SELAMA proses keberatan, otoritas pajak pada umumnya akan meminta informasi atau meminjam dokumen dari wajib pajak.
Pemberian informasi atau dokumen dari wajib pajak ini penting bagi otoritas pajak sebelum menerbitkan surat keputusan (SK) keberatan. Namun, proses keberatan tetap dilanjutkan sesuai dengan data yang ada walaupun wajib pajak tidak memenuhi permintaan informasi atau dokumen tersebut.
Walau demikian, sebelum menerbitkan SK Keberatan, otoritas pajak juga akan meminta wajib pajak untuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan wajib pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Untuk Hadir (SPUH).
Hal tersebut tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan sebagaimana telah diubah dengan PMK No. 202/PMK.03/2015 (PMK 9/2013 s.t.d.d. PMK 202/2015).
Secara definisi, SPUH adalah surat yang disampaikan kepada wajib pajak yang berisi mengenai pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk hadir dalam waktu yang telah ditetapkan guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai hasil penelitian keberatan dari tim peneliti keberatan.
Penyampaian SPUH kepada wajib pajak ini akan dilampiri dengan pemberitahuan daftar hasil penelitian keberatan dan formulir surat tanggapan hasil penelitian keberatan. SPUH, pemberitahuan daftar hasil penelitian keberatan, dan formulir surat tanggapan hasil penelitian keberatan tersebut dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX PMK 9/2013.
Daftar hasil penelitian keberatan merupakan bentuk draf penghitungan koreksi fiskal menurut otoritas pajak. Daftar tersebut tidak bersifat final dan bukan merupakan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. Oleh sebab itu, wajib pajak diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan dan hadir untuk membahas hasil penelitian keberatan tersebut.
Berdasarkan contoh format SPUH dalam Lampiran IX PMK 9/2013, wajib pajak diberi kesempatan untuk menanggapi secara tertulis sesuai formulir terlampir disertai buku, catatan, data, atau informasi yang mendukung uraian dalam tanggapan tertulis tersebut dalam jangka waktu paling lama 10 hari kerja setelah tanggal SPUH dikirim. Keterangan mengenai hari/tanggal, waktu, tempat untuk pertemuan juga tercantum dalam SPUH.
Apabila wajib pajak hadir, sesuai Pasal 15 ayat (3) PMK 9/2013, pemberian keterangan dari wajib pajak atau pemberian penjelasan oleh otoritas pajak akan dituangkan dalam berita acara kehadiran yang dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran X PMK 9/2013.
Sebaliknya, dalam hal wajib pajak tidak menggunakan hak untuk hadir yang diberikan melalui penerbitan SPUH tersebut, otoritas pajak juga akan membuat berita acara ketidakhadiran dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI PMK 9/2013 dan proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran wajib pajak.
Penyesuaian di Masa Pandemi
SEBAGAI informasi, penyelesaian proses keberatan menjadi salah satu kegiatan yang terdampak dalam masa pencegahan wabah Covid-19. Dalam masa pandemi, pelayanan pajak secara tatap muka pun sementara ditutup.
Untuk itu, sejak pertengahan Maret lalu, Dirjen Pajak telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-13/PJ/2020 tentang Panduan Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (SE-13/2020).
Ketentuan dalam proses keberatan yang pelaksanaannya diatur dalam SE-13/2020 adalah terkait SPUH dan berita acara kehadiran/ketidak hadiran. Dalam lampiran SE tersebut ditegaskan SPUH dan berita acara kehadiran/ketidakhadiran dalam proses keberatan dilakukan secara tertulis dan dikirim melalui email kepada wajib pajak.
Sesuai ketentuan dalam SE tersebut, terhadap kegiatan pengawasan, pemeriksaan, penagihan, penegakan hukum dan penyelesaian keberatan, diupayakan dilakukan melalui surat-menyurat, telepon, email, chat, video conference dan saluran online lainnya serta memprioritaskan kegiatan yang mendekati jatuh tempo. Dalam hal ini, komunikasi penelaah keberatan dengan wajib pajak dapat saran komunikasi tidak langsung di atas. Komunikasi itu direkam dan telah mendapat pesetujuan wajib pajak.
Dalam Lampiran II Bagian A No. 8 SE-13/2020 juga dinyatakan sepanjang wajib pajak telah memberikan jawaban atas sengketa dalam SPUH dan wajib pajak telah menandatangani berita cara dalam bentuk file pdf kemudian mengirimkannya via email, wajib pajak dianggap telah memberikan jawaban dan hadir.
Lebih lanjut, dalam masa transisi new normal ini, Dirjen Pajak juga mengeluarkan aturan mengenai penyesuaian proses penyelesaian keberatan. Hal ini diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-34/PJ/2020 tentang Panduan Teknis Pelaksanaan Tugas Dalam Tatanan Kenormalan Baru di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (SE-34/2020).
Dalam SE-34/2020 disebutkan pelaksanaan kegiatan pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, forensik digital, penagihan, penilaian, keberatan dan nonkeberatan (Pasal 36 UU KUP) yang sementara dibatasi atau ditiadakan dengan SE-13/2020, dilaksanakan kembali dengan penyesuaian sebagaimana diatur dalam SE-34/2020.
Panduan teknis penyesuaian pelaksanaan kegiatan tertentu dalam rangka pelaksanaan tugas di bidang keberatan terdapat pada Lampiran huruf F SE-34/2020. Sesuai lampiran tersebut, pelaksanaan pemberian keterangan atau penjelasan terkait SPUH dilakukan dengan penyesuaian sebagai berikut:
Untuk penyesuaian prosedur penyelesaian keberatan selengkapnya dapat dibaca dalam Lampiran huruf F SE-34/2020. Simak ‘New Normal, DJP Lakukan Penyesuaian Sejumlah Kegiatan! Ini Panduannya’.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
terimakasih ilmunya DDTC