BERITA PAJAK HARI INI

PMK Perpanjangan Waktu Insentif Pajak Segera Terbit

Redaksi DDTCNews | Rabu, 07 Juli 2021 | 08:17 WIB
PMK Perpanjangan Waktu Insentif Pajak Segera Terbit

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memastikan payung hukum perpanjangan waktu pemberian insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi hingga akhir tahun akan segera terbit. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (7/7/2021).

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan rancangan peraturan menteri keuangan (PMK) sedang dalam proses finalisasi. Nantinya, sejumlah insentif pajak yang sekarang ada dalam PMK 9/2021 akan diperpanjang untuk periode Juli—Desember 2021.

“Mudah-mudahan dalam 1—2 hari ke depan kita dapat lihat [PMK] perpanjangannya [terbit],” ujar Yon.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Adapun perpanjangan waktu pemberian akan berlaku untuk insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final DTP untuk UMKM, pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25, serta restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.

Selain mengenai perpanjangan waktu pemberian insentif, ada pula bahasan mengenai usulan penunjukan pihak lain untuk memungut atau memotong PPh, PPN, dan PTE. Kemudian, ada pula bahasan tentang perubahan tarif PPnBM yang berlaku atas mobil listrik.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Jumlah Sektor Penerima Insentif Pajak

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal kembali menegaskan perpanjangan waktu pemberian pengurangan angsuran PPh Pasal 25, pembebasan PPh Pasal 22 impor, dan restitusi PPN dipercepat hanya berlaku pada sektor-sektor usaha yang masih membutuhkan dukungan. Simak ‘Perpanjangan Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Tidak untuk Semua Sektor’.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

“Jumlah sektornya tidak persis sama dengan PMK 9/2021,” ujar Yon. (DDTCNews)

Penunjukan Pihak Lain Jadi Pemungut Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pada saat ini tidak hanya penjual dan pembeli yang terlibat dalam suatu transaksi, tetapi juga pihak lain. Namun, UU KUP tidak memberikan kewenangan kepada Ditjen Pajak (DJP) untuk menunjuk pemungut atau pemotong selain pembeli dan penjual.

Suryo mengatakan dengan keterbatasan UU KUP saat ini, pemerintah ingin memperluas cakupan pemotong atau pemungut pajak baik untuk PPh, PPN, maupun pajak transaksi elektronik (PTE). Ketentuan itu diusulkan masuk revisi UU KUP.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

“Jadi, kami beri tanggung jawab walau tidak bertransaksi secara langsung tetapi tetap dapat memungut atau memotong PPh, PPN, dan PTE," ujar Suryo. Simak pula ‘Penunjukan Pihak Lain Jadi Pemungut Pajak, Pemerintah Diminta Selektif’. (DDTCNews)

PPnBM Mobil Listrik

Pemerintah mengubah tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang berlaku atas mobil listrik. Perubahan dilakukan melalui Peraturan Pemerintah (PP) 74/2021. Beleid ini merevisi PP 73/2019. Revisi dilakukan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam mempercepat penurunan emisi gas buang yang bersumber dari kendaraan bermotor.

"Perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai PPnBM untuk kendaraan plug-in hybrid electric vehicle dan hybrid electric vehicle dalam PP 73/2019," bunyi penggalan salah satu bagian pertimbangan dalam PP 74/2021. Simak ‘Peraturan Baru, Ketentuan PPnBM Mobil Listrik Diubah’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Cap Bukti Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai

Bank penyedia cek dan/atau bilyet giro dalam kondisi tertentu kini dapat membubuhkan sendiri cap bukti pelunasan selisih kurang bea meterai pada surat setoran pajak (SSP). Ketentuan tersebut termuat dalam Perdirjen Pajak No.PER-11/PJ/2021.

Beleid yang ditetapkan pada 7 Juni 2021 ini mengubah ketentuan terdahulu, yaitu Perdirjen Pajak No.PER-01/PJ/2021. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah proses pelunasan selisih kurang bea meterai.

Bank penyedia cek dan/bilyet giro dapat membubuhkan sendiri cap bukti pelunasan jika pelunasan selisih kurang bea meterai dilakukan bank penyedia. Adapun bank penyedia tersebut telah mendapatkan izin pembubuhan cap bukti pelunasan selisih kurang bea meterai. Simak ‘Perdirjen Pajak Baru Soal Cap Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Penurunan Omzet

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan hasil analisis SPT Masa PPN dan PPh 21 menunjukkan adanya tekanan yang dihadapi pelaku usaha. Sebanyak 67% pelaku usaha yang dianalisis mengalami penurunan omzet usaha 25% hingga 75%.

"Dari basis data SPT yang disurvei, ada masalah pada penurunan omzet pada 67% pelaku usaha. Kemudian, 70% dari pelaku usaha mengungkapkan pengurangan jumlah karyawan," katanya. Simak ‘DJP Analisis Data SPT Masa Wajib Pajak Terdampak Pandemi, Ini Hasilnya’. (DDTCNews)

Pemanfaatan Insentif Pajak

Kementerian Keuangan menyebutkan sekitar 300.000 wajib pajak telah memanfaatkan insentif yang disediakan pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan realisasi pemanfaatan insentif usaha – yang di dalamnya mencakup insentif pajak – sudah mencapai Rp41,37 triliun. Angka tersebut memenuhi 72,9% dari pagu yang ditetapkan senilai Rp56,73 triliun.

“Pada 2021, realisasi insentif usaha lebih baik dari tahun lalu karena DJP sudah bisa melakukan estimasi yang lebih baik dari pemberian insentif pajak," katanya. Simak ‘300.000 WP Dapat Insentif Pajak, Termasuk Diskon Angsuran PPh Pasal 25’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Pajak Korporasi Minimum Global

Kesepakatan mengenai pajak korporasi minimum global yang tertuang dalam proposal Pillar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) akan menjadi salah satu bahasan dalam perumusan revisi UU KUP. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan ketentuan khusus untuk mengantisipasi adanya konsensus pajak korporasi minimum global juga akan dibahas pemerintah bersama DPR.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

"Sepengetahuan saya akan dimasukkan juga tentunya. Nanti kita lihat saat pembahasan," ujar Neilmaldrin.

Seperti diketahui, 130 dari 139 yurisdiksi anggota Inclusive Framework telah menyepakati 2 proposal perpajakan internasional yang disusun di bawah koordinasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Untuk proposal pertama yakni Pillar 1: Unified Approach.

Pada Pillar 2, 130 yurisdiksi resmi mendukung pengenaan pajak korporasi minimum global setidaknya sebesar 15% untuk melindungi basis pemajakan dari setiap yurisdiksi. Melalui Pillar 2, penerimaan pajak secara global diperkirakan akan naik hingga US$150 miliar per tahun. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

13 Juli 2021 | 12:16 WIB

Apakah PMK Perpanjangan Insentif sdh terbit? pengganti PMK 9

08 Juli 2021 | 05:17 WIB

Perpanjangan pemberian insentif pajak merupakan langkah yang tepat dilakukan oleh pemerintah, mengingat saat ini kondisi kembali memburuk dan berakibat pada pembatasaan sosial, sehingga akan berdampak juga terhadap pembatasan aktivitas ekonomi. Dengan adanya perpanjangan pemberian insentif pajak, akan membantu pelaku usaha dalam rangka untuk kembali produktif dan membantu memulihkan perekonomian nasional.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%