DEBAT PAJAK

Penyedia Marketplace e-Commerce Ditunjuk Jadi Pemungut Pajak, Setuju?

Redaksi DDTCNews | Senin, 07 November 2022 | 16:40 WIB
Penyedia Marketplace e-Commerce Ditunjuk Jadi Pemungut Pajak, Setuju?

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan menjalankan ketentuan pada Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP dalam ekosistem perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atau e-commerce.

Pemerintah akan menunjuk penyedia platform marketplace e-commerce sebagai pihak lain yang melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"[Penyedia] marketplace feasible [atau] enggak [ditunjuk sebagai pemungut pajak]? Feasible. Cuma kan mesti harus ngobrol. Harus diskusi dengan para pelaku,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Suryo mengaku akan menjalin komunikasi dengan berbagai pihak terkait sebelum menjalankan ketentuan undang-undang tersebut. Menurutnya, skema tersebut juga sudah berjalan untuk platform marketplace pengadaan barang dan jasa pemerintah sesuai dengan PMK 58/2022.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan berkaca pada evaluasi implementasi PMK 58/2022, tidak ada masalah dalam pemungutan pajak oleh penyedia marketplace. Simak ‘E-Commerce Pungut Pajak, Bagaimana Aturan bagi Marketplace Pemerintah?’.

Kendati demikian, sambung Yon, pemerintah tidak bisa serta-merta menunjuk penyelenggara e-commerce menjadi pemungut pajak. Penunjukan e-commerce sebagai pemungut pajak harus dilakukan pada saat yang tepat.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

“Tentu tidak sebatas kena dan tidak kena. Akan kita evaluasi kapan kira-kira momen yang tepat untuk diimplementasikan dan model pengenaannya seperti apa,” ujar Yon.

Kepala Subdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Ditjen Pajak (DJP) Bonarsius Sipayung mengatakan ada beberapa isu yang digodok terkait degan rencana penunjukan penyedia platform marketplace dalam e-commerce sebagai pemotong/pemungut pajak.

Adapun beberapa isu yang dimaksud seperti kriteria platform marketplace dalam e-commerce yang dapat ditunjuk sebagai pemotong/pemungut pajak. Ada pula isu menyangkut ketentuan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Bonarsius mengatakan terdapat 2 prinsip yang menjadi pedoman DJP dalam menyusun aturan teknis. Pertama, ketentuan tidak memberatkan pelaku e-commerce. Kedua, pelaku e-commerce memiliki kemampuan untuk menjalankan kewajibannya.

"Kami berusaha sedemikian rupa tidak mengubah sistem yang ada. Itu saja kita kelola, tapi memang ada mungkin keharusan-keharusan [yang harus dilaksanakan pelaku e-commerce],” ungkap Bonarsius.

Dalam sejumlah pemberitaan di media massa, Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga berharap regulasi dari pemerintah tidak diterapkan secara mendadak. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan waktu yang cukup untuk melakukan edukasi kepada para pelaku usaha, terutama UMKM.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Dia pun mengimbau pemerintah untuk melakukan edukasi kepada pelaku UMKM dengan menggandeng penyedia platform e-commerce sebelum disahkannya peraturan pajak yang terkait dengan e-commerce.

“Bagaimana nantinya kita bisa memberikan waktu yang cukup dalam penerapannya,” ujar Bima.

Lantas, bagaimana menurut Anda? Apakah Anda setuju dengan adanya penunjukan penyedia platform marketplace e-commerce sebagai pemotong atau pemungut pajak? Berikan pendapat Anda dalam kolom komentar.

Baca Juga:
Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan pendapat pada kolom komentar artikel ini dan telah menjawab beberapa pertanyaan dalam survei akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).

Debat ini hanya bisa diikuti oleh warga negara Indonesia dan tidak berlaku untuk karyawan DDTC. Pemenang dipilih berdasarkan pada pengisian survei dan kolom komentar yang konstruktif, berdasarkan fakta, dan tidak mengandung unsur SARA.

Keputusan pemenang ditentukan oleh tim DDTCNews dan bersifat mutlak serta tidak dapat diganggu gugat. Pajak hadiah ditanggung penyelenggara. Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Selasa, 29 November 2022 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Jumat, 2 Desember 2022. (kaw)

*Redaksi DDTCNews memperpanjang periode debat hingga Selasa, 6 Desember 2022 pukul 15.00 WIB.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

Pilih Setuju atau Tidak Setuju lalu tuliskan komentar Anda
Setuju
Tidak Setuju
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Setuju
92
71.88%
Tidak Setuju
36
28.13%

Rudika Akbarin

29 November 2022 | 12:52 WIB
Part 4: 4. Kesimpulan: Kebijakan penunjukan penyedia platform marketplace sebagai pemotong/pemungut pajak adalah kebijakan yang dinilai cukup baik. namun, kebijakan ini belum dapat diterapkan saat ini karena belum adanya ketentuan dan sistem yang mumpuni. Belum tersedianya ketentuan dan sistem yang mumpuni ini, justru akan memberikan dampak buruk bagi e-commerce, bagi pelaku usaha dan/atau masyarakat. Sehingga dibutuhkan waktu yang tepat untuk mengaplikasikan atau menerapkan kebijakan ini di Indonesia. #MariBicara

Rudika Akbarin

29 November 2022 | 12:51 WIB
Part 3: 3. Selain memberikan dampak yang buruk bagi e-commerce, tentunya kebijakan yang belum memiliki ketentuan yang jelas ini akan memberikan dampak buruk ke masyarakat dan/atau pelaku usaha. Pengetahuan terkait pajak yang masih minim di masyarakat harus menjadi perhatian lebih bagi pemerintah. Pasalnya, kebijakan ini akan memunculkan ambiguitas di masyarakat luas. Dalam kondisi Pengetahuan yang minim, ketentuan yang masih ambigu atau belum jelas, ditakutkan kebijakan ini akan memunculkan keraguan masyarakat terhadap pemerintah. #MariBicara

Rudika Akbarin

29 November 2022 | 12:50 WIB
Part 2: 2.Sanksi bagi e-commerce akan jauh lebih besar. dengan sistem yang belum cukup baik, justru akan memberikan dampak negatif bagi e-commerce. Pasalnya, dengan ketidakmampuan mengklasifikasikan jenis barang/jasa yang dikenai pajak akan memunculkan masalah baru yaitu salah potong/pungut, kurang potong/pungut dan kasus lainnya. tentunya hal ini akan merugikan e-commerce dan akan mengganggu operasional perusahaan. #MariBicara

Rudika Akbarin

29 November 2022 | 12:48 WIB
Part 1: Penunjukan e-commerce sebagai pemungut/pemotong pajak saat ini belum tepat. setuju dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Yon bahwa penunjukan e commerce sebagai pemungut pajak harus diimplementasikan di waktu yang tepat. apakah sekarang adalah waktu yang tepat ? tentu tidak. kenapa ? 1. Pengimplementasian Kebijakan ini belum dilandaskan dengan ketentuan dan sistem yang jelas. Marketplace tidak hanya menjual satu atau dua jenis barang. tidak juga hanya terdiri dari satu atau dua UMKM atau perusahaan barang/jasa, melainkan ada jutaan pelaku usaha di dalam satu marketplace. Berkaitan dengan hal ini, Apakah e-commerce sudah memiliki sistem yang memadai untuk mengklasifikasikan dan memisahkan secara tepat barang/jasa yang dikenai pajak sesuai peraturan yang berlaku mengingat terdapat banyak sekali jenis barang/jasa yang dijual di marketplace ?. jika belum, maka pengimplementasian kebijakan ini harus dipertimbangkan kembali.

Arohmawati

29 November 2022 | 12:41 WIB
Adapun pemerintah harus bisa membuat aturan detail mekanismenya seperti pedagang di marketplace dengan pendapatan bersih di bawah 5 juta per bulan tidak wajib untuk menyetorkan pajak atau pajak diwajibkan jika biaya pajak dibebankan oleh konsumen. Selain itu, pemerintah juga perlu mengedukasi masyarakat dengan membuat iklan pentingnya pajak di marketplace sehingga meminimalisir terjadinya protes dari pengguna marketplace. Kalaupun jual beli akan naik harganya, hal tersebut tidak akan signifikan karena sifat pajak adalah tidak memberatkan pembayar pajak. Di sisi lain, pemerintah juga harus melegalkan marketplace yang telah membayarkan pajak dan tidak melegalkan yang tidak membayar pajak. #MariBicara

Arohmawati

29 November 2022 | 12:37 WIB
Tidak dapat dipungkiri, Indonesia adalah negara besar yang sangat menerima perkembangan teknologi sehingga terus terjadi inovasi yang mampu membuat perputaran uang ke arah yang positif, salah satunya adalah melalui marketplace. Marketplace merupakan salah satu pasar digital yang diadakan agar dapat mendorong perputaran ekonomi di negara sehingga bisa menguntungkan negara. Akan tetapi, belum adanya pemberlakuan pajak di marketplace ini merupakan salah satu celah dimana seseorang bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya melalui marketplace dengan tanpa pajak yang diwajibkan. Tentunya, hal ini akan menimbulkan ketimpangan sosial antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin yang semakin besar. Oleh karena itu, saya sebagai mahasiswa yang ingin meminimalisir ketimpangan sosial menyetujui adanya pemungutan pajak. #MariBicara

Nisa

29 November 2022 | 12:01 WIB
untuk mengurangi upaya penghindaran pajak

Priscilia Atrika

29 November 2022 | 10:52 WIB
setuju, karena di Indonesia terjadi perkembangan e-commerce yang cukup pesat, namun perlu diperhatikan kriteria yang tepat dalam pemungutannya agar penerapan kebijakan ini lebih efektif.

Rizky Hadi Rachmanto

29 November 2022 | 09:10 WIB
Saya tidak setuju dengan penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak. Adanya PMK 58 Tahun 2022 menambah kerumitan mekanisme pemotongan pajak penghasilan di Indonesia. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis pemotongan pajak penghasilan. Yang meliputi, PPh 24(2), PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 15, dan PPh 26. Selain itu, masing-masing jenis pemotongan pajak penghasilan pun memiliki irisan yang hampir sama. Ketidaksederhanaan ini membuat wajib pajak bingung untuk menentukan jenis pemotongan pajak penghasilan. Dengan adanya penunjukan marketplace ini, akan menambah kebingungan yang selama ini sudah terjadi. Selain itu, hal ini akan terjadi kerancuan karena objek yang diatur dalam UU pajak penghasilan berbeda dengan PMK 58 tahun 2022. Jika memang marketplace ingin ditunjuk sebagai pemungut pajak, sebaiknya aturan pajak penghasilan disederhanakan lebih dahulu. selain itu, aturan UU juga harus disesuaikan agar tidak terjadi dispute.

Nadya Tasya Nasuhi

29 November 2022 | 08:59 WIB
Saya setuju sebab e-commerce juga sudah dapat dikatakan bisnis karena mendapatkan penghasilan dan jika dilihat kondisi saat ini masyarakat tidak lepas dari belanja online. Sehingga sangat disayangkan jika dengan penghasilan yang cukup besar tersebut namun tidak dikenakan pajak
ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?