Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Otoritas fiskal memberi sinyal pelonggaran kebijakan kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor yang telah dilakukan terhadap 1.147 item komoditas. Hal ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (19/2/2019).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan segera mengkaji kebijakan yang telah ditempuh pada tahun lalu tersebut. Hal ini diungkapkan setelah mendapat keluhan dari pelaku usaha yang menggunakan kawasan berikat (KB) dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
“Karena kemarin tujuannya untuk mengendalikan impor. Kami bayangkan bisa ada substitusinya dari dalam negeri. Kalau ternyata ini mengganggu supply chain terhadap ekspor, nanti akan kita lihat, akan langsung kami respons,” jelasnya.
Namun demikian, relaksasi kebijakan hanya ditujukan khusus untuk pengusaha yang mengimpor barang konsumsi untuk diekspor. Pelaku usaha yang mengimpor untuk tujuan ekspor bisa mendapatkan pengecualian dari tarif pasal PPh 22 impor.
Seperti diketahui, kenaikan tarif PPh pasal 22 impor pada 1.147 item komoditas diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110/PMK.010/2018 tentang Perubahan atas PMK Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti masalah start-up. Sri Mulyani Indrawati mengaku akan melihat instrument perpajakan untuk start-up yang memiliki nilai valuasi sekitar US$1 miliar seperti Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Penasihat Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas Edward Otto Kanter mengungkapkan kenaikan tarif PPh 22 impor telah menghambat daya saing ekspor Indonesia. Hal ini dirasakan oleh pelaku industri yang berada di KB dan memanfaatkan fasilitas KITE.
“PPh 22 yang berlaku ini cukup memberatkan bagi eksportir di KITE karena beberapa komoditasnya kena,” tuturnya.
Nilai ekspor dengan fasilitas fiskal berupa KB dan KITE mencapai Rp780,81 triliun pada 2017. Capaian ini mengalami pertumbuhan 5,5% dari realisasi ekspor yang menggunakan fasilitas sama pada 2016 senilai Rp737,7 triliun.
Hasil survei yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dengan LPEI dan UNIED menunjukkan jika fasilitas KB dan KITE dihapus, ada risiko yang cukup besar terkait relokasi usaha ke negara lain seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan China. Pasalnya, hanya sedikit yang akan bertahan di Tanah Air.
Sri Mulyani mengaku akan mengkaji pengenaan pajak pada start-up. Dia tidak menjelaskan lebih spesifik kepada tarif perpajakan. Namun, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menegaskan akan berdiskusi dengan pelaku usaha untuk melihat kebutuhan mereka.
"Kita lihat tentang perpajakan. Kita juga akan lihat apa dari sisi fasilitasnya dan bagaimana bentuk support yang dibutuhkan,” ujarnya.
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan hingga saat ini belum ada konsep pemajakan baru untuk fintech, terutama yang bergerak di peer to peer lending. Pemajakan berlaku sama dengan transaksi pinjaman konvensional. Dalam konteks ini, fintech tidak ditetapkan sebagai wajib pungut atas PPh pasal 23.
Dari 29 provinsi yang mendapatkan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT), Jawa Timur masih menjadi daerah dengan nilai alokasi terbesar. Pada tahun ini, Jawa Timur mendapatkan alokasi senilai Rp1,6 triliun, atau 50,4% dari total alokasi DBH CHT. Hal ini tertuang dalam PMK No.12/PMK.07/2019. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.