Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Terbitnya ketentuan penghitungan dan pemungutan PPN serta PPh atas penyerahan/penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer menjadi salah satu peristiwa yang terjadi pada Januari 2021.
Ketentuan dalam PMK 6/2021 ini sempat viral karena dianggap menjadi pengenaan pajak terhadap jenis dan objek pajak baru. Namun demikian, Ditjen Pajak (DJP) sudah meluruskan isu ini. DJP menjelaskan pengenaan pajak itu sudah berlaku selama ini.
“Perlu ditegaskan bahwa pengenaan pajak (PPN dan PPh) atas penyerahan pulsa/kartu perdana/token listrik/voucer sudah berlaku selama ini sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru,” tulis DJP dalam keterangan resminya.
Selain mengenai terbitnya PMK 6/2021, beberapa peristiwa terkait dengan perpajakan yang berhasil dipotret pada Januari 2021 antara lain penambahan 2 layanan baru pada menu Info KSWP di DJP Online serta perpanjangan waktu insentif pajak untuk penanganan Covid-19.
DJP menegaskan peraturan yang berlaku mulai 1 Februari 2021 tersebut untuk memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan atas pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer.
Dalam PMK tersebut juga ada ketentuan mengenai pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa/kartu perdana oleh distributor dan PPh Pasal 23 untuk jasa pemasaran/penjualan token listrik dan voucer yang merupakan pajak yang dipotong dimuka dan tidak bersifat final.
Atas pajak yang telah dipotong tersebut nantinya dapat dikreditkan oleh distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucher dalam SPT Tahunannya. Dengan demikian, ketentuan ini diyakini tidak memengaruhi harga pulsa/kartu perdana, token listrik, atau voucer.
DJP menambah 2 layanan baru menu Info Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) di DJP Online. Pertama, pemberitahuan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN). Kedua, pemberitahuan menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang dolar.
Sesuai dengan UU PPh, NPPN hanya boleh digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar. Wajib pajak itu melakukan pencatatan.
Sementara itu, untuk dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar AS, wajib pajak harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari menteri keuangan, kecuali wajib pajak dalam rangka kontrak karya atau wajib pajak dalam rangka kontraktor kontrak kerja sama.
Otoritas menerbitkan PMK 239/2020 yang memuat fasilitas pajak untuk penanganan Covid-19. Melalui PMK 239/2020, jangka waktu pemberian fasilitas pajak dalam PMK 143/2020 dan PP 29/2020 diperpanjang.
Fasilitas PPh dan PPN dalam PMK 143/2020 diperpanjang hingga 31 Desember 2021. Sementara fasilitas PPh dalam PP 29/2020 diperpanjang hingga 30 Juni 2021.
Tidak hanya vaksin dan bahan bakunya yang memperoleh fasilitas pajak, tapi juga peralatan pendukung vaksinasi. Di samping itu, industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat dapat memanfaatkan insentif pajak setelah mendapat surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan.
Kementerian Keuangan merilis PMK 237/2020 yang memuat fasilitas PPh di kawasan ekonomi khusus (KEK) sebagaimana diamanatkan pada PP 12/2020. Fasilitas pajak diberikan kepada badan usaha penyelenggara KEK dan pelaku usaha yang menanamkan modalnya di bidang usaha tertentu. Bentuk berupa pengurangan PPh badan sebesar 100% dengan nilai investasi di KEK minimal Rp100 miliar.
Bagi penyelenggara KEK, fasilitas pengurangan PPh badan diberikan atas penghasilan yang diterima dari pengalihan tanah dan bangunan di KEK, persewaan tanah dan bangunan di KEK, serta penghasilan dari kegiatan usaha utama di KEK selain pengalihan dan persewaan tanah dan bangunan. Fasilitas ini diberikan dalam jangka waktu 10 tahun pajak.
Bagi pelaku usaha yang berinvestasi pada kegiatan utama di KEK, fasilitas pengurangan PPh badan sebesar 100% selama 10 tahun diberikan atas rencana investasi Rp100 miliar hingga Rp500 miliar. Untuk rencana penanaman modal Rp500 miliar hingga Rp1 triliun, fasilitas diberikan selama 15 tahun. Untuk rencana investasi di atas Rp1 triliun, fasilitas akan diberikan selama 20 tahun.
PT Wajib Beralih ke Ketentuan Umum
DJP menyatakan wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas (PT) yang membayar pajak dengan skema PPh final 0,5% sejak 2018, wajib beralih ke ketentuan umum mulai 2021.
Merujuk pada PP 23/2018, jangka waktu pengenaan PPh final bagi wajib pajak badan berbentuk PT hanya selama 3 tahun pajak. Setelah itu, wajib pajak tersebut wajib membayar angsuran PPh badan sesuai dengan ketentuan umum.
PPh dengan tarif sebesar 22% akan dihitung terhadap penghasilan kena pajak, yaitu penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Sementara, tarif PPh final PP 23/2018 sebesar 0,5% dikenakan terhadap jumlah peredaran bruto (omzet).
Simak beberapa ulasan mengenai Kilas Balik 2021 di sini. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.