Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memasukkan pengawasan terhadap wajib pajak high wealth individual (HWI) dan wajib pajak grup ke dalam kebijakan teknis pajak yang dilanjutkan pada 2025. Topik ini mendapat sorotan dari netizen dalam sepekan belakangan.
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, prioritas pengawasan terhadap wajib pajak tersebut merupakan bagian dari kebijakan yang dilakukan untuk penguatan basis perpajakan.
“Penguatan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi dengan melakukan … prioritas pengawasan atas wajib pajak HWI beserta wajib pajak group, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital,” bunyi penjelasan pemerintah melalui dokumen tersebut.
Penguatan basis perpajakan juga dilakukan dengan beberapa kebijakan. Pertama, penambahan jumlah wajib pajak serta perluasan edukasi perpajakan untuk mengubah perilaku kepatuhan pajak. Kedua, penguatan aktivitas pengawasan pajak dan law enforcement.
Ketiga, peningkatan kerja sama perpajakan. Keempat, pemanfaatan digital forensic. Seperti diketahui, penyelesaian pelaksanaan forensik digital oleh Ditjen Pajak (DJP) mengalami kenaikan pada tahun lalu. Simak ‘Ditjen Pajak Catat 1.039 Penyelesaian Pelaksanaan Forensik Digital’.
Selain bahasan mengenai pengawasan pajak, ada pula pemberitaan mengenai coretax system, ketentuan penggunaan tarif PPh final UMKM 0,5%, serta aturan tentang pengungkapa ketidakbenaran SPT.
Selain penguatan basis perpajakan, ada 4 kebijakan teknis pajak lainnya yang akan dijalankan pada 2025. Pertama, integrasi teknologi dalam rangka penguatan sistem perpajakan dengan melanjutkan implementasi coretax administration system (CTAS) serta melakukan penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4) berbasis risiko.
Kedua, penguatan organisasi dan sumber daya manusia (SDM) sebagai respons atas perubahan kegiatan ekonomi masyarakat.
Ketiga, implementasi kebijakan perpajakan sesuai dengan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Keempat, pemberian insentif fiskal yang terarah dan terukur. (DDTCNews)
Salah satu outcome dari coretax administration system adalah perekaman atas kegiatan wajib pajak secara menyeluruh.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan dengan SIAP atau CTAS, seluruh kegiatan wajib pajak yang terekam akan menjadi data. Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan pengolahan data yang terekam.
“Menjadikan seluruh kegiatan wajib pajak itu jadi data. Bukan hanya data transaksi, kami ingin juga [merekam] data interaksi,” ujarnya dalam sebuah webinar. (DDTCNews)
Dengan implementasi coretax administration system, nantinya bukti potong (bupot) pajak dapat langsung diterima oleh wajib pajak secara real time.
Penyuluh Pajak Ahli Pertama Ditjen Pajak (DJP) Angga Sukma Dhaniswara mengatakan dalam situasi saat ini, ada beberapa pemberi kerja yang tidak langsung memberikan bupot kepada wajib pajak. Alhasil, perlu inisiatif dari wajib pajak yang bersangkutan untuk meminta bupot tersebut.
“Di dalam coretax nanti, begitu pemberi kerja melakukan pemotongan PPh Pasal 21 … dan pembuatan bukti potong, seketika saat itu juga wajib pajak menerima bukti potongnya secara real time di tax account management,” ujarnya dalam sebuah talk show. (DDTCNews)
Penghasilan dari usaha yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dikenai tarif PPh final UMKM sebesar 0,5%. Asalkan, omzet dalam satu tahun belum melebihi Rp4,8 miliar.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022, pengenaan tarif PPh final UMKM 0,5% ini hanya berlaku dalam jangka waktu tertentu. Jika jangka waktunya sudah habis maka wajib pajak dikenai tarif normal. Lantas bisakah wajib pajak UMKM memperpanjang jangka waktu penggunaan PPh final 0,5%?
"[Tidak bisa]. Jika memang sudah melewati batas waktu maka wajib pajak menggunakan tarif normal sesuai dengan Pasal 17 UU PPh s.t.t.d UU HPP," jelas Kring Pajak. (DDTCNews)
Wajib pajak masih berkesempatan untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) meski sudah dilakukan pemeriksaan oleh DJP.
Laporan APBN Kita menjelaskan meskipun DJP telah melakukan pemeriksaan, wajib pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Namun, wajib pajak hanya mempunyai kesempatan mengungkapkan ketidakbenaran SPT sepanjang dirjen pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). (DDTCNews) (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
PERKETAT JUGA PENGAWASAN PERPAJAKAN PARA PEJABAT YANG LEBIH RAWAN MALING DUIT RAKYAT