EFEK VIRUS CORONA

Tak hanya PPh Pasal 21, Pembayaran Bea Masuk Juga Bakal Ditunda

Dian Kurniati | Rabu, 11 Maret 2020 | 17:34 WIB
Tak hanya PPh Pasal 21, Pembayaran Bea Masuk Juga Bakal Ditunda

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi.

JAKARTA, DDTCNews—Tak hanya PPh Pasal 21 yang akan ditunda, pemerintah juga mewacanakan penundaan pembayaran bea masuk atas impor barang/bahan baku industri sebagai insentif dalam mengantisipasi efek virus Corona.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan fasilitas tersebut akan masuk dalam paket stimulus ekonomi. Fasilitas ini hanya diberikan untuk 500 korporasi bereputasi sangat baik yang masuk dalam daftar Authorized Economic Operator (AEO) dan mitra utama.

“Mereka diperbolehkan melakukan pembayaran berkala. Jadi semua kewajiban pembayaran-pembayaran bea masuk pada impor itu, mereka diperbolehkan untuk dilunasi pada awal bulan berikutnya,” katanya di Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Nanti, lanjut Heru, penundaan pembayaran bea masuk tersebut diberikan maksimal 30 hari, dan maksimal setiap tanggal 10. Jadi, apabila mengimpor tanggal 30, maka kelonggaran maksimal hingga tanggal 10 di bulan berikutnya.

Dengan kemudahan itu, dia berharap aktivitas produksi bisa meningkat, meski ada tekanan akibat virus Corona. Apalagi, pemerintah juga memberikan kelonggaran aturan impor untuk komoditas larangan terbatas (lartas).

Sementara itu, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Syarif Hidayat mengatakan tak menutup kemungkinan akan ada lagi kelonggaran atau insentif soal barang impor ke depannya.

Baca Juga:
Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Namun terkait barang ekspor, kata Syarif, tampaknya tidak aka nada lantaran ketentuan yang ada saat ini sudah sangat mudah, sehingga tak ada ruang bagi pemerintah untuk memberikan kelonggaran terhadap barang

“Barang yang dikenai bea keluar, kan, tidak banyak. Secara umum hampir tidak ada yang kena bea keluar. Paling sawit, itu pun kalau dia melebihi threshold US$750,” tuturnya.

Untuk diketahui, pemerintah sebelumnya memberikan kelonggaran ketentuan impor pada komoditas yang masuk daftar larangan terbatas (lartas).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Pemerintah menawarkan kemudahan mengurus izin impor komoditas lartas dengan proses super cepat untuk memulihkan pembelian bahan baku industri yang pengadaannya terhenti karena virus Corona.

Kelonggaran itu juga hanya berlaku untuk sekitar 500 importir dengan reputasi sangat baik yang masuk dalam daftar Authorized Economic Operator (AEO) dan mitra utama. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

11 Maret 2020 | 20:42 WIB

Perlu distudy lebih teliti ttg kelonggaran BM, PPh impor klo perlu PPn Impor.. bukan berdasarkan kira 2.. simulasikan ktt - regulasi perlu dibuat model terlebih dahulu ... Jelas pengaruh u Industri orientasi ekspor memang perlu segera.. namun klo kebijakan hanya u melonggarkan konsumsi DN ya ambyar ...tanpa dilihat dampak dr jebakan kedepan ya sm saza... akan ambyarkan industri atau Investasi yg lagi mau kesana ..sbg substitusi Impor ..dan pendorong eksport lainnya...

11 Maret 2020 | 20:36 WIB

Potensi loss penerimaan Negar dr insentif PPh 21. u buruh (tenega kerja) gak banyak krn > dr UMR -4.5 jt perbulan baru dipajakin itupun hanya 5 %, u PPh 22 impor sebaiknya selektif mesti bedakan brng kebutuhan Industri . .terutama orientasi eksport dlm prosentasi tt ... Dan u Brg2 mewah dan konsumsi lgs lainya perlu lebih diteliti lagi .. krn bisa jadi akan menggerus Industri dlm negeri. Untuk PPh 25 yg UMKM is Ok lah ...namun u perush yg labanya eksist tinggi dithn lalu ya kurang tepat dikasih kelonggaran. Ingat Pajak dan cukai adalah tools u memanage ekonomi agar bisa adil dan tumbuh sehat. (regulementer) sbaiknya sll dikaji, distudy hingga sharp sasarannya..dan bisa dilaksanakan.. memperkecil terjadi kedodoran ..

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?