PAJAK & KORUPSI

Memahami Perpres Beneficial Ownership

Redaksi DDTCNews | Jumat, 09 Maret 2018 | 21:22 WIB
Memahami Perpres Beneficial Ownership

Ilustrasi (hpcc-kau.com)

SUDAH sejak lama sebetulnya isu beneficial ownership menguap di udara Jakarta. Tidak hanya karena ditiup otoritas pajak dalam beberapa tahun terakhir, isu ini juga sempat timbul tenggelam di berbagai kalangan, mulai dari otoritas bursa, otoritas moneter, juga para pegiat antikorupsi.

Namun, sayangnya, lontaran di kalangan mereka ketika itu baru sebatas lontaran, yang tentu gagal berubah menjadi wacana dominan. Akibatnya, tak ada respons kebijakan yang dihasilkan untuk secara terstruktur, sistematis dan tuntas mencegah praktik pengelabuhan kepemilikan aset tersebut.

Di sisi lain, inisiatif ke arah itu juga absen baik di kalangan pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, maupun pembuat undang-undang (DPR). Belum lagi menghitung masih adanya resistensi, dan bukan hanya dari pemiliki modal, tetapi bahkan juga dari kalangan pemerintah sendiri.

Baca Juga:
Calon Nasabah Tolak Due Diligence AEOI, Bank Tak Boleh Buka Rekening

Dengan situasi tersebut, akhirnya hingga kini praktis tak ada satu pun konsensus nasional yang masuk dan meregulasi isu tersebut, mulai dari UU Penanaman Modal, UU Pasar Modal, UU Perbankan, UU AntiPencucian Uang, UU Antikorupsi, UU Perseroan Terbatas, sampai UU Perpajakan (KUP).

Akibatnya, huruf-huruf hukum yang ada dan berlaku saat ini pun masih menyediakan celah yang cukup lebar bagi siapapun untuk menutupi atau mengaburkan kepemilikannya untuk tujuan apapun, baik itu korupsi, penghindaran pajak, pencucian uang, pendanaan terorisme, maupun pengelabuhan transaksi afiliasi.

Kenapa celah itu masih terbuka sementara pada saat yang sama kita sudah memiliki UU Antikorupsi dan UU Antipencucian Uang, tidak lain karena kedua UU tersebut hanya menutup ‘beberapa dari banyak pintu’ untuk melakukan praktik korupsi dan bermain-main di wilayah abu-abu itu.

Baca Juga:
Diedukasi soal Beneficial Ownership, WP Diimbau Hindari Praktik Ilegal

Seharusnya, ketentuan beneficial owner sejak awal dirumuskan bersamaan dengan ketentuan antipencucian uang, begitu pula dengan ketentuan antialiran dana haram termasuk untuk tujuan terorisme, pajak orang superkaya, berakhirnya era bank secrecy, juga inisiasi single identity number.

Sebab semua itu adalah kepingan dari satu narasi besar yang tidak bisa berdiri sendiri. Sebaliknya, ia saling melengkapi karena sejak awal memang sudah didesain untuk bersama-sama bekerja mencegah praktik kapitalisme tingkat lanjut yang menyedot sumberdaya modal demi kepentingan korporasi.

Beruntung, inisiatif OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) untuk menyelesaikan berbagai isu terkait dengan risiko kepatuhan pajak secara global sejak tahun 2000 kini telah tereskalasi seiring meletusnya krisis keuangan global 2008 dan dukungan dari G20—yang memang saat itu paling terpukul oleh krisis 2008.

Baca Juga:
Daftar Yurisdiksi Tukar Informasi Keuangan Otomatis Diperbarui DJP

Dari upaya OECD mengorganisasikan kesepakatan global memerangi penggerusan basis pajak itulah kita dipaksa untuk membuka bank secrecy dalam rangka tukar-menukar informasi keuangan secara otomatis, sekaligus meregulasi isu beneficial ownership yang memang menjadi salah satu syarat yang ditenggat harus diselesaikan tahun ini.

Sejujurnya, dalam circumstances konsolidasi demokrasi yang seperti tak hendak berakhir ini, sulit membayangkan Indonesia mampu menginisiasi sendiri serangkaian langkah yang terstruktur, sistematis, dan tuntas, dalam rangka menghabisi korupsi, penghindaran pajak, dan sejenisnya dalam waktu cepat seperti itu, jika tidak dipaksa.

Dari perspektif ini, terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2018, juga Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 yang keduanya memasukkan sekaligus meregulasi isu beneficial ownership, adalah langkah yang bagus yang boleh diapresiasi, meski tidak bisa dikatakan istimewa alias bagus sekali.

Dia baru menjadi istimewa apabila statusnya ditingkatkan menjadi undang-undang, dengan diikuti antara lain pengaturan yang lebih kuat yang efektif menjerat pajak orang-orang superkaya, menjerat aliran dana haram, dan juga inisiatif lain yang kebetulan belum dipaksa oleh konsensus global—seperti pembentukan kembali single identity number yang dihilangkan 10 tahun silam.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 22 Juli 2024 | 15:00 WIB PENGAWASAN PAJAK

Calon Nasabah Tolak Due Diligence AEOI, Bank Tak Boleh Buka Rekening

Selasa, 02 April 2024 | 12:00 WIB KPP PRATAMA GORONTALO

Diedukasi soal Beneficial Ownership, WP Diimbau Hindari Praktik Ilegal

Jumat, 01 Maret 2024 | 10:24 WIB PENG-2/PJ/2024

Daftar Yurisdiksi Tukar Informasi Keuangan Otomatis Diperbarui DJP

Kamis, 07 September 2023 | 11:35 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Beneficial Ownership Perusahaan Energi, ESDM Pakai Data NPWP dari DJP

BERITA PILIHAN
Minggu, 27 Oktober 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Bisa Beli Iphone 16 Lewat Skema Barang Bawaan dan Kiriman

Minggu, 27 Oktober 2024 | 14:30 WIB RUU PERAMPASAN ASET

Ketua Komisi XIII Komitmen Rampungkan RUU Perampasan Aset

Minggu, 27 Oktober 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Kantor Bea Cukai Kunjungi Perusahaan untuk Jelaskan soal Rekordasi HKI

Minggu, 27 Oktober 2024 | 13:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Di Retreat Kabinet, Sri Mulyani Beri Materi Soal Pengelolaan APBN

Minggu, 27 Oktober 2024 | 13:00 WIB PROVINSI BALI

DPRD Minta Target Setoran Pungutan Turis Dinaikkan Jadi Rp990 Miliar

Minggu, 27 Oktober 2024 | 12:30 WIB PROVINSI JAWA TENGAH

Ingatkan WP Bayar Pajak Kendaraan, Samsat Kirim Pesan via WA Blast

Minggu, 27 Oktober 2024 | 12:00 WIB FASILITAS KEPABEANAN

Perbaiki Mesin ke Luar Negeri, Barang Reimpor Bisakah Bebas Bea Masuk?

Minggu, 27 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Aspek Perpajakan atas Hadiah Undian

Minggu, 27 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Utang Jatuh Tempo 2025 Tembus Rp800 Triliun, DPR Minta Ini ke Prabowo