Tampilan awal salinan UU No. 1/2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
JAKARTA, DDTCNews - UU No. 1/2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) turut mengatur tentang tindak pidana pemalsuan meterai.
Pasal 382 KUHP menyebut setiap orang yang meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai meterai tersebut sebagai meterai asli diancam hukuman penjara maksimal 7 tahun dan denda maksimal kategori V senilai Rp500 juta.
"Yang dimaksud dengan meterai adalah perangko, meterai tempel, meterai pajak televisi, dan jenis meterai lainnya," bunyi pasal penjelas dari Pasal 382 KUHP, dikutip pada Selasa (3/1/2023).
Pemerintah berharap ketentuan tersebut dapat melindungi meterai yang dikeluarkan pemerintah dari praktik pemalsuan. Pemalsuan meterai akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap meterai Indonesia dan mengurangi pendapatan negara.
Pada Pasal 383 KUHP, turut diatur pula tentang penggunaan meterai bekas. Setiap orang yang menghilangkan tanda yang menandakan meterai tidak dapat dipakai lagi dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakainya diancam hukuman penjara maksimal 3 tahun dan pidana denda kategori IV senilai Rp200 juta.
Lebih lanjut, pada Pasal 389 KUHP, turut diatur pula tentang sanksi pidana bagi setiap orang yang mengedarkan meterai palsu.
Setiap orang yang memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, memiliki persediaan untuk dijual, atau memasukkan materai palsu ke Indonesia diancam hukuman penjara maksimal 7 tahun dan denda maksimal kategori V senilai Rp500 juta.
Untuk diketahui, KUHP telah diundangkan oleh pemerintah pada 2 Januari 2023. Meski demikian, undang-undang ini baru mulai berlaku setelah 3 tahun sejak tanggal diundangkan. Artinya, KUHP baru berlaku pada 2026. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.