UTANG LUAR NEGERI

Utang Luar Negeri Indonesia Tumbuh 4,8%

Redaksi DDTCNews | Jumat, 17 Juli 2020 | 10:22 WIB
Utang Luar Negeri Indonesia Tumbuh 4,8%

Ilustrasi. (BI)

JAKARTA, DDTCNews – Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Mei 2020 tercatat senilai US$404,7 miliar. Angka ini mengalami pertumbuhan 4,8% secara tahunan.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ULN Indonesia pada akhir Mei 2020 tersebut terbagi atas utang pemerintah dan bank sentral US$194,9 miliar serta utang swasta – termasuk BUMN – senilai US$209,9 miliar.

“ULN Indonesia tersebut tumbuh sebesar 4,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ULN pada April 2020 sebesar 2,9% (yoy), dipengaruhi oleh transaksi penarikan neto ULN, baik ULN Pemerintah maupun swasta,” jelas BI dalam keterangan resminya, Jumat (17/7/2020).

Baca Juga:
Bingkisan Natal Tidak Kena Pajak Natura Asalkan Penuhi Ketentuan Ini

Otorotas moneter mengatakan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga berkontribusi pada peningkatan ULN berdenominasi rupiah pada akhir bulan lalu.

ULN pemerintah pada akhir Mei 2020 tumbuh 3,1% menjadi US$192,1 miliar. Pertumbuhan itu lebih tinggi dari pada akhir bulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 1,9%. ULN swasta tecatat tumbuh 6,6%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 4,4%.

Peningkatan ULN pemerintah, sambung BI, dipengaruhi oleh arus modal masuk pada surat berharga negara (SBN) dan penerbitan global bonds pemerintah sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan pembiayaan, termasuk dalam rangka penanganan wabah Covid-19.

Baca Juga:
BI Ungkap Dampak Tarif PPN 12 Persen Terhadap Inflasi ‘Tidak Besar’

Peningkatan ULN pemerintah dipengaruhi oleh arus modal masuk pada pasar surat berharga negara (SBN). Hal ini dikarenakan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, tingginya daya tarik aset keuangan domestik, serta terjaganya kepercayaan investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia.

“Sentimen positif ini membawa pengaruh pada turunnya tingkat imbal hasil SBN sehingga biaya utang pemerintah dapat ditekan,” imbuh BI.

Pengelolaan ULN pemerintah, sambung BI, dilakukan secara hati-hati dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas yang saat ini dititikberatkan pada upaya penanganan wabah Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Sektor prioritas tersebut mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,4% dari total ULN pemerintah), sektor konstruksi (16,4%), sektor jasa pendidikan (16,3%), sektor jasa keuangan dan asuransi (12,6%), serta sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,6%).

Sementara itu, peningkatan ULN swasta didorong ULN perusahaan bukan lembaga keuangan yang meningkat sebesar 8,9%. Peningkatan itu terjadi di tengah kontraksi ULN lembaga keuangan sebesar 0,8%.

Beberapa sektor dengan pangsa ULN swasta terbesar adalah sektor jasa keuangan & asuransi, sektor pertambangan & penggalian, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas & udara dingin (LGA), dan sektor industri pengolahan. ULN swasta sektor-sektor tersebut mencapai 77,3% dari total ULN swasta.

Baca Juga:
Kerja Sama dengan DDTC, Binus Adakan Simulasi Pengadilan Pajak

Otoritas moneter menilai struktur ULN Indonesia masih tetap sehat didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolannya. Rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir April 2020 sebesar 36,6% atau sedikit meningkat dibandingkan pada posisi kuartal sebelumnya sebesar 36,2%.

Meskipun meningkat, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan pangsa 89,0% dari total ULN. Untuk menjaga agar struktur ULN tetap sehat, BI dan Pemerintah terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

“Peran ULN juga terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” imbuh BI. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?