Konferensi Pers APBN Kita September 2018. (DDTCNews - Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Akumulasi tekanan nilai tukar rupiah dan strategi front loading membuat rasio utang pemerintah pusat terhadap produk domestik bruto terkerek hingga 30,31%.
Berdasarkan data yang dirilis Kemenkeu, posisi utang pemerintah pusat hingga Agustus 2018 senilai Rp4.363,19 trilliun atau naik 12,32% dibandingkan capaian per Agustus 2017 senilai Rp3.825,79 triliun.
Dengan asumsi produk domestik bruto Rp14.395,07 triliun, rasio utang pemerintah pusat hingga Agustus 2018 mencapai 30,31%. Performa ini disebut-sebut sebagai efek dari depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi.
Kendati masih berada di bawah ambang batas 60% terhadap PDB yang diamanatkan dalam Undang-Undang No.17/2013 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan terus menjaga rasio utang di kisaran 30%.
“Kami akan tetap jaga di sekitar itu. Kalau ada dinamika nilai tukar yang mengubah nilai nominal terutama utang luar negeri nanti kita akan adjust,” ujarnya di kantor Kemenkeu, seperti dikutip pada Senin (24/9/2018).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menegaskan pemerintah selalu merespons setiap potensi kenaikan utang dengan hati-hati. Salah satu langkah yang diambil adalah menekan defisit anggaran dan menjaga surplus keseimbangan primer.
“Kan posisinya [utang] tidak selalu satu fixed. Namun, kalau kita lihat dari sisi APBN defisit terus menurun, kemudian primary balance masih tetap positif sampai akhir Agustus menggambarkan kita merespons dengan kehati-hatian. Jadi, tidak hanya direspons dari satu sisi,” jelasnya.
Sumber: APBN KITA September 2018, Kemenkeu
Luky Alfirman, Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mengatakan kenaikanoutstanding utang pemerintah ini salah satunya disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang lebih dari 8% (year to date/ytd).
Bila dilihat lebih dalam, total posisi utang untuk SBN berdenominasi rupiah lebih besar dibandingkan dengan SBN berdenominasi valuta asing. Dengan demikian, menurutnya, risiko fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap posisi utang pemerintah pusat dapat diminimalisasi.
Selain faktor nilai tukar rupiah, kenaikan utang pemerintah pusat juga merupakan bagian dari strategi front loading.Strategi yang dilakukan pemerintah ini difokuskan untuk menarik pembiayaan saat suku bunga pasar masih rendah, terlebih adanya kenaikan Fed Fund Rate. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.