BERITA PAJAK HARI INI

WP Badan Bersiap, Pemerintah Bakal Kenakan Pajak Penghasilan Minimum

Redaksi DDTCNews | Kamis, 03 Juni 2021 | 08:05 WIB
WP Badan Bersiap, Pemerintah Bakal Kenakan Pajak Penghasilan Minimum

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menerapkan alternative minimum tax (AMT) sebagai upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan. Rencana pemerintah tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (3/6/2021).

Dalam materi pemaparan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR disebutkan wajib pajak badan dengan pajak penghasilan (PPh) terutang kurang dari batasan tertentu akan dikenai pajak penghasilan minimum.

“Kita akan melakukan alternative minimum tax approach supaya compliance menjadi lebih bisa diamankan," ujar Sri Mulyani.

Baca Juga:
Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Rencana pengenaan AMT ini sejatinya juga sudah muncul pada 2016, saat pemerintah berencana merevisi Undang-Undang (UU) PPh. Rencana ini muncul setelah maraknya wajib pajak badan yang mengaku rugi bertahun-tahun tapi bisnisnya tetap berjalan. Simak pula 'Menimbang Penerapan Alternative Minimum Tax di Indonesia'.

Selain rencana pengenaan AMT, ada pula bahasan tentang pemberian insentif pajak pada tahun depan. Kemudian, ada pula bahasan mengenai rencana pemeliharaan sistem teknologi informasi milik Ditjen Pajak (DJP) pada Jumat (4/6/2021).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari
  • Penetapan Dasar Pengenaan Pajak

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan rezim AMT tepat diimplementasikan di Indonesia. Menurutnya, AMT nantinya akan berperan untuk menjamin setidaknya setiap korporasi membayar nilai pajak minimum kepada negara atau sebagai safeguard.

“Karena keunggulannya sebagai instrumen yang bisa mengurangi insentif perencanaan pajak agresif, kebijakan ini banyak diterapkan di negara lain,” katanya.

Bawono mengatakan pemerintah perlu mengkaji skema AMT. Ada beberapa kriteria subjek pajak yang bisa menjadi rujukan pemerintah, misalnya berlaku bagi wajib pajak badan dengan threshold peredaran bruto tertentu atau berlaku bagi wajib pajak dalam kondisi bisnis tertentu.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Pemerintah juga harus menetapkan dasar pengenaan pajak. “Apakah nanti berdasarkan omzet, aset, atau semisal model reconstruction of income. Baru setelahnya, masalah penetapan tarif,” imbuhnya. (Kontan)

  • Pemberian Insentif Pajak

Pemerintah tetap memberikan insentif pajak pada 2022. Sri Mulyani mengatakan beberapa sektor usaha telah menunjukkan pemulihan dari pandemi Covid-19. Namun, masih ada sektor-sektor usaha tertentu yang pemulihannya lambat karena sangat tergantung pada pergerakan masyarakat.

"Karena dunia usaha kita tidak semua across the board pemulihannya sama. Ada yang bisa pulih cepat, ada yang mungkin akan tertinggal dan lambat, dan ini yang perlu untuk kami perhatikan," katanya. Simak ‘Soal Pemberian Insentif Pajak Tahun Depan, Ini Penjelasan Sri Mulyani’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru
  • Layanan Elektronik DJP

Dalam laman resminya, DJP memberi informasi akan dilakukannya pemeliharaan sistem informasi yang mengakibatkan tidak dapat diaksesnya layanan elektronik. Pemeliharaan dilakukan untuk menjaga keandalan sistem dan meningkatkan kualitas layanan elektronik DJP.

“Akan dilakukan pemeliharaan sistem informasi DJP yang mengakibatkan tidak dapat diaksesnya layanan elektronik yang disediakan DJP pada hari Jumat tanggal 4 Juni 2021 mulai pukul 19.00 WIB sampai dengan 24.00 WIB,” tulis DJP dalam laman resminya. (DDTCNews)

  • Tantangan Penerimaan Negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan tantangan di bidang penerimaan negara yang harus dihadapi pemerintah pada 2022. Tantangan itu adalah menaikkan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) (tax ratio) serta elastisitas penerimaan pajak terhadap kondisi ekonomi (tax buoyancy) ke atas 1%.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Pemerintah juga menghadapi tantangan untuk meningkatkan penerimaan berbasis sumber daya alam serta mengoptimalkan penerimaan pajak dari ekonomi digital. "Dari sisi tax, kami akan melihat dari sisi revenue, yaitu tax ratio dan basis pajaknya. Ini akan terus ditingkatkan dan dilihat secara detail," katanya. (DDTCNews)

  • Tarif PPN

Dalam rencana penerapan skema pajak pertambahan nilai (PPN) multitarif, pemerintah juga berencana menerapkan tarif final untuk UMKM. Berdasarkan pada pemberitaan Bisnis Indonesia, tarif final yang diusulkan sebesar 1% dari perputaran usaha.

Selain itu, pembelian barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) yang tergolong mewah dan sangat mewah dikenai tarif PPN lebih tinggi, yakni 15%—25%. Adapun tarif yang berlaku saat ini sebesar 10% akan dinaikkan menjadi 12%. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%
  • Elektronifikasi Transaksi Pemda

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merancang aturan baru yang memerinci pelaksanaan elektronifikasi transaksi pemda (ETPD) oleh tim percepatan dan perluasan digitalisasi daerah (TP2DD).

Melalui ETPD, pemerintah daerah (pemda) akan mengubah transaksi pendapatan dan belanja pemda dari awalnya berbasis tunai menjadi nontunai dan digital. Pemda juga diarahkan untuk melakukan analisis dan identifikasi hambatan dalam pelaksanaan ETPD.

Kemendagri meminta pemda memprioritaskan pajak daerah dan retribusi dalam menyusun rencana aksi ETPD. Elektronifikasi pajak daerah dipandang dapat berdampak luas terhadap percepatan digitalisasi dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

03 Juni 2021 | 23:00 WIB

Rencana penerapan AMT ini tentunya perlu mempertimbangkan pro dan kontra terutama dari segi potensi penerimaan pajak yang dapat diperoleh, kemudahan administrasi, dan kaitannya dengan ketentuan anti penghindaran pajak lainnya agar penerapan AMT menjadi tepat sasaran dan sejalan dengan potensi pajak yang dapat dioptimalkan.

03 Juni 2021 | 13:17 WIB

Dengan adanya AMT ini, perlu dipertimbangkan baik dan buruk dalam hal potensi penerimaan pajak yang dapat diperoleh, serta asas ease of administration wajib pajak, sehingga dengan desain yang tepat sasaran dan matang dapat mendukung tujuan adanya AMT yaitu untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?