SINERGI antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penerimaan pajak, baik pusat maupun daerah. Sinergi tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pertukaran dan pemanfaatan data atau informasi perpajakan.
Pasalnya, data dan informasi mengemban peranan penting dalam optimalisasi penerimaan dan pengawasan kepatuhan pajak. Untuk itu, Ditjen Pajak (DJP) menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) dengan Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) dan 169 pemda. Simak “Bila DJP Menandatangani MoU dengan Pemda”
Melalui perjanjian tersebut, DJP akan menerima sumber data pengawasan antara lain data kepemilikan dan omzet usaha, izin mendirikan bangunan, usaha pariwisata, usaha pertambangan, usaha perikanan dan perkebunan. Sebaliknya, pemda akan menerima data DJP untuk kepentingan pengawasan daerah.
Adapun apabila berbicara mengenai pajak daerah maka sangat berkaitan erat dengan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Hal ini lantaran kewenangan daerah dalam memungut pajak merupakan bagian dari desentralisasi fiskal dan salah satu wujud pelaksanaan otonomi daerah. Lantas, apa itu desentralisasi fiskal?
Definisi
PENERAPAN otonomi dan desentralisasi fiskal ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Namun, kedua regulasi itu sudah mengalami beberapa kali revisi hingga yang terakhir dengan UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004.
Mengacu Pasal 1 angka 7 UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah (pusat) kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan desentralisasi tersebut, aspek pembiayaan juga ikut terdesentralisasi. Implikasinya, daerah dituntut untuk dapat membiayai sendiri biaya pembangunanya (Prawoto, 2015). Maka dari itu, pelimpahan tugas kepada pemda dalam otonomi harus disertai dengan pelimpahan keuangan (money follow functions) (Hastuti, 2018).
Untuk itu, salah satu wujud pelaksanaan otonomi daerah adalah otonomi dalam aspek pengelolaan keuangan daerah yang disebut otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal. Bahl (2009) mendefinisikan desentralisasi fiskal sebagai pemberdayaan masyarakat melalui pemberdayaan fiskal pemda.
Menurut, Nižňanský, Mikloš, dan Žárska (1998) desentralisasi fiskal adalah penetapan batasan untuk pengambilan keputusan di tingkat sub-pusat dengan memperkuat kekuasaan dan tanggung jawab administrasi publik tingkat bawah dalam menyediakan dan mendanai barang publik.
Sementara itu, Slinko (2002) mengartikan desentralisasi fiskal sebagai pelimpahan tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada pemda, termasuk di dalamnya menyerahkan otoritas bagi pemda untuk penerimaan dan pengeluaran daerahnya.
Secara lebih luas, Prawirosetoto (2002) menyatakan desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab dan kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan (tax assignment) maupun aspek pengeluaran (expenditure assignment).
Adapun fiskal merupakan istilah yang merujuk pada pendapatan publik, keuangan publik, perbendaharaan atau penerimaan publik, termasuk semua peraturan perpajakan yang menjadi dasar pendapatan publik dihimpun (IBFD,2015). Dengan demikian, singkatnya fiskal berkenaan dengan urusan pajak atau pendapatan negara (KBBI).
Simpulan
INTINYA otonomi daerah mempunyai tujuan meningkatkan pelayanan publik dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah. Otonomi daerah salah satunya diwujudkan dengan desentralisasi fiskal.
Secara ringkas, desentralisasi fiskal berarti penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Adapun fiskal berarti berkenaan dengan urusan pajak atau pendapatan publik. Hal ini berarti dengan desentralisasi fiskal pemda berwenang mengatur keuangan daerahnya sendiri termasuk memungut pajak. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Terimakasih imunya DDTC