikasi peraturan perundang-undangan terkait penyusutan dan amortisasi yang sebelumnya tersebar di beberapa peraturan," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti dalam keterangan tertulis, Selasa (1/8/2023).

Baca Juga:
DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Adapun beberapa pokok pengaturan dalam PMK 72/2023, mengutip penjelasan DJP, adalah sebagai berikut.

Penyusutan

Penyusutan dilakukan atas harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara (3M) penghasilan. Penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus ataupun saldo menurun (khusus selain bangunan).

Baca Juga:
Volume Perdagangan Fisik Emas Digital Naik Signifikan di 2024

Masa manfaat harta berwujud tetap sama dengan pengaturan sebelumnya, yakni kelompok 1 selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun. Sementara untuk bangunan, yakni bangunan permanen selama 20 tahun dan tidak permanen selama 10 tahun. Pengaturan baru terdapat pada masa manfaat harta berupa bangunan permanen.

Melalui Pasal 6 PMK 72/2023, wajib pajak kini dapat memilih melakukan penyusutan bangunan permanen selama 20 tahun atau sesuai masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.

Pada masa transisi ini, mulai tahun pajak 2022 wajib pajak dapat menggunakan masa manfaat sesuai pembukuannya dengan menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024. Pemberitahuan tersebut disampaikan untuk bangunan permanen yang dimiliki dan digunakan sebelum tahun pajak 2022.

Baca Juga:
Langkah Lanjutan Setelah Pengawasan Aset Kripto Berpindah ke OJK

Selain itu, pemerintah juga memberikan kepastian hukum terkait dengan biaya perbaikan. Pasal 7 PMK 72/2023 menegaskan bahwa biaya perbaikan harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dikapitalisasi pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud dan dibebankan melalui penyusutan.

Ada pula pengaturan terkait dengan penggantian asuransi. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi, jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dialihkan atau ditarik dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransi dibukukan atau diakui sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan tersebut.

Namun, wajib pajak dapat menunda pengakuan kerugian tersebut dengan mengajukan permohonan persetujuan kepada Dirjen Pajak.

Amortisasi

Baca Juga:
Pengawasan Perdagangan Kripto Resmi Beralih ke OJK, Ini Kata Mendag

Amortisasi dilakukan atas harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang dimiliki atau digunakan untuk 3M. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu.

Masa manfaat untuk amortisasi tetap sama, yakni kelompok 1 selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun. Pengaturan baru terdapat pada harta tak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun.

Pasal 9 ayat (4) PMK 72/2023 mengatur bahwa apabila harta tak berwujud mempunyai masa manfaat lebih dari 20 tahun, wajib pajak kini bisa memilih menggunakan masa manfaat 20 tahun atau masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak.

Baca Juga:
Kata Dirjen Pajak soal DPP Nilai Lain dan PPN Besaran Tertentu

Sama seperti harta berwujud berupa bangunan permanen, untuk tahun pajak 2022 wajib pajak dapat memilih menggunakan masa manfaat sesuai pembukuannya dengan menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024.

Bidang Usaha Tertentu

Bidang usaha tertentu dalam PMK ini meliputi kehutanan, perkebunan, dan peternakan yang dapat berproduksi berkali-kali. Tanaman kehutanan (bidang kehutanan) disusutkan selama 20 tahun.

Baca Juga:
Cek Ketentuan DPP Nilai Lain dalam UU PPN, Unduh di Sini!

Kemudian, tanaman keras termasuk tanaman rempah dan penyegar (bidang perkebunan) disusutkan selama 20 tahun juga.

Sedangkan ternak, termasuk ternak pejantan (bidang peternakan) disusutkan selama 8 tahun untuk ternak yang menghasilkan setelah dipelihara lebih dari satu tahun, dan disusutkan sampai dengan 4 tahun untuk ternak yang menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sama dengan satu tahun.

Pengelompokan ternak yang menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sama dengan 1 tahun merupakan pengaturan baru. Hal tersebut untuk memberikan kemudahan dan kepastian penghitungan penyusutan bagi pelaku usaha ternak.

Baca Juga:
Terdampak Tarif 12%, Apa Itu PPN dengan Besaran Tertentu?

Perbedaan selain masa manfaat untuk kelompok ternak, yakni saat mulainya penyusutan. Untuk harta berwujud di bidang usaha tertentu secara umum disusutkan mulai bulan produksi komersial yang merupakan bulan mulai dilakukannya penjualan kecuali untuk kelompok ternak yang menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sama dengan satu tahun disusutkan mulai tahun dilakukannya pengeluarannya.

Ketentuan lebih lengkap dapat di lihat di salinan PMK 72/2023 tentang Penyusutan Harta Berwujud dan/atau Amortisasi Harta Tak Berwujud yang bisa diakses di Perpajakan DDTC atau pajak.go.id. Sebagai informasi, penerbitan PMK ini sekaligus mencabut PMK 96/2009, PMK 248/2008, dan PMK 249/2008 sebagaimana telah diubah dengan PMK 126/2012. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Sabtu, 25 Januari 2025 | 16:30 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA

Volume Perdagangan Fisik Emas Digital Naik Signifikan di 2024

Senin, 13 Januari 2025 | 18:30 WIB ASET KRIPTO

Langkah Lanjutan Setelah Pengawasan Aset Kripto Berpindah ke OJK

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP