Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan menghapus pengenaan branch profit tax (BPT) di sektor minyak dan gas bumi. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (13/8/2019).
Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak (DJP) Yunirwansyah mengatakan BPT sebesar 20% yang dikenakan atas jumlah bruto penghasilan lain kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi – di luar kontrak kerja sama – berupa uplift atau imbalan lain akan dihapus.
“Mereka kena 20% BPT-nya. Jadi yang kita hapus tidak ada kena lagi yang 20%,” kata Yunirwansyah.
Ketentuan pengenaan BPT ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 257/PMK.011/2011. Uplift merupakan imbalan yang diterima oleh kontraktor terkait dengan penyediaan dana talangan untuk pembiayaan operasi kontrak bagi hasil yang seharusnya merupakan kewajiban partisipasi kontraktor lain, yang ada dalam satu kontrak kerja sama, dalam pembiayaan.
Pengenaan BPT ini sebelumnya dikeluhkan banyak kontraktor migas. Hal ini dinilai menghambat penjualan minyaknya ke PT Pertamina (Persero). Pasalnya, pengenaan BPT memunculkan perbedaan perlakuan pajak antara penjualan ke luar dan dalam negeri.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti topik mengenai pembenahan teknologi informasi di internat DJP. Upaya ini dilakukan untuk mendukung peningkatan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (tax ratio).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Selain menghapus BPT, pemerintah berencana merelaksasi pengenaan pajak penghasilan final atas penghasilan lain kontraktor di luar kontrak kerja sama berupa pengalihan participating interest. Selama ini, pengalihan participating interest selama masa eksplorasi dikenakan pajak final 5% dan pengalihan selama masa eksploitasi dikenakan tarif 7%.
Participating interest merupakan hak dan kewajiban sebagai kontraktor kontrak kerja sama, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada suatu wilayah kerja. Adapun revisi Peraturan Menteri Keuangan masih digodok oleh pemerintah.
Iwan Djuniardi, Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP mengatakan peningkatan sistem teknologi informasi dibutuhkan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan data dan jumlah wajib pajak di masa mendatang.
Pembenahan proses bisnis melalui penggunaan teknologi terus dilakukan. Migrasi sistem manual ke digitalisasi mulai dilakukan untuk beberapa proses bisnis, terutama yang berhubungan dengan pelayanan kepada wajib pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan fasilitas restitusi dipercepat akan terus dijalankan oleh DJP. Fasilitas ini berlaku untuk wajib pajak yang patuh melaporkan surat pemberitahuan (SPT), tidak ada tunggakan, dan tidak pernah dipidana karena kasus perpajakan.
“Belum ada diskusi tentang perubahan kebijakan baik memperluas restitusi pajak atau tidak. Sementara, skema ini yang berjalan,” ujarnya.
Hasil kajian Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBN yang selama ini dijalankan ternyata belum optimal dan belum memenuhi kategori belanja berkualitas.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengusulkan agar ada evaluasi atas porsi anggaran pendidikan. Pemakaian anggaran ini harus merata di semua level, baik pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota.
“Kadang kita bias dan melempar semua masalah ke pusat. Padahal, belanja daerah juga bertanggung jawab,” katanya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.