BERITA PAJAK HARI INI

DJP Terus Perbanyak Jumlah Pemungut PPN Produk Digital

Redaksi DDTCNews | Jumat, 07 Mei 2021 | 08:28 WIB
DJP Terus Perbanyak Jumlah Pemungut PPN Produk Digital

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) akan terus memperbanyak jumlah pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (7/5/2021).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah akan mengumpulkan data dari otoritas pajak negara lain. Pada saat bersamaan, DJP juga akan menganalisis data internal dan eksternal.

“Secara persuasif kami masih meminta para calon pemungut PPN itu untuk bisa melaksanakan kewajibannya di sini. Kami mengadakan one-on-one meeting dengan mereka sebelum ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE,” ujarnya.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Seperti diketahui, mulai 1 Mei 2021, ada penambahan 8 perusahaan baru yang mulai efektif memungut PPN produk digital. Dengan penambahan 8 perusahaan maka jumlah total pemungut PPN produk digital yang telah ditunjuk dirjen pajak menjadi 65 badan usaha.

Selain mengenai PPN produk digital, ada pula bahasan tentang penetapan 17 sektor usaha yang berhak mendapatkan insentif fiskal dan nonfiskal. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 4/2021.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak
  • Peningkatan Penerimaan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor optimistis dengan adanya penambahan pemungut PPN produk digital, penerimaan pajak akan meningkat.

Pada Januari—April 2021, penerimaan PPN produk digital yang telah disetor para pemungut senilai Rp1,15 triliun. Dia optimistis penerimaan PPN produk digital pada tahun ini akan lebih tinggi dari pada kinerja tahun lalu. Apalagi, pada tahun lalu, kebijakan ini baru berlaku dalam 6 bulan. (Kontan)

  • Sektor Usaha yang Berhak Dapat Insentif

Sesuai dengan Peraturan BKPM 4/2021, 17 sektor usaha yang berhak mendapatkan insentif fiskal dan nonfiskal antara lain kelautan dan perikanan; pertanian; ingkungan hidup dan kehutanan; energi dan sumber daya mineral; ketenaganukliran; perindustrian; perdagangan; serta pekerjaan umum dan perumahan rakyat.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Ada pula transportasi; Kesehatan, obat, dan makanan; pendidikan dan kebudayaan; pariwisata; keagamaan; pos, telekomunikasi, penyiaran, serta sistem, dan transaksi elektronik; pertahanan dan keamanan; ketenagakerjaan; serta keuangan.

Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM Yuliot mengatakan penetapan sektor itu sesuai dengan keputusan Kemenkeu. BKPM hanya kembali menegaskan masuknya 17 sektor dalam industri pionir lewat aturan tersebut.

“Jadi nanti saat investor mengajukan investasi di Online Single Submission (OSS) langsung ditawari [insentif] melalui sistem secara langsung,” katanya. (Kontan/DDTCNews)

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%
  • Penagihan Pajak

Mantan Ketua Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung Chuck Suryosumpeno mengatakan pentingnya upaya total law enforcement bidang perpajakan.

Dalam kegiatan pembekalan asset recovery kepada para penyidik pajak yang diselenggarakan Subdirektorat Penyidikan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak (DJP), aparat seharusnya tidak hanya mampu melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pidana perpajakan.

“Tetapi juga harus mampu mengoptimalkan penagihan pajak dari pelaku dengan menerapkan pemulihan aset sehingga mampu mewujudkan total law enforcement di bidang perpajakan,” ujarnya, dikutip dari laman resmi DJP. Simak ‘Penegakan Hukum Harus Diikuti Optimalisasi Penagihan Pajak’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?
  • Kenaikan Tarif PPN

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) memandang rencana kenaikan tarif PPN, yang tengah dipertimbangkan pemerintah sebagai salah satu cara menaikkan penerimaan negara pada tahun depan, kurang tepat.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani mengatakan kenaikan tarif PPN merupakan salah satu opsi praktis dalam menambal kekurangan penerimaan pajak. Hanya saja, kondisi ekonomi saat ini masih belum sepenuhnya pulih.

"Ini tentu akan menjadi beban tambahan dan terlebih lagi bahkan sebelum diberlakukan pun sudah menimbulkan keresahan baru di masyarakat," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra
  • Bank Tanah

Pemerintah resmi menerbitkan peraturan pemerintah (PP) terbaru yang menjadi landasan pembentukan Bank Tanah sesuai dengan amanat UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Beleid yang dimaksud adalah PP 64/2021. Pada Pasal 1 angka 1 disebutkan Bank Tanah adalah badan khusus atau sui generis yang dibentuk oleh pemerintah pusat dan secara khusus diberi kewenangan untuk mengelola tanah.

"Bank Tanah diberi kewenangan khusus untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agraria," bunyi Pasal 2 ayat (2). (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

07 Mei 2021 | 23:46 WIB

Apabila potensi penerimaan pajak dari pemungutan PPN PMSE ini cukup besar, maka sebaiknya pemerintah lebih memaksimalkan pemungutan pajak pada bidang ini dibandingkan dengan menaikkan tarif PPN. Hal ini karena sifat PPN yang objektif, dimana dalam pengenaan pajaknya tidak memandang kemampuan dari subjek pajak sehingga adanya kenaikan tarif PPN ini akan lebih berdampak ke masyarakat luas.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?