PERTUMBUHAN EKONOMI

Waduh, OECD Proyeksi Ekonomi Indonesia Minus 3,9% Kalau Ini Terjadi

Muhamad Wildan | Kamis, 11 Juni 2020 | 11:12 WIB
Waduh, OECD Proyeksi Ekonomi Indonesia Minus 3,9% Kalau Ini Terjadi

Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan salah satu gedung bertingkat di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (8/6/2020). Pemerintah akan membuka dan menggerakkan kembali sejumlah sektor ekonomi dalam rangka pelaksanaan program masyarakat produktif aman Covid-19 atau dikenal sebagai normal baru di 102 kabupaten/kota. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/hp.

PARIS, DDTCNews – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi untuk pertama kalinya sejak krisis 1997-1998.

OECD menyajika dua skenario proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bila Indonesia bisa menghindari gelombang kedua penularan Covid-19, perekonomian diproyeksikan terkontraksi hingga 2,8% (yoy) pada 2020 dan akan kembali tumbuh 5,2% (yoy) pada 2021 mendatang.

Namun, bila gelombang kedua penularan Covid-19 tidak terhindarkan, kontraksi akan lebih dalam dibandingkan skenario pertama. Perekonomian Indonesia diproyeksikan terkontraksi hingga 3,9% (yoy) pada 2020. Pertumbuhan ekonomi pada 2021 pun bakal rendah karena hanya 2,6% (yoy).

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

“Konsekuensi sosial-ekonomi dari resesi akan parah, terutama untuk kelompok kelas menengah ke bawah yang beresiko besar untuk jatuh kembali ke dalam kemiskinan,” demikian pernyataan OECD, seperti dikutip pada Kamis (11/6/2020).

Perlu dicatat, kedua skenario proyeksi perekonomian dari OECD ini jauh lebih rendah dibandingkan skenario pemerintah yang memproyeksikan ekonomi domestik bisa terkontraksi 0,4% (yoy) pada skenario terberat.

Proyeksi kontraksi ekonomi Indonesia dari OECD tersebut juga lebih dalam dibandingkan World Bank yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di level 0% (yoy) atau stagnan. Simak artikel ‘Bank Dunia: Ekonomi Global Resesi Terdalam, Indonesia Hanya Tumbuh 0%’.

Baca Juga:
Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Menurut OECD, Pandemi Covid-19 juga mengungkap kelemahan sistem bantuan sosial (bansos) yang dimiliki oleh pemerintah untuk melindungi kelompok rentan.

Meski pemerintah menambahkan anggaran untuk berbagai macam bentuk bansos dan memfokuskan bansos tersebut kepada pekerja yang di-PHK ataupun dirumahkan, langkah ini tetap saja tidak menutup kelemahan-kelemahan yang selama ini tidak tampak sebelum Covid-19.

Terlepas dari kelemahan-kelemahan tersebut, OECD mengapresiasi langkah cepat pemerintah Indonesia yang diawali dengan pelebaran defisit anggaran dan diikuti dengan berbagai stimulus mulai dari perpajakan hingga bansos.

Baca Juga:
Sederet Rekomendasi OECD untuk Indonesia dalam Meningkatkan Tax Ratio

"Stimulus fiskal yang digelontorkan oleh pemerintah perlu untuk tetap dilanjutkan dan harus diimbangi dengan monitoring dalam rangka menghindari misalokasi," tulis OECD.

Kabar baiknya, OECD memproyeksikan pemulihan konsumsi swasta akan lebih cepat dibanding ekspektasi. Selain itu, harga komoditas diproyeksi berangsur pulih. Langkah pemerintah dalam menjaga likuiditas juga diproyeksikan akan segera memulihkan investasi dan meningkatkan permintaan pada barang tahan lama. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 13 Desember 2024 | 11:30 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Majelis Umum PBB Resmi Adopsi ToR Pembentukan Konvensi Pajak

Minggu, 08 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Rekomendasi OECD untuk Indonesia dalam Meningkatkan Tax Ratio

Rabu, 04 Desember 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

OECD Perkirakan Ekonomi Indonesia hingga 2026 Hanya Tumbuh 5 Persen

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?